The Wait Gets Duda Elegan

The Wait Gets Duda Elegan

Awal Mula

Satu jepretan foto berhasil didapatkan oleh seorang laki-laki menggunakan kamera canggihnya. Ia menurunkan kamera yang menghalangi pandangan matanya karena ingin melihat langsung objek manusia yang berhasil Ia jepret dengan kamera canggihnya itu.

Matanya mengerjap bingung melihat objek manusia yang menghilang tiba-tiba saat Ia menurunkan kameranya.

"Gezze," tubuhnya mengejut saat tangan seseorang menyentuh pundaknya.

"Sudah hampir maghrib mari ke masjid." laki-laki berjas hitam itu tersenyum tipis dan mengangguk pelan.

****

Seperti rutinitas paginya, Tasila kini berjalan sendirian di pinggiran jalan komplek untuk menuju ke arah sekolah tempatnya mengajar. Dan seperti biasa Ia akan bertemu dengan ibu-ibu komplek yang sedang membeli sayuran dan mereka akan menyapanya ramah lalu setelah itu menggunjinginya.

"Kasian ya si Tasila, cantik-cantik kok gak laku"

"Iya bu, udah 25 kok belum nikah-nikah. Anak saya umur 25 anaknya udah tiga tuh"

"Siapa suruh jadi perempuan galak-galak. Anak saya pernah nyapa dia tapi malah digalakin katanya"

"Iya. Sok jual mahal makanya jadi perawan tua"

Tasila geleng-geleng kepala saat telinganya sayup-sayup tak sengaja mendengar gunjingan para ibu-ibu itu. Ia hanya beristighfar dan lanjut berjalan tanpa memperdulikan.

Tasila duduk di halte penungguan angkutan umum sambil berdzikir menggunakan tasbih digitalnya.

Di dalam benaknya Ia sedang memikirkan acara resepsi pernikahannya yang akan berlangsung satu minggu lagi. Jujur sebenarnya ada kekhawatiran didalam dirinya karena laki-laki ini merupakan orang ketiga yang melamarnya dan kali ini sudah setengah jalan karena yang sebelum-sebelumnya pasti selalu gagal.

Tasila sangat berharap hari pernikahannya yang tinggal beberapa hari lagi ini akan berjalan lancar tanpa kendala apapun. Dan Ia berharap semoga kegagalannya selama ini bisa tergantikan dengan kebahagiaan karena datangnya laki-laki baik ini.

"Damara?" Tasila menoleh ketika mendengar seseorang menyebut namanya.

"Edric?" Tasila menatap laki-laki itu sekilas dan menunduk lagi.

Tasila mulai merasa was was dan takut. Kenapa laki-laki itu bisa ada ditempat ini? Dan kenapa bisa kebetulan sekali mereka bertemu?

Laki-laki itu tersenyum miring dan duduk di samping Tasila dengan jarak yang begitu dekat. Sontak Tasila pun langsung menggeser duduknya dengan jarak yang cukup jauh.

"Dih, kenapa lo? Biasanya kita peluk-pelukan kenapa sekarang lo menghindar? Apa karena penampilan lo? Cuma penampilan aja, kan? Sikap lo harusnya masih sama." Edric melipat kedua tangannya dan menatap Tasila intens.

"Berhenti menatap saya seperti itu! Kejadian itu sudah masalalu adakalanya saya berubah dan mengingat Tuhan saya." Edric terkekeh mendengar itu.

Dengan sengaja Edric mendekatkan duduknya dan secara spontan merangkul pundak Tasila dengan erat.

"Lepas!" Tasila meronta-ronta namun nampaknya tenaganya tak cukup kuat untuk menyingkirkan lengan kekar Edric.

Bugh...

"Aaa..." Jerit Tasila terkejut saat tiba-tiba saja seseorang memukul Edric dengan sekali bogeman.

"Arrgh siapa..." Ucapan Edric terhenti saat melihat wajah seseorang yang baru saja memukulnya.

Tanpa berkata apapun Edric langsung berlari pergi meninggalkan tempat itu.

"Terimakasih." Ucap Tasila menunduk tanpa menatap wajah laki-laki yang telah menolongnya itu. Toh dilihat juga dia menggunakan kacamata hitam.

Laki-laki itu tak menjawab. Ia menatap Tasila beberapa detik sebelum akhirnya berjalan pergi menghampiri mobilnya yang terparkir di depan sana.

Laki-laki itu tersenyum sekilas sebelum akhirnya melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Tasila menghela nafas legah. Ia menghapus keringatnya yang sudah menetes hingga ke dagunya.

"Untung ada Bapak tadi. Terimakasih ya Allah sudah mengirimkan bantuan." Tasila mengusap wajahnya merasa bersyukur.

****

"Ustadzah, sampean dipanggil Gus Dahlan." Ujar salah satu muridnya.

Tasila tersenyum lembut dan mengangguk. "Baik, terimakasih ya."

Setelah muridnya pergi Tasila pun membereskan buku-bukunya seraya membawa tumpukan buku itu dilipatan tangannya.

Tasila menatap pintu ruangan didepannya sambil tersenyum sekilas sebelum akhirnya berjalan masuk sambil mengucap salam. Tasila cukup dibuat bingung dengan ekspresi beberapa orang yang kini menatapnya namun, Ia berusaha untuk tetap tersenyum dan berhusnudzon.

"Ada apa ya Gus, Ustadz, Ustadzah?" Tasila menatap para pengajar dan calon suaminya itu.

