"Pasti Bapak juga gak percaya, kan kalo saya masih perawan?"
"Iya saya gak percaya! Sebelum saya menikahi kamu."
_____
Bagi Tasila, Gezze itu menyeramkan. Dia tidak seperti laki-laki baik yang Ia idam-idamkan selama ini. Dia seorang duda kaya raya yang isu-isunya sempat terkena kasus KDRT sebelum bercerai dengan mantan istrinya.
Tapi, dibalik itu Gezze adalah penyelamatnya. Lebih tepatnya mereka saling menyelamatkan satu sama lain.
Gezze menikahi Tasila bukan tanpa sebab melainkan ada sebuah rahasia yang membuatnya tertarik kepada gadis itu.
Begitupun dengan Tasila, walaupun Ia menerima Gezze pada awalnya karena keterpaksaan namun, pada akhirnya Ia pun mulai menjadikan Gezze sebagai sosok pelindungnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak
Setelah berganti penampilan Tasila pun keluar dari dalam toilet umum. Ia mengawasi situasi sekitar yang ternyata masih sepi seperti Ia masuk tadi.
Cekret...
'Ternyata benar Gezze hanya memanfaatkannya saja. Kau masih bego seperti biasa.'
Seseorang dengan kamera di lehernya itupun pergi dari tempatnya dengan santai.
Tasila merogoh handphonenya di dalam saku untuk menghubungi seseorang.
"Ck, kenapa Mas Gezze gak ngangkat telepon aku si? Sibuk banget gitu ya sampe udah malem begini masih mode kerja aja?" Gerutu Tasila dengan bibir memanyun.
Tasila pun memutuskan untuk bergegas pulang menggunakan angkutan umum. Beberapa menit Ia berada di dalam angkot, akhirnya Ia pun sampai di pekarangan rumahnya.
Tasila membuka pintu dan masuk ke dalam rumahnya. Ternyata suasana di dalam masih sepi. Tasila menghela nafas seraya membuang tasnya asal. Entah kenapa kali ini Ia mulai bete karena belum pulangnya sang suami.
Ting...
+628764xxx
Hentikan perkerjaan Anda! Anda hanya alat untuk si CEO.
Tasila mengerjapkan matanya saat membaca pesan masuk dari nomor tidak dikenal itu. Ia mulai bertanya-tanya nomor siapa itu sebetulnya? Kenapa dia bisa tau tentang pekerjaannya?
"Apa mungkin Edric? Tapi tadi dia biasa aja. Enggak, gak mungkin Edric!"
"Terus... siapa?"
****
Adzan subuh berhasil membangunkan seorang perempuan yang sedang terbaring pulas di tempat tidurnya. Tangannya meraba-raba kasur sekitarnya yang terasa datar.
"Mas..." Tasila membuka matanya dan terkejut melihat kasur sebelahnya kosong.
"Mas?" Tasila pun spontan langsung terbangun dari posisi tidurannya dan mencari Gezze ke luar kamar.
"Apa Mas Gezze ke masjid ya? Iya kali ya." Tasila mengangguk-angguk seraya masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Tasila pun mulai menunaikan sholat subuh sendiri. Selesai sholat Ia pun mulai berdzikir dengan khusuk. Ia berdzikir sambil menunggu kepulangan suaminya untuk tadarusan bersama.
Tasila menatap jam dinding di atas tembok yang kini sudah menunjukkan pukul 05:30. Dahinya mengernyit bingung. Kenapa suaminya itu tidak kunjung pulang juga?
Tasila meraih handphonenya untuk mengirim pesan kepada sang suami. Beberapa detik Ia menunggu balasan namun, pesannya tak kunjung mendapat balasan juga.
Karena resah Tasila pun memutuskan untuk menelepon nomor suaminya. Panggilan teleponnya pun diangkat Tasila langsung nyerocos lantaran khawatir dengan sang suami.
Tiba-tiba saja layar berpindah menjadi permintaan video call. Dahi Tasila mengernyit bingung sebelum akhirnya jarinya terarah untuk menggeser lambang hijau.
"Hai ini istrinya ya? Maaf ya suami kamu aku pake semalem."
Deg...
Tasila terdiam saat layar handphonenya menampilkan sosok perempuan berpenampilan seksi berambut panjang lalu perempuan itu mengarahkan kamera video call ke arah wajah Gezze yang nampak sedang tertidur pulas di samping perempuan itu.
Tangannya bergetar hebat. Hatinya ingin mematikan video call itu namun jarinya bak tak mampu melakukannya.
Jantung Tasila rasanya bak terjatuh dari atas ketinggian lantai seratus. Perempuan di dalam video call itu tiba-tiba saja dengan santai mencium bibir suaminya.
Hal yang bahkan tak pernah berani Ia lakukan. Tasila mematikan panggilan video itu dan membuang handphonenya asal.
Tasila mulai meringkuk tubuhnya dengan erat. Air matanya mengalir tak terbendung. Suara tangisnya semakin keras bak kerasnya perjalanan hidupnya.
Jarinya mulai mengetik pesan untuk seseorang yang Ia percaya ketika dirinya sedang dalam masalah.
