Bagaimana menderitanya Veronica Han yang harus hidup berdampingan dengan lelaki musuh bebuyutannya semenjak orok. yang sialnya lagi lelaki bernama lengkap Bian Nugroho itu adalah bos di cafe tempat ia bekerja. penderitaan ini akan terus berlanjut sampai akhirnya tumbuh benih cinta di antara kedua manusia paling tidak akur di dunia.
"Selamat pagi bos"
"jangan sok asik sama bos sendiri! mentang mentang saya orang yang kamu kenal jauh malah sksd begitu"
"terserah Lo deh Bian!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uriii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
021 | Gelagat Aneh Bian.
"Gue? Ya ngadem lah," Bian menjawab seperlunya saja.
Veronica menatap kesal ke arah bosnya. Niat hati ingin menenangkan diri di belakang kafe malah menemukan bosnya sedang duduk di sofa rusak dengan minuman soda di tangannya.
"Bos?" Panggil Veronica yang malah mengambil posisi duduk di samping Bian. Lelaki itu tak mempermasalahkan sama sekali. Karna pikirannya sekarang sedang mumet.
"Gue boleh pulang nggak? Udah nggak ada pelanggan sama sekali. Gue juga dah ngitung pemasukan uang hari ini. Boleh nggak nih?"
Bian belum juga menjawab. Matanya masih terpejam sembari tangannya sibuk memutar mutar botol soda tersebut.
Veronica mengerti, bos nya sedang banyak pikiran. Jadi diamnya Bian berarti tanda tak boleh. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam kafe kembali, tapi cekalan tangan mampu membuat Veronica berhenti.
"Di sini aja dulu, temenin gue. Bentar aja, habis itu boleh pulang dan masakin makanan buat gue."
Veronica menghela nafas, ia menurut. Kembali duduk seperti tadi. Tapi, Bian duduk lebih dekat dengan Veronica. Kepalanya bersandar di pundak Veronica yang rendah.
"Badan Lo kecil banget, gue sampe sakit lehernya nenglek terlalu rendah kek gini."
Veronica tak menjawab, sebenarnya ia ingin protes. Tapi melihat raut lelah dari bosnya ia urungkan dan berusaha mengerti keadaan Bian.
Bian malah menidurkan tubuhnya di sofa yang kecil itu. Kaki panjangnya menjuntai kebawah. Sedangkan kepalanya tiduran di paha Veronica sebagai bantalan. Veronica lagi lagi menghela nafas walau tak mengeluarkan suara sama sekali.
"Usapin rambut gue, gue mau tidur bentar aja."
Lagi lagi Veronica menurut. Setelah Bian sadar nanti ia akan komplen dan meminta tambahan gaji. Karna pekerjaannya yang bertambah satu, yakni menemani majikan sekaligus bos nya itu untuk tidur. Seperti kemarin dan saat ini.
•••
"Gue kenapa sih?"
Bian memukul mukul kepalanya yang sedikit konslet. Padahal saat awal awal bertemu Ve, lelaki itu mempunyai banyak sekali siasat licik agar Veronica tertekan. Tapi malah yang keluar rencana darurat. Yakni membuat Veronica baper.
"Nggak biasa biasanya gue gampang tidur. Apalagi kalo Ve yang nemenin."
Ia merasa heran pada dirinya sendiri. Kenapa malah seperti ini? Secapek capeknya Bian. Jika sudah kantuk mendera ia tetap tidak bisa tidur. Dan harus di bantu oleh obat tidur. Tapi ini? Hanya melihat gadis itu duduk di sampingnya, ia gampang ngantukan dan terlelap begitu saja.
"Muka gue mau taro dimana ntar kalo ketemu dia?"
Ia menatap dirinya di pantulan kaca dalam kamar. Menyugar rambutnya ke belakang dan tersenyum tipis.
"Ganteng gini masa Ve nggak suka-- eh?," Bian membekap mulutnya sendiri. Ia bicara hal konyol tanpa sadar.
"Bian? Lo nggak boleh kepedean sama cewek jadi jadian kaya dia oke?"
Bian yang sudah kepalang pening karena pikirannya yang tenang di ganggu oleh Ve. Ia lantas beranjak ke arah kamar mandi. Untuk membasuh wajahnya agar segera sadar dari lamunannya yang tak berfaedah itu.
"Dasar cewek tomboy!"
Hatinya memakai maki gadis itu, tapi pikirannya tidak. Aduh Bian harus pergi ke dukun secepatnya jika sudah seperti ini.
"BIAN! MAKANAN UDAH SIAP!"
