Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.
Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.
Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.
Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.
Kamu tak boleh terpuruk selamanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Acara lamaran berjalan lancar, nampak wajah wajah bahagia menghiasi hari bersejarah bagi dua insan yang di landa cinta. Orang tua Wardana bahkan begitu menerima kehadiran Luna dengan rasa haru dan cinta. Karena di usianya yang sudah kepala tiga, Wardana belum memiliki keturunan. Tanggal pernikahan juga sudah di tentukan, pihak dari Wardana tidak mau menunda nunda niat baik anaknya. Pun dengan Wardana yang memang juga sudah tidak sabar menjadikan Laras sebagai istrinya. Satu bulan lagi acara pernikahan akan di gelar, atas permintaan Laras, acara diadakan secara sederhana saja. Wardana dan seluruh keluarga tidak mempermasalahkan, yang penting sah di mata agama dan hukum. Meski acaranya sederhana, Wardana tidak mau memberikan seserahan yang sederhana. Rumah yang di tempati Laras juga usaha kos kosan miliknya akan di serahkan pada Laras dengan sertifikat atas nama Laras sebagai maharnya. Bahkan untuk seserahan juga tak kalah mewah, selain seperangkat alat sholat, Wardana juga membelikan barang barang mahal, seperti perhiasan, baju, sepatu, skincare, dan lain sebagainya dengan nominal yang tak tanggung tanggung. Laras hanya tercengang mendengar pemaparan calon suaminya untuknya.
"Terimakasih banyak mas, aku tidak tau harus berkata apa lagi. Sekali lagi terimakasih banyak, terimakasih sudah memberikan yang terbaik untukku tanpa aku memintanya." Lirih Laras yang sudah berkaca kaca, Wardana tersenyum manis dengan tatapan dalam.
"Kamu berhak untuk itu, Laras. Kamu wanita hebat dan istimewa di mataku. Jadilah istri yang baik untukku dan calon anak anak kita kelak. Untuk Luna, kamu tidak perlu khawatir. Aku akan menyayangi Luna seperti anakku sendiri, aku akan berusaha untuk bisa memberikan yang terbaik untuk kalian semampuku." Sahut Wardana lembut dan dengan berlahan mengeluarkan kotak berukuran sedang dari sakunya.
"Ini untuk Luna, simpan dan berikan ini nanti saat kita akan menikah. Biar dia tidak cemburu dan tidak merasa diabaikan. Karena setahuku, anak gadis itu sangat perasa. Aku tidak mau Luna merasa tidak di perhatikan, biarkan dia juga merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang kita rasakan." Laras menatap penuh syukur pada lelaki di hadapannya dengan perasaan haru. Selain mencintainya, Wardana juga begitu perhatian dengan Luna. Sampai sampai Wardana juga memikirkan perasaan Luna sejauh itu.
"Terimakasih, mas. Sekali lagi terimakasih banyak ya. Boleh aku buka, aku penasaran sama isinya." Balas Laras dengan bibir tersenyum.
"Buka saja, semoga cocok untuk Luna." Balas Wardana dengan tatapan yang tak beralih dari wajah calon istrinya. Dengan hati hati, Laras membuka isi kotak berwarna merah yang dia pegang, sesaat matanya terpaku dengan ala yang dilihatnya. Satu set perhiasan yang sangat elegan membuat Laras kehabisan kata kata untuk mengucapkan perasaan senangnya.
"Mas, ini bagus sekali. Aku yakin Luna pasti sangat senang menerimanya. Terimakasih banyak, mas, terimakasih." Sambung Laras dengan senyum merekah.
"Alhamdulillah, syukurlah kamu menyukainya. Semoga Luna juga sukses ya. Aku juga sudah menyiapkan untukmu yang tak kalah bagusnya. Tapi rahasia dulu, kamu harus sabar sampai hari pernikahan kita." Sahut Wardana dengan senyuman sumringah, Laras tersipu, hatinya benar benar bahagia dengan perlakuan Wardana yang begitu tulus menerimanya.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Sedangkan di lain tempat, Munaroh sangat gelisah. Perasaannya tidak enak dan dipenuhi prasangka. Belum lagi pada area intimnya terus mengeluarkan cairan berwarna putih. Dan mulai terasa gatal juga bau. Munaroh sangat cemas, tapi selalu menampik pikiran buruknya.
