Liu Yuwen adalah seorang kultivator jenius yang pernah lahir di dunia, ia mencapai puncak beladiri sampai dijuluki sebagai kultivator tiada tanding karena hampir tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Di puncak kekuatannya, Liu Yuwen tidak menyangka ia justru akan tewas oleh sebuah racun yang diberikan adiknya.
Racun itu membuat Liu Yuwen terbunuh, dalam kematianmya rasa marah dan dendam menguasai hatinya karena pengkhianat sang adik, Liu Yuwen berjanji akan membalas kejahatan adiknya jika diberi kesempatan.
Nyatanya kesempatan itu terwujud saat Liu Yuwen terbangun di tubuh seorang anak kecil berusia sepuluh tahun.
Liu Yuwen yang mengerti dirinya hidup kembali tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk berencana membalaskan dendamnya pada sang adik, meski kekuatan kembali kesemula namun selama dirinya terus berlatih, Liu Yuwen yakin bisa mencapai puncak kekuatannya seperti di kehidupan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secrednaomi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 28 — Lemparan Pisau
"Letakkan semua barang berharga milik kalian di lantai jika ingin hidup, ini peringatan pertama dan terakhir, jangan sampai aku mengulanginya kembali!" Pemimpin dari perompak itu langsung berteriak ketika semua anak buahnya sudah naik di kapal. Para perompak itu langsung mengeluarkan senjata tajam mereka agar membuat para kru dan para penumpang ketakutan.
"Tuan, kumohon jangan ambil uangku, ini adalah hasil dari daganganku selama sebulan untuk pengobatan ibuku yang sakit."
Diantara para penumpang itu, ada seorang pemuda yang langsung berlutut di depan pemimpin perompak.
Pemuda tersebut membawa kantong kulit yang didalamnya berisi puluhan koin perak, bagi pedagang kecil sepertinya, jumlah uang tersebut termasuk besar.
"Diam! Kau pikir aku peduli dengan nasib ibumu! Jika kau tidak mau uangmu diambil maka nyawamu yang akan aku ambil!" Pemimpin perompak itu mendengus, ia mengambil paksa kantong kulit di tangan pemuda itu.
Pemimpin perompak tertawa ketika melihat isi di dalamnya, kontras dengan wajah pemuda itu yang memohon sambil menangis agar tidak diambil semuanya.
"Rampas semua barang mereka, jika ada yang melawan langsung saja habisi!" Perintah pemimpin perompak itu pada anak buahnya.
"Tunggu, kau pikir bisa bertindak sesukamu di kapal ini!"
Wajah pemimpin perompak itu memburuk ketika ada yang berani melawannya, ia menoleh pada orang yang berbicara itu dan menemukan seorang pria tua yang menatapnya dengan tajam.
"Pria tua, kau bera-..."
Kata-kata pemimpin perompak itu seketika berhenti di tenggorokan saat pria tua tersebut melepaskan aura dari tubuhnya.
Pemimpin perompak itu menelan ludah, ia langsung bisa menilai bahwa pria tua dihadapannya merupakan seorang kultivator.
"Jika kau ingin mempertahankan hidupmu, pergi dari sini sebelum aku turun tangan." Ucap pria tua itu yang tak lain adalah Tetua dari salah satu sekte.
Tidak hanya pemimpinnya, para perompak yang lain juga menyadari kekuatan pria tua itu.
"Sial, kenapa ada kultivator disini..." Pemimpin perompak itu mengigit bibirnya, jelas situasinya di luar perkiraannya.
Pemimpin perompak itu melihat sekelilingnya selama beberapa detik sebelum kemudian ia tersenyum lebar ketika menemukan sebuah celah.
"Apa yang kalian tunggu, cepat serang dia!" Pemimpin perompak itu menoleh anak buahnya yang malah diam.
"Tapi bos, dia adalah seorang kultivator!"
"Terus kenapa, tidak mengubah kalau dia pria yang sudah tua. Dia sendiri dan kalian puluhan orang, serang dia bersamaan!"
Para perompak itu hanya penjahat biasa yang bahkan tidak mempunyai ilmu beladiri apapun, melawan kultivator bagi mereka sama seperti menghadapi sosok monster.
Meski mereka waspada, para perompak itu tidak berani menolak perintah pemimpinnya. Separuh dari jumlah mereka segera menyerang ke arah Tetua sekte tersebut.
Tetua sekte itu memasang ekspresi buruk, padahal ia berharap perompak itu ketakutan dan pergi setelah melepaskan aura kultivasinya namun ternyata mereka justru malah berani melawannya.
Tetua sekte itu menoleh pada tiga muridnya agar ikut membantu menghadapi para perompak itu, meski muridnya masih remaja dan kekuatannya di bawah Alam Spirit Tahap 5, mereka setidaknya masih bisa menghadapi satu atau dua perompak yang tidak memiliki ilmu beladiri tersebut.
