NovelToon NovelToon
Dalam Pelukan Cinta

Dalam Pelukan Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aili

Maya, seorang wanita muda yang cantik dan sukses dalam karier, hidup dalam hubungan yang penuh dengan kecemburuan dan rasa curiga terhadap kekasihnya, Aldo. Sifat posesif Maya menyembunyikan rahasia gelap yang siap mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21. Kecemasan Yang Kembali Timbul

Maya dan Aldo semakin terbiasa dengan rutinitas baru mereka sebagai orang tua. Namun, kecemasan Maya yang dulu sempat mereda kini mulai kembali menghantui, meskipun hanya karena hal-hal sepele.

Suatu pagi, setelah menyusui Luna, Maya duduk di meja dapur sambil menyeruput kopi. Aldo sibuk menyiapkan sarapan.

“Sayang, kita udah ngecek suhu kamar Luna belum? Aku takut dia kedinginan atau kepanasan,” tanya Maya tiba-tiba, matanya penuh kekhawatiran.

Aldo menoleh dan tersenyum. “Udah, kok. Aku pasang termostat otomatis, ingat? Suhu kamar Luna pasti selalu nyaman.”

Maya mengangguk, tetapi matanya masih memandang kosong ke arah cangkir kopinya. “Iya, aku tahu. Tapi aku masih aja kepikiran.”

Aldo mendekati Maya dan memeluknya dari belakang. “Kamu tuh suka overthinking, tahu gak? Kita udah pastikan semuanya aman buat Luna.”

Maya menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Iya, aku tahu. Tapi kadang-kadang, hal kecil aja bisa bikin aku cemas.”

Mereka melanjutkan sarapan dengan tenang, meski Maya masih terlihat sedikit tegang. Aldo mencoba mengalihkan perhatiannya dengan obrolan ringan tentang rencana mereka minggu ini.

“Gimana kalau kita ajak Luna ke kebun binatang akhir pekan ini? Dia pasti senang lihat binatang-binatang,” usul Aldo sambil mengoles selai di roti.

Maya tersenyum tipis. “Boleh juga. Tapi kita harus pastikan bawa cukup makanan dan minuman buat Luna.”

Aldo tertawa. “Tenang aja, kita bisa atur semuanya. Kamu gak perlu khawatir tentang detail kecil.”

Sepanjang hari, Maya mencoba fokus pada pekerjaannya di rumah, tetapi kecemasan tentang hal-hal sepele terus menghantui pikirannya. Ketika Luna tidur siang, Maya memeriksa ulang jadwal dokter anak, stok popok, dan bahkan memastikan mainan Luna tersusun rapi.

Sore harinya, Aldo pulang lebih awal dan menemukan Maya sedang menata ulang perlengkapan bayi di kamar Luna.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Aldo heran.

“Aku cuma mau pastikan semuanya tertata rapi. Aku gak mau ada yang berantakan dan bikin Luna gak nyaman,” jawab Maya tanpa berhenti dari kegiatannya.

Aldo mendekati Maya dan menghentikan tangannya. “Maya, kamu harus rileks. Semua ini gak perlu kamu pikirkan terus-menerus.”

Maya menghela napas panjang. “Aku tahu, tapi rasanya susah buat berhenti cemas. Aku takut ada yang terlewat dan Luna jadi nggak nyaman atau sakit.”

Aldo memeluk Maya erat. “Kamu ibu yang hebat, Maya. Tapi kamu juga perlu jaga diri sendiri. Kalau kamu terus-terusan cemas, itu gak baik buat kamu dan Luna.”

Maya mengangguk pelan, mencoba menenangkan pikirannya. “Aku akan coba lebih santai. Mungkin kita bisa atur waktu buat diri sendiri juga.”

Aldo tersenyum. “Itu ide bagus. Bagaimana kalau kita nonton film bareng malam ini setelah Luna tidur?”

Maya tersenyum lebih lebar kali ini. “Sounds good. Kita butuh waktu buat rileks juga.”

Malam itu, setelah Luna tertidur nyenyak, Maya dan Aldo duduk di sofa dengan popcorn dan memilih film komedi untuk ditonton.

Malam yang tenang itu terasa seperti nafas lega bagi Maya. Setelah sekian lama dibayangi oleh kecemasan dan kekhawatiran yang terus-menerus, duduk di samping Aldo dan menikmati film komedi seolah memberi sedikit ruang untuk bernapas.

Keesokan harinya, Maya bangun dengan perasaan sedikit lebih ringan. Dia merasa lebih siap untuk menghadapi hari, meskipun kecemasan itu belum sepenuhnya hilang.