Gedoran pintu dari luar oleh Veronica membuat Bian terlonjak kaget.
"Keras juga suaranya," ia bergumam lirih sambil kakinya beranjak keluar ke arah dapur.
"Widih, wangi banget Ve. Nggak Lo kasih merkuri kan?"
Veronica mendelik tak terima, ia menoyor kepala Bian dengan kesal membuat lelaki itu melotot tak percaya.
"Makan! Jangan banyak omong!"
Baru saja lelaki itu ingin protes, tapi di bungkam kembali dengan perintah yang sialnya Bian menurut.
"Wajar Bian, dia kan lagi datang bulan. Jadi sewot," ia terus bergumam dalam hati.
Saat di kafe sore tadi saja, gadis itu tidak banyak bicara. Giliran sudah sampai apart, kembali mengeluarkan tanduknya. Secepat itu kan merubah mood?
"Kopi gue mana Ve?"
Ia celingukan saat tak melihat kopi yang biasanya tersaji bersama makanan lainnya. Tapi ini tidak, apakah Veronica lupa membuatkan?
"Lo tuh udah tua Bian! Jangan di biasain ketergantungan sama kopi! Ntar pas capek-capek nya badan malah nggak bisa tidur karna dosis kopinya masih bekerja!"
Bian merenung mendengar kan amukan dan petuah dari Veronica. Apakah itu salah satu penyebab yang membuatnya selalu tidak bisa tidur dan berakhir di bantu oleh obat tidur.
"Diem lagi! Buruan makan!"
Veronica membantu Bian mengambil lauk pauk yang lain karena lelaki itu masih dalam keadaan loading sehabis di marahi oleh Veronica.
"Gue bikinin Lo air hangat buat di minum. Biar enakan badannya. Ini ada sayur bening biar bisa eek."
Bian melotot terkejut. Dihadapan makanan Veronica masih bisa bicara sefrontal itu? Apakah tidak jijik?
"Terus ada tempe bakar, sengaja gue bakar karena Lo akhir akhir ini ngonsumsi goreng gorengan Mulu. Jadi gue kurangin deh perminyakan, selain biar tubuh kita sehat. Juga buat ngirit minyak yang sekarang lagi mahal mahalnya."
Bian menyimak pembicaraan Veronica yang sangat sangat masuk di otak. Veronica ternyata mengamati fisiknya akhir akhir ini yang sedang down karna memikirkan perkembangan kafe.
"Gue boleh makan?" Bian menatap polos ke arah Veronica seperti bertanya pada ibu nya.
Veronica mengangguk, ia mengambil duduk di sebrang Bian dan menyantap makanannya dengan diam.
Setelah selesai dengan makannya, Bian beranjak ke ruang kerjanya. Meninggalkan Veronica yang sedang beres beres ruang dapur.
Ia mengurut dahinya sebelum membuka MacBook nya. Berkutat dengan sangat serius. Hasil laporan dari Roki yang di dapatkan dari papanya.
"Gue pusing, untung ada Roki yang ngebantu. Papa ngedesah banget sih. Kafe yang baru berdiri dua tahun di suruh bikin cabang lagi. Gue nya juga belum pro nge handle dua kafe sekaligus."
Ia memakai kacamata bacanya dan berusaha serius. Sebelum suara ketukan pintu membuat nya teralihkan.
"Masuk."
Veronica masuk membawa nampan membuat Bian mengernyit heran.
"Lo kan biasanya kalo lagi kerja gini minumnya kopi melulu. Gue inisiatif bikinin Lo rebusan jahe dicampur sama perasan lemon terus gue taroin madu biar nggak pait. Di jamin enakan badan Lo setelah minum ini. Gue juga nambahin cemilan buah buahan kering yang di jadiin keripik. Sengaja gue beli karena lagi viral terus inget Lo. Jadi gue pesen aja."
Bian tertegun mendengar penjelasan Veronica, sedetail itu ia dalam mengurus Bian. Tak hanya dalam urusan bersih apart saja. Tapi Bian pun di urusnya oleh Ve.
"Makasih, Dah Lo sekarang tidur. Jangan begadang, capek badan Lo belum istirahat seharian ini."
Veronica masih saja belum beranjak, ia terus berdiri sembari menatap Bian lekat membuat lelaki itu tak sadar mengeluarkan semburat merona di wajah nya.
"Gaji gue di gedein ya bos, kan kerja gue bagus banget sampe perhatian banget sama kesehatan Lo."
Bian hanya bisa menghela nafas panjang. Ia sudah menebak ini.