****
"Maaf ya Dika, Niki jujur aku gak mau ngerepotin kalian tapi kali ini aku bener-bener butuh banget."
Niki gadis berambut sebahu itu yang merupakan adik dari Dika memeluk Tasila hangat.
"Enggak papa kok Kak. Lagian dulu juga waktu Kak Lala masih tinggal dirumah Pak Mugi Kak Lala sering bantuin aku kerjain PR,"
"Kak Lala ikhlas kok." Tasila tersenyum seraya membelai lembut rambut gadis itu.
"Andai waktu kamu diusir sama Budhe Marni kamu datangnya ke aku. Nasib kamu gak akan kaya gini Sil," Dika merasa prihatin dengan tetangga plus teman SMA hingga ke bangku kuliahnya itu.
"Aku cuma gak mau ngerepotin kamu Dik. Selama ini aku selalu ngerepotin kamu. Kamu sering bayarin cicilan Budhe Marni waktu debkolektor dateng, kamu sering nalangin uang kuliah aku, waktu kita kerja bareng di Agent Plam kamu juga sering terluka gara-gara ngelindungin aku, bahkan kamu waktu SMA sering berantem sama gengnya Muhlis,"
"Hhhh... Kamu masih ingat Muhlis?"
"Inget dong. Cowok nyebelin kaya dia entah kenapa selalu terkenang," Dika terkekeh mendengar itu.
"Gimana kabar Agent sekarang?" Tasila menatap Dika dengan satu alis terangkat.
"Sejak kamu di jebak dan kamu di keluarkan aku rasa gak ada kemajuan. Ya gitu-gitu aja, kalo dulu kita bisa memecahkan kasus hanya dalam kurun waktu 1 minggu sekarang 1 bulan aja udah Alhamdulillah," Tasila manggut-manggut mendengar ceritanya Dika.
"Kak Lala gak mau gabung lagi?" Tanya Niki.
"Gak mungkin. Kak Lala udah ada janji sama almarhumah Mamah Papah, lagian penampilan Kak Lala sekarang udah gak mendukung, dan intinya hati Kak Lala udah mantap untuk berhijrah ke jalan Allah,"
"Masyaallah." Ucap Dika dan Niki bersamaan sambil terkekeh.
"Yaudah yuk masuk."
****
Dengan kasar Gezze menyingkirkan tangan perempuan berdress putih seksi yang tiba-tiba meraih lengannya dan mulai bergelayut manja.
"Minggir!"
"Lo apain gue semalem?" Gezze bertanya tanpa menatap perempuan itu.
"Gak ada, gue cuma tidur doang si. Kan perintahnya cuma itu lagian bayaran gue juga kurang kalo buat ng*we." Perempuan itu menyalakan rokoknya dengan santai.
Gezze berdecih seraya keluar dari kamar hotel dengan emosi tertahan.
"Jadi perempuan itu suruhan orang? Siapa sebenarnya yang tega menjebak aku?" Gezze menghela nafas frustasinya.
"Tasila." Gezze teringat dengan sang istri.
Ia pun buru-buru menghubungi nomor istrinya. Beberapa detik Ia menunggu jawaban namun nomornya masih tetap sama tak di angkat. Dan ketika Ia menelepon untuk keempat kalinya nomor itu sudah tidak aktif yang sepertinya Tasila memblokir nomornya.
Gezze pun berjalan gontai seraya menghentikan sebuah mobil taksi untuk mengantarnya pulang.
Sesampainya di rumah, Gezze pun langsung berjalan menuju kamar sambil memanggil-manggil nama istrinya. Atensi Gezze teralihkan ke arah lemari dengan pintu terbuka. Gezze pun berjalan menghampiri lemari tersebut dan mengecek isi didalamnya.
"Astagfirullah hala'dzim." Gezze semakin kalang kabut saat melihat jika isi didalam lemari tersebut kosong.
Gezze mendudukkan dirinya di tepi ranjang dengan ekspresi yang sulit di artikan. Ia saat ini benar-benar sedang bingung harus bertindak bagaimana.
Flashback on
Sidik
Ze gue kirim kopi ya biar lo gak ngantuk.
^^^Terserah.^^^
Mang Ecep yah yang bawain. Gue pen pulang istri gue cerewet banget.
^^^Terserah^^^
Etdah lo!
Gezze pun meletakkan handphonenya ke dalam saku dan kembali dengan pekerjaannya di depan layar laptop.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Gezze pun menyahut dengan menyuruh si pengetuk untuk langsung masuk. Sosok Pak Ecep si cleaning service pun terlihat.
"Ini Pak ada kiriman kopi dari Pak Sidik katanya biar Bapak gak ngantuk," Pak Ecep pun memindahkan kopi di atas nampan ke atas meja.
"Makasih ya Pak."
Flashback off
"Brengsek! Aku tepar setelah minum kopi dari Sidik."
Gezze mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia rasanya hampir stres memikirkan dua permasalahan sekaligus. Penghianatan sahabatnya dan kepergian istrinya yang entah kemana.
Gezze menarik nafas dalam sambil memejamkan matanya.
"Astagfirullah hala'dzim...." Gezze terus berdzikir untuk menenangkan hati dan pikirannya.