Setelah sarapan, Aldo bersiap-siap untuk berangkat kerja. “Jangan terlalu khawatir, ya. Kalau ada apa-apa, langsung telpon aku,” katanya sambil mengecup kening Maya.

“Aku akan coba. Hati-hati di jalan, ya,” jawab Maya sambil tersenyum.

Sepanjang pagi, Maya mencoba mengalihkan pikirannya dengan berbagai kegiatan. Dia bermain dengan Luna, merapikan rumah, dan bahkan mencoba resep kue baru yang dia temukan di internet. Namun, di tengah semua kegiatan itu, pikirannya terus kembali pada hal-hal kecil yang membuatnya cemas.

Saat sedang membuat adonan kue, Maya mendengar Luna mulai menangis dari kamar tidurnya. Maya segera menghentikan kegiatannya dan berlari ke kamar Luna.

“Ada apa, sayang?” tanya Maya lembut sambil menggendong Luna.

Luna terus menangis, membuat Maya semakin cemas. Dia mencoba memberikan susu, mengganti popok, dan menenangkan Luna dengan mainan favoritnya, tetapi Luna tetap saja menangis.

Maya mulai panik. “Kenapa ya, Aldo belum kasih kabar?” gumamnya sambil berusaha menenangkan Luna.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, Luna akhirnya berhenti menangis dan tertidur di pelukan Maya. Maya menghela napas lega, tetapi rasa cemas itu masih ada. Dia memutuskan untuk menelepon Aldo.

“Sayang, Luna tadi nangis terus. Aku gak tahu kenapa,” kata Maya ketika Aldo menjawab teleponnya.

“Tenang, Maya. Mungkin dia cuma lagi rewel. Bayi kadang-kadang memang begitu. Coba periksa apakah ada yang membuatnya tidak nyaman,” jawab Aldo dengan tenang.

“Iya, aku udah cek semuanya. Mungkin aku yang terlalu cemas,” kata Maya dengan suara lirih.

“Nggak apa-apa, Maya. Kamu ibu yang hebat. Nanti kalau aku pulang, kita bisa bicarakan lagi, oke?” kata Aldo.

Setelah menutup telepon, Maya mencoba menenangkan dirinya. Dia kembali ke dapur dan melanjutkan membuat kue. Kegiatan itu sedikit membantu mengalihkan pikirannya, tetapi kecemasan itu masih terus menghantui.

Sore harinya, Aldo pulang lebih awal lagi. Dia membawa sekotak bunga untuk Maya. “Ini buat kamu, supaya kamu merasa lebih baik,” katanya sambil memberikan bunga itu kepada Maya.

“Terima kasih, sayang. Ini benar-benar membuatku merasa lebih baik,” kata Maya sambil tersenyum.

Mereka duduk di ruang tamu, dan Aldo menggenggam tangan Maya. “Aku tahu kamu cemas tentang banyak hal, tapi kita ada di sini bersama. Kamu gak sendirian.”

Maya mengangguk pelan. “Iya, aku tahu. Kadang-kadang aku cuma butuh diingatkan.”

Malam itu, setelah Luna tidur, Aldo dan Maya duduk di sofa lagi. Mereka berbicara tentang hari-hari mereka, tentang kecemasan Maya, dan tentang bagaimana mereka bisa saling mendukung.

Aldo kemudian mengusulkan sesuatu. “Gimana kalau kita coba meditasi atau yoga bersama? Mungkin itu bisa bantu kamu lebih rileks.”

Maya tersenyum. “Boleh juga. Aku pernah dengar itu bisa membantu.”

Mereka memutuskan untuk mencoba yoga bersama keesokan harinya. Dengan setiap langkah kecil yang mereka ambil, Maya merasa sedikit demi sedikit kecemasannya berkurang. Dia tahu perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dengan Aldo di sisinya, dia merasa lebih kuat dan siap menghadapi apa pun yang datang.

Hari-hari berikutnya diisi dengan rutinitas baru yang melibatkan sesi yoga pagi, berjalan-jalan bersama Luna, dan momen-momen kebersamaan yang semakin memperkuat ikatan mereka. Meski kecemasan itu masih ada.

Seiring berjalannya waktu, rutinitas yoga pagi mulai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Maya mulai merasa sedikit lebih tenang dan mampu mengendalikan kecemasannya lebih baik. Setiap pagi, mereka menggelar matras yoga di ruang tamu dan mengikuti video yoga yang mereka temukan di YouTube. Luna juga tampak senang melihat kedua orang tuanya berolahraga, sering kali tertawa dan mencoba meniru gerakan mereka.