Pertarungan segera terjadi di kapal, Tetua sekte itu menghadapi sekitar dua puluh perompak sementara tiga muridnya masing-masing menghadapi dua perompak.
Tetua sekte dengan mudah mengalahkan para perompak satu persatu, meski dikepung ia jelas diposisi yang diunggulkan.
Hal yang sama juga berlaku untuk para muridnya, ketiganya dapat membuat perompak yang dilawannya menjadi kewalahan.
Perbandingan kekuatan antara kultivator dan manusia biasa memang sangat berbeda jauh, terutama karena kultivator bisa menggunakan qi untuk memperkuat serangan mereka.
Ketika Tetua Sekte itu beranggapan bisa mengalahkan para perompak tersebut tanpa hambatan, tiba-tiba pemimpin perompak itu merencanakan sesuatu saat dirinya disibukan.
"Kau boleh menyerang anak buahku sepuasnya tapi jangan salahkan aku untuk menghabisi mereka..."
"Kau! Dasar pengecut!"
Tetua sekte melotot ketika sebagian perompak yang lain bergerak ke arah penumpang dan para kru untuk dijadikan sanderanya.
"Kalau kau ingin mereka hidup, sekarang letakkan senjata kalian..." Pemimpin perompak itu tersenyum lebar.
"Kau pikir aku akan takut?"
"Oh, kau boleh mencobanya kalau kau berani!" Pemimpin perompak itu mendekatkan pisaunya ke leher penumpang yang di sandranya.
"Kumohon, jangan bunuh aku..." Penumpang itu mengulurkan tangannya pada Tetua sekte itu.
Tetua sekte itu berdecak pelan, ia kemudian menyuruh murid-muridnya untuk meletakkan senjata di lantai.
"Sekarang berlututlah dan jangan berani bergerak, sesenti kalian melangkah, nyawa para penumpang ini akan menjadi bayarannya."
Tetua sekte mengepalkan tangannya karena geram, tapi pada akhirnya ia pasrah dan langsung menurut.
Melihat tetua mereka berlutut, tiga muridnya juga langsung melakukan hal serupa, mereka tidak berani gegabah jika nanti ada pihak korban yang tidak bersalah.
Pemimpin perompak itu tertawa keras melihat kultivator itu menurut kepadanya. "Kalian aliran putih memang selalu naif, mempedulikan nyawa orang lain yang bahkan sebenarnya mereka tidak mengenal kalian."
Tawa pemimpin perompak itu semakin keras karena merasa telah menang sampai tiba-tiba tawanya berhenti ketika ada sesuatu yang menancap di lehernya, membuat pemimpin perompak tersebut tersedak oleh darahnya sendiri sebelum jatuh ke lantai dan tak bernafas lagi.
Para perompak yang lain terkejut melihat pemimpin mereka tewas begitu saja, sebelum mereka menyadari apa yang terjadi tiba-tiba ada lebih banyak perompak lain yang ikut berjatuhan.
Butuh beberapa saat untuk para perompak itu menyadari ada sebuah pisau yang menancap di dileher rekan-rekan mereka.
Para perompak menoleh ke satu arah dimana ada seorang pemuda yang memainkan pisau di tangannya sedang duduk di sebuah meja.
Para perompak berkeringat dingin saat mengetahui pemuda itulah yang melemparkan pisau pada teman-temannya.
Liu Yuwen tersenyum lebar yang membuat para perompak itu berkeringat dingin, tanpa pikir panjang Liu Yuwen segera melepaskan pisau-pisaunya pada setiap dari mereka.
Pisau yang ia lemparkan merupakan senjata yang dirinya ambil saat melawan anggota Sekte Darah Naga, ketajamannya sudah tidak diragukan lagi.
Pisau yang dilepaskan Liu Yuwen mengandung sejumlah qi, membuat para perompak itu tidak bisa melihat serangannya saat tiba-tiba pisau itu menancap di leher mereka, membuat pandangan perompak itu gelap untuk selamanya.
Tetua dari sekte itu terkejut ketika melihat perompak itu tewas satu persatu, ia melirik ke arah Liu Yuwen dan menemukan pemuda itu yang melemparkan pisaunya.
Tetua sekte itu menahan nafasnya, dalam waktu yang singkat Liu Yuwen sudah menghabisi lebih dari separuh jumlah para perompak itu.
Para perompak itu sempat berlari ke kapalnya namun pisau Liu Yuwen sudah lebih dulu mengambil nyawa mereka. Tetua sekte itu hanya bernafas dingin saat melihat Liu Yuwen membunuh mereka tanpa berkedip.
Tetua sekte itu berasal dari aliran putih, membunuh nyawa seseorang membutuhkan banyak keberanian serta pertimbangan, ia bisa melihat Liu Yuwen membunuh para perompak itu tanpa memiliki keraguan sedikitpun.