"Mungkin ini karena aku sedang stres saja, sedang banyak pikiran akhir akhir ini. Keputihan itu wajar terjadi, semua wanita juga pernah mengalami." Gumam Munaroh sambil menatap hampa hamparan rumput di hadapannya.
"Ma, ayah kok belum pulang pulang?" Tanya Brio yang menyusul ibunya di teras depan.
"Ayah masih jenguk nenek, nenek kan sakit. Paling besok juga sudah balik kesini, ada apa, Brio kangen ayah ya?" Sahut Munaroh yang berusaha menutupi rasa kesalnya pada Bimo yang pergi tanpa pamit. Munaroh tau kalau Bimo pulang kampung setelah menelpon Dewi.
"Oh, iya ma, Brio pengin main sama ayah." Balas Brio dengan wajah di tekuk. Munaroh menatap iba pada anaknya yang akhir akhir ini mulai tidak mendapatkan perhatian dari Bimo lagi, Bimo acuh tak acuh dan mulai jarang mau bermain dengan Brio.
"Apa mas Bimo punya selingkuhan ya, kenapa dia akhir akhir ini sikapnya berubah. Aku harus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, aku tidak akan tinggal diam kalau sampai dia berani macam macam." Batin Munaroh dengan pikiran pikiran buruk di otaknya.
Saat Munaroh larut dengan pikirannya sendiri, tiba tiba ponselnya berdering, nama kontak yang sangat dia rindukan akhirnya muncul juga setelah beberapa Minggu menghilang.
"Hallo mas, tumben ingat aku." Sambut Munaroh dengan nada di buat kesal. Lelaki di sebrang sana terkekeh mendengar selingkuhannya merajuk.
"Maaf roh, aku lagi ada kerjaan di luar kota. Ini aku menuju ke Surabaya. Besok kita ketemu ya, di tempat biasa. Aku kangen banget sama kamu, pengin kamu hangatkan." Sahut Agus, salah satu sopir di tempat di mana Bimo bekerja. Tanpa sepengetahuan Bimo, diam diam Munaroh menjalin hubungan dengan beberapa teman kerjanya Bimo.
"Tapi aku kamu kasih apa dulu, mas. Kalau cuma kamu tidurin saja ya ogah." Balas Munaroh tanpa malu dan sungkan. Padahal ada anaknya yang sedari tadi memperhatikan dengan wajah polosnya.
"Kamu tenang saja, nanti aku akan kasih kamu uang. Aku juga bawa oleh oleh kesukaan kamu, besok bikin aku puas ya, nanti aku kasih bonus lebih." Balas Agus semangat di ujung sana, meskipun tau kalau Munaroh sering tidur dengan beberapa teman sopirnya. Agus tak perduli, asalkan dia puas dan bisa bersenang-senang dengan Munaroh.
"Oke mas, kita ketemu besok dan aku jamin kamu gak akan kecewa." Balas Munaroh sumringah, tak lagi mengingat kalau dia adalah seorang istri yang seharusnya menjaga marwahnya sebagai perempuan. Setelah lama bercakap cakap, Munaroh mengakhiri obrolannya dengan Agus. Senyumnya kembali terbit menghiasi wajahnya yang bulat.
"Aku gak perduli, asal dapat uang semua pasti akan tetap baik baik saja. Salahnya sendiri jadi suami gak bisa mencukupi kebutuhan istrinya." Rutuk Munaroh yang sama sekali tidak takut akan dosa.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Hari hari berlalu, keputihan yang di alami Munaroh semakin menjadi. Bahkan baunya makin menusuk penciuman. Bimo sampai jijik dan tidak mau berhubungan badan dengan istrinya itu.
"Lebih baik kamu periksa ke dokter, takutnya itu penyakit yang berbahaya." Bimo menatap tajam ke arah Munaroh yang nampak frustasi dengan wajah masam.
"Tapi aku gak punya uang mas, warung akhir akhir ini sepi. Aku akan pergi ke dokter, mas Bimo kasih aku uangnya." Sahut Munaroh dengan mulut mengerucut. Tanpa banyak bicara, Bimo memberikan uang seratus ribu pada Munaroh.
"Besok pergilah periksa, aku gak mau tau, kamu harus sembuh. Gak mungkin aku terus menahan keinginan begini, bisa bisa aku cari perempuan lain." Sungut Bimo yang membuat Munaroh mendelik tak terima.
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..