Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia dalam kelas
Alvaro tersenyum puas, merasa seperti pemenang karena bisa meyakinkan Alice.
Di sebelah, Ummi mengamati situasi itu dan berbisik, "Lah, kenapa si Alvaro tukar tempat duduk?"
"Enggak tahu, mungkin dia mau dekat Nanta," jawab Alice, mencoba bersikap acuh.
"Atau mungkin dia nggak mau kamu dekat-dekat sama Nanta, ya?" Ummi berkomentar sambil memerhatikan Alvaro yang sedang asyik mengobrol dengan Ananta.
"Eh, soalnya gini, coba kamu pikir, Al. Kalau dia mau dekat sama Nanta, dia bisa aja suruh Nanta yang tukar tempat sama kamu," Ummi menambahkan dengan rasa heran.
"Ah, Mi, biarin aja mereka. Males aku bahas mereka berdua," Alice menjawab sambil menghela napas, tidak mau terlibat lebih jauh.
Ummi hanya berdecak kesal melihat sikap Alice yang cuek.
Dalam benak Alice, kehadiran Alvaro di sampingnya bukan sekadar soal tempat duduk. Ada rasa campur aduk yang sulit ia ungkapkan, dan rasa itu mulai menggeliat ketika melihat Alvaro berusaha mendekat kepada Nanta. Ia hanya berharap bisa melewati hari ini tanpa drama tambahan.
“anak-anak, hari ini kita periksa PR kemarin, ya. Silakan tukar dengan teman kalian,” ujar Hesty dengan ceria.
Alvaro berusaha menukar bukunya dengan Alice, namun Alice sudah lebih dulu menukar bukunya dengan Dafa di depannya.
“Dafa, tolong periksa punya aku,” pinta Alice, mengulurkan bukunya.
“Oh, okeh. Nih, kamu periksa punya Irfan. Tadi aku sudah tuker bertiga,” sahut Dafa dengan santai.
“Eits, ngga usah. Biar kami tuker bertiga saja,” sarkas Alvaro sambil meraih buku Alice dari tangan Dafa.
“Hey, pelan-pelan! Nanti buku aku rusak, Al!” omelnya.
“Iya, iya, bawel,” jawab Alvaro sambil tersenyum nakal.
Tanpa mereka sadari, waktu berlalu begitu cepat. Ketika bel berbunyi, menunjukkan pukul 10.00, saatnya istirahat pertama.
Nisa, Reni, Raisa, dan Alima kini siap menuju tempat duduk Alice.
“Ayo, Al! Kita ke kantin,” seru Reni penuh semangat.
Reni adalah murid kelas tiga yang selalu ceria. Hanya Alice yang mau berteman dengannya, dan seiring waktu, mereka menjalin persahabatan yang akrab. Sementara Nisa, Raisa, dan Alima menjadi dekat setelah masuk kelas empat. Kini, mereka bersahabat ber lima, menciptakan kenangan-kenangan indah bersama.
“Yuk, kita ke kantin, girls!” ucap Alika, tidak menyadari ada seseorang di kejauhan yang tersenyum melihat tingkahnya.
***
“lo ngapain senyum-senyum liat Alice?” celetuk Rio, membuat Arga terkejut dan hampir terjatuh dari kursinya.
“Apaan, sih? Gak ada, kok! Cuma... eh, udah ah, mau ke kantin,” elak Arga cepat-cepat berlari meninggalkan Rio yang masih heran dengan tingkahnya.
Arga adalah teman sekelas Alice, dan mereka sudah akrab sejak kecil. Ibu Alice berteman baik dengan ibu Arga, bahkan mereka pernah berpartisipasi dalam pesta kostum saat kelas tiga. Alice dan Arga selalu tampak seperti pasangan sahabat yang tak terpisahkan. Mereka berbagi banyak hal, termasuk kecintaan Arga pada kucing.
Suatu hari, saat pelajaran berlangsung, kucing lucu tiba-tiba melompat masuk ke kelas dengan riang. Arga, yang tidak bisa menahan godaan, langsung menggendong kucing itu, wajahnya berseri-seri. Namun, di sudut lain, Alice mulai bersin-bersin tanpa henti. Dia tampak gelisah, wajahnya memucat. Ternyata, Alice alergi kucing.
Melihat Alice yang kesulitan, Arga merasa hatinya tersentuh. Dia tidak ingin Alice menderita hanya karena kecintaannya pada kucing. Sejak saat itu, Arga memutuskan untuk tidak lagi memainkan kucing di hadapan Alice. Meski hatinya ingin, dia tahu bahwa kebahagiaan Alice lebih penting.
Arga selalu mencintai kucing, tetapi untuk sementara, mereka harus menjaga jarak agar Alice bisa merasa lebih baik.
Sejak itu, Arga mulai mencari cara untuk membuat Alice merasa nyaman dan bahagia, tanpa mengorbankan kesehatan sahabatnya.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor