"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
adik ipar yang ternyata
"di pakasa, terbiasa, tidak terasa, ikhlas. Lalu, bagaimana dengan serpihan rindu, yang bukan semakin menipis malah semakin mengais.🥀"
"aku sejak semalam mencari mu, kamu di mana?" isi pesan Raina, Bara yang tidak sengaja membaca isi pesan itu menyatukan kedua alisnya seketika.
Segera kedua matanya mengabsen tubuh Raina yang terlelap, dengan selang infus yang benar-benar mengalir di tubuhnya.
Dokter Andre mengatakan, bahwa Raina kekurangan cairan, sehingga tubuhnya menjadi mudah lelah, dan nyaris tidak bertenaga, sehingga dia dengan mudah kehilangan keseimbangan tubuhnya. Selain beristirahat, Raina juga di anjurkan memakan makanan yang sehat, dan juga bergizi, agar tubuhnya segera membaik.
" apa dia memiliki kekasih?" ucap Bara dengan pelan, dia mencoba mengabsen isi ponsel Raina, ini untuk pertama kalinya, dia merasa penasaran dengan isi ponsel orang lain. Dengan kekasihnya dulu, Bara bahkan tidak pernah melakukannya.
"Rico, nama yang lumayan," ujar Bara lagi, ketika hanya isi pesan dari Rico yang ada di sana.
'apakah kekasihnya bernama Rico ini? kalau dia memiliki kekasih, kenapa dia mau menikah dengan ku?' Kenapa dia tidak meminta tolong pada kekasihnya itu?' ada begitu banyak pertanyaan di benak Bara. Apa lagi, saat melihat ponsel Raina yang sudah sangat ketinggalan, untuk ukuran mahasiswa.
"dia memang sederhana, atau memang tidak punya uang untuk membeli, kasihan sekali, aku akan membelikannya yang baru." ujar Bara lagi, dengan segera meraih ponsel di saku celananya.
Tak lama kemudian, Raina justru terbangun, dan Raina mencoba bangkit dari tidurnya, hingga beberapa saat kemudian dia menyadari, Bara sudah berada di kamar yang sama dengannya, meskipun tidak di dekat Raina, Bara justru asik melempar ponsel Raina ke atas, dan menangkapnya dengan satu tangannya, hingga beberapa kali. Dan di lakukan secara terus-menerus.
"kamu gak kerja?" Tanya Raina pelan, membuat Bara terkejut.
"enggak," jawabnya dengan asal.
"kembalikan ponsel ku, dia tidak menarik, itu cuma benda usang tidak penting bagi mu." ujar Raina dengan pelan.
"iya, kamu benar. Ini sudah harus di buang, aku akan membuangnya, dan menggantinya dengan yang baru. Tapi, jangan pernah lagi kamu berhubungan dengan yang namanya Rico!" ujar Bara dengan beranjak dari duduknya, dan menatap Raina dengan tajam. Hingga beberapa saat kemudian, Bara meninggalkan kamar Raina dengan membawa ponselnya.
"dasar gila, " gumam Raina dengan pelan.
Raina menatap infus yang mengalir di tubuhnya, sebentar lagi akan habis. Tubuhnya kini sudah di rasa membaik, Raina ingin berteriak memanggil Bara yang seperti marah kepadanya beberapa saat yang lalu.
Pelan, Raina mencoba meraih botol infus yang hampir habis, dan berjalan keluar kamar. Rambutnya masih berantakan, karena sejak selesai mandi dia tidak sempat mencari di mana letak sisir rambut, dan sejenisnya di apartemen itu.
Lagi pula, Raina penghuni baru yang belum mengerti apa pun di sana. Raina mendengar Bara sedang berbicara dengan seseorang di luar, akan tetapi ini sudah malam, bahkan hampir larut. Raina menoleh pada jam dinding yang berada tak jauh dari pandangannya, dan benar saja, waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam.
"kak, dengarkan aku dulu. Ayo pulang, aku sudah mengikuti kemauan ayah dan ibu, mereka tidak akan mengungkit apa pun lagi sekarang." ujarnya dengan memohon. Tadinya, Raina tidak perduli, akan tetapi setelah mendengar suara yang cukup familiar di telinganya, Raina penasaran. Akhirnya, Raina mendekat lagi, hingga kedua matanya bisa melihat dengan jelas, siapa yang sedang berbicara dengan Bara saat ini.
'Brian!' ucap Raina dengan segera menutup bibirnya, dengan salah satu tangannya.
'aku melupakan sesuatu, orang tua Brian dan Bara itu sama, apakah keduanya juga bersaudara? ini gila.' batin Raina dengan segera menggeleng cepat.
'itu artinya, aku dan Brian memiliki hubungan adik ipar,' batin Raina lagi.
"Kamu tidak perlu repot-repot perduli pada ku, aku bisa mengurus hidup ku sendri. Pulang sana, ini sudah malam. Kamu meninggalkan istrimu, bahkan di malam pertama kalian." ujar Bara dengan datar, tangannya masih asik memainkan ponsel Raina, hingga Brian menyadarinya.
"ponsel siapa yang sedang kamu pegang kak? itu bukan milik mu sepertinya." tanya Brian dengan curiga.
"memang bukan milik ku," belum sempat Bara menjawab hingga selesai Raina yang berada tak jauh dari mereka terjatuh.
"bruk!"
"astaga,"
"siapa kak?"