Suatu pagi, saat mereka sedang menyelesaikan sesi yoga, Aldo berbicara dengan nada serius namun lembut, "Maya, aku udah pikir-pikir, mungkin kita perlu cari bantuan profesional untuk kecemasan kamu. Gak ada salahnya coba bicara sama psikolog atau konselor."

Maya terdiam sejenak, memikirkan usulan Aldo. "Kamu benar, mungkin aku perlu bicara dengan seseorang yang bisa bantu aku. Kadang-kadang, aku merasa overwhelmed sama semua ini."

Aldo menggenggam tangan Maya. "Aku akan selalu ada buat kamu, tapi bantuan dari ahli mungkin bisa bikin kamu merasa lebih baik. Kita cari tahu bareng, ya?"

Maya mengangguk setuju. "Terima kasih, sayang. Aku akan coba cari informasi tentang konselor atau psikolog yang bisa kita kunjungi."

Hari itu, setelah Aldo berangkat kerja, Maya mulai mencari informasi tentang konselor di dekat rumah mereka. Dia menemukan beberapa pilihan dan mulai menghubungi satu per satu untuk menanyakan ketersediaan.

Beberapa hari kemudian, Maya berhasil membuat janji dengan seorang konselor bernama Rina. Saat hari pertemuan tiba, Aldo mendampingi Maya ke klinik konselor tersebut.

“Semua akan baik-baik saja,” kata Aldo sambil menggenggam tangan Maya saat mereka duduk di ruang tunggu.

Maya tersenyum cemas. “Iya, aku tahu. Terima kasih udah selalu ada buat aku.”

Pertemuan pertama dengan Rina berjalan lancar. Maya merasa lega bisa berbicara tentang kecemasannya dengan seseorang yang ahli di bidangnya. Rina memberikan beberapa teknik relaksasi dan strategi untuk mengatasi kecemasan sehari-hari. Maya merasa mendapatkan pandangan baru tentang bagaimana menangani perasaannya.

Setelah sesi itu, Maya dan Aldo berjalan pulang dengan perasaan optimis. “Aku rasa ini keputusan yang tepat,” kata Maya.

Aldo tersenyum dan memeluk Maya. “Aku bangga sama kamu. Kamu kuat dan berani.”

Hari-hari berikutnya, Maya mulai menerapkan teknik yang dia pelajari dari Rina. Dia juga membuat jurnal untuk mencatat perasaannya setiap hari, yang membantu mengidentifikasi pemicu kecemasannya. Maya merasa sedikit demi sedikit lebih baik dan lebih bisa mengendalikan kecemasannya.

Pada suatu sore, saat mereka sedang menikmati waktu bersama Luna di taman, Maya merasa damai. Luna tertawa riang saat Aldo mengayunkan dia di ayunan. Maya duduk di bangku taman, merasakan angin sepoi-sepoi yang menenangkan.

“Aku merasa lebih baik sekarang, Aldo. Terima kasih udah selalu ada buat aku,” kata Maya sambil memandang Aldo dan Luna dengan penuh kasih sayang.

Aldo duduk di samping Maya, menggenggam tangannya. “Kita selalu bersama, sayang. Kita bisa hadapi semuanya.”

Maya tersenyum dan mengangguk. “Iya, kita bisa.”

1
Nanik Arifin
akhirnya.... setelah hujan, pelangi pun datang
Adico
lanjut
Nanik Arifin
sudah ada cctv, masih blm tertangkap, sudah ada pengawasan masih blm tertangkap juga ??
siapa sebenarnya satria ??
siapa pendukung satria??
Nanik Arifin
begitulah hidup, cobaan datang silih berganti tuk mendewasakan kita. semoga rumah tangga kalian samawa
Adico
lanjut
Nanik Arifin
gangguan psikis benar" mengerikan 🙈
Nanik Arifin
sampai kapan kalian begini terus...
klo konseling dg psikolog g mempan, coba dekat diri dg Tuhan. setiap kekhawatiran muncul, mendekatlah dg sang pencipta. semoga dg begitu pikiran kalian bisa lebih tenang. terutama tuk Maya. berawal dr Maya & kini menular ke Aldo
anggita
ceritane mbulet cemburu tok yoh🤔
anggita
like👍+☝iklan buat author novel ini. semoga banyak pembacanya.
anggita
Maya.. Aldo,,, 💐
Octavio Gonzalez
Senang baca cerita ini!
Acap Amir
Gak bisa berhenti baca ceritanya, thor kesempatan ketemu penulis kayak kamu gak banyak loh.
Divan: Terimakasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!