Dahlan melipat kedua tangannya dan geleng-geleng kepala memperhatikan Tasila. Sontak mendapatkan tatapan tajam dari Gus nya membuat Tasila mendadak merasa takut.

Plak...

Semua orang menutup mulut mereka terkejut dengan sikap kasar Dahlan yang secara tiba-tiba itu. Mereka tidak menyangka jika Dahlan mampu melakukan itu kepada orang yang dicintainya.

Tasila memegang pipinya yang terasa panas perih akibat tamparan Dahlan. Ia mengangkat wajahnya dengan air mata yang sudah bergelimang di pelupuknya.

"Kamu saya pecat dan pernikahan kita batal!"

Tasila mendadak merasa tercekik saat mendengar pernyataan Dahlan.

"Ada apa ini Gus? Saya benar-benar tidak faham dengan apa yang sebenarnya terjadi." Tasila nampak kalang kabut.

Dahlan dengan cepat menunjukkan foto di handphonenya dihadapan mata Tasila. Ia juga menunjuk sebuah video lama milik Tasila.

"Astagfirullah hala'dzim." Tasila menutup mulutnya terkejut melihat hal itu.

"Kamu faham sekarang? Kamu pikir saya mau mempunyai istri yang sudah tidak tersegel seperti kamu? Harusnya dari awal saya sadar dengan kejanggalan yang ada di diri kamu. Jadi ini alasan kenapa kamu sudah berumur 25 tahun tapi belum menikah juga? Karena gak ada laki-laki baik-baik yang mau menerima perempuan seperti kamu."

Tasila terdiam mematung merasakan rasa sakit tak cuma dihatinya saja namun disekujur tubuhnya juga bak terkena kanker tulang dalam sekejap.

"Jangan pernah tampakan wajah kamu di pesantren ini lagi. Saya gak mau pesantren saya menjadi tercoreng gara-gara foto dan video ini. Dan saya harus melindungi murid-murid saya dari perempuan munafik seperti kamu!" Perintah Dahlan dengan amarah menggebu-gebu.

Tasila mengusap air matanya seraya berlari pergi meninggalkan ruangan itu, dan lingkungan yayasan.

Langkahnya terhenti di depan sebuah sungai yang cukup sepi.

"Ya Allah kenapa rintangan hijrah ku banyak sekali? Apakah engkau tak melihat perjuangan ku selama ini? Aku selalu berusaha menutupi aib ku tapi kenapa sekarang malah terbuka dengan sendirinya? Apa yang salah dengan ku ya Allah?" Tasila berjongkok dan menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan.

"Kenapa semua orang tidak ada yang percaya bahwa aku masih perawan? Demi Allah aku masih perawan!!!" Jerit Tasila kencang.

Dreet... Dreet...

Tasila merogoh handphonenya yang berdering. Ia pun mengangkat panggilan masuk tersebut yang ternyata dari Budhenya.

"Iya Budhe Tasila pulang sekarang"

****

"Pakdhe tolong Pakdhe, Tasila sudah tidak punya keluarga lagi selain kalian" Tasila berusaha memohon-mohon kepada Pakdenya.

Sang Pakdhe nampak menatap keponakannya prihatin namun Ia tidak bisa berbuat apapun karena ancaman istrinya.

"Biarkan dia pergi Pak. Aku tidak mau satu rumah dengan seorang pelacur seperti dia"

"Pakdhe, Budhe, Desi__"

Brak...

Tubuh Tasila mengejut saat tiba-tiba Budhenya menutup pintu dengan cukup kencang. Tasila menatap kopernya yang tadi sempat dibanting oleh sang budhe. Ia pun meraih kopernya dan berjalan pergi meninggalkan rumah itu. Sepertinya sudah tidak ada harapan lagi untuknya tetap menetap di rumah ini.

Gorden jendela terbuka dan menampilkan wajah licik seorang gadis berhijab maroon.

'Selamat tinggal Mbak, jangan ganggu aku dan Gus Dahlan lagi.'

Disepanjang jalan Tasila merasa malu ditatap aneh oleh para ibu-ibu komplek. Ibu-ibu itu nampak menunjuk-nunjuknya sambil sesekali melihat handphone.

"Denger dari Desi katanya dia udah gak perawan"

Deg...

Desi? Desi katanya? Desi sepupunya maksudnya? Tasila benar-benar shock jika memang Desi yang menyebarkan fitnah ini. Ia tau selama ini Desi jarang bersikap baik kepadanya. Tapi apakah harus gadis itu bersikap seburuk ini kepadanya?

Tasila mengusap air matanya dan berusaha tegar. Ia harus berjalan sampai gerbang depan dan mencari angkutan umum untuk segera pergi.

Terpopuler

Comments

Kamiem sag

Kamiem sag

semangat Tas, utk sukses hijrah harus kuat dan sabar
salam buat Desi dan Gus Dahlan

2024-05-04

0

jaran goyang

jaran goyang

𝑑𝑒𝑠𝑖.... 𝑛𝑛𝑡 𝑘𝑎𝑢... 𝑦𝑔 𝑔𝑘 𝑝𝑟𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑙𝑔...ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔 𝑘𝑎𝑢 𝑓𝑖𝑡𝑛ℎ 𝑡𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎

2024-05-04

0

HARTINMARLIN

HARTINMARLIN

assalamualaikum aku mampir di cerita mu

2024-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!