Kata orang, beda antara cinta dan benci itu sangat tipis. Kita bisa begitu mencintai dan sangat mudah berubah menjadi benci, begitu pula sebaliknya.
Begitupun kisah Cinta Arjuna, dimana benci mengalahkan logika. Namun, berubah menjadi cinta yang tidak terkira dan sangat pas rasanya disebut budak Cinta.
Zealia Cinta yang harus menderita dengan mengorbankan hidupnya menikah dengan Gavin Mahendra agar perusahaan yang dirintis oleh Omar Hasan (ayahnya) tetap stabil. Hidupnya semakin kacau saat dia menggugat cerai Gavin dan menjadi kandidat pengganti CEO di perusahaan tempatnya bekerja.
Arjuna Kamil, putra pemilik perusahaan menuduh Zea ada main dengan Papanya. Berusaha mendekati Zea untuk membuktikan dugaannya.
Siapa dan bagaimana rasa benci dan cinta mereka akhirnya berbalik arah? Simak terus kelanjutan kisah Zea, Arjuna dan Gavin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tingkah Arjuna
Bahkan saat ini Arjuna semakin mendekatkan wajahnya dan Zea sendiri tidak mengelak. Arjuna menge_cup bibir Zea dan tidak mendapatkan respon apapun. Kembali memberanikan diri untuk memagut bibir yang selalu terlihat menggoda.
Zea yang mendapati bibir mereka bertemu tidak menolak dan tidak merespon. Dia bingung dengan perasaannya sendiri, yang jelas saat ini jantungnya berdebar seperti bunyi beduk saat malam takbiran dan berharap Arjuna tidak mendengarnya.
Merasa Zea tidak menolak, Arjuna menahan tengkuk Zea dan meneruskan pagutannya. Zea pun larut dalam suasana akhirnya membalas Arjuna dengan membuka mulutnya. Kecu_pan yang berlanjut menjadi pagutan dan akhirnya saling melu mat.
“Bernafaslah!” titah Arjuna saat mengurai pagutannya. Keningnya masih menempel pada Kening Zea. Jika suasana terang akan jelas terlihat wajah Zea yang merona.
Kaku banget, amatir. Diajarin nggak sih sama Gavin gimana pemasan untuk enak-enak, batin Arjuna.
Zea mendorong tubuh Arjuna agar menjauh, “Sepertinya kita harus balik ke hotel.”
“Ayo, udah nggak sabar banget sih.”
“Eh, maksud aku ke kamar masing-masing. Aku sudah lelah,” ujar Zea.
“Baru juga pemanasan, mau aku ajari lagi nggak biar lebih luwes. Kamu malu-malu kayak anak peraw*n,” bisik Arjuna.
“Jangan aneh-aneh kamu. Ya memang aku masih peraw*nlah.” Zea beranjak berdiri meninggalkan Arjuna yang terpaku mendengar ucapannya.
Hah, apa aku nggak salah dengar. Kayaknya Zea bilang masih ….
“Ayo, cepat,” ajak Zea.
“Nggak sabar amat sih.” Arjuna akhirnya ikut berdiri lalu merangkul bahu Zea, berjalan menuju hotel dimana mereka menginap.
Saat berjalan, Zea menggoyangkan pundaknya agar tangan Arjuna tidak merangkulnya. Tapi bukannya terlepas, pria itu malah semakin mengeratkan rangkulannya.
“Juna, lepaskan tanganmu jangan sampai orang salah sangka dengan kita.”
“Salah sangka gimana?”
“Nanti dipikir aku ada hubungan dengan kamu,” jawab Zea.
“Memang kalau ada hubungan kenapa? Kamu nggak suka dekat dengan seorang OB.”
Zea berdecak lalu menurunkan paksa tangan Arjuna. “Status ku masih seorang istri, takut kamu lupa. Kalau ada yang mengambil gambar kita sudah pasti aku disebut selingkuh,” ujar Zea.
“Ya ya ya,” sahut Arjuna.
Saat Zea melangkah keluar dari lift, Arjuna meng ekornya dan ikut berhenti di depan kamar Zea.
“Jangan bilang mau ikut masuk?”
“Boleh gitu?”
“Ya nggak lah.”
“Tunggu dulu.” Arjuna menghentikan Zea yang sudah berhasil membuka pintu kamar. “Sudah berapa lama kamu menikah?”
“Hm, dua tahunan.”
Arjuna terkekeh, “Harusnya sudah expert dong, masa ciuman aja malu-malu mau,” ejek Arjuna.
“Kamu itu bener-bener nyebelin ya.”
“Tapi ngangenin. Maksudnya apa bilang masih peraw*n.”
“Ya memang masih karena ….” Zea menghentikan ucapannya lalu bergegas masuk.
“Zea tunggu.” Arjuna mendorong pintu kamar Zea tapi tidak berhasil, bahkan pintu tersebut sudah dikunci.
Arjuna memikirkan pengakuan Zea dan membuatnya semakin penasaran. Kalau memang benar dia masih suci artinya pernikahan Zea dan Gavin benar-benar hanya sandiwara dan tuduhan Zea ada main dengan Papinya juga salah.
“Nggak mungkin gue harus buktikan hal itu ‘kan,” gumam Arjuna.
Dalam kebingungannya Arjuna malah menuju kamar Leo. Berkali-kali menekan bel pintu kamar Leo dan akhirnya pintu dibuka oleh Leo yang berdiri dengan wajah kantuknya.
“Aku benar-benar menyesal mengajakmu ikut," ungkap Leo.
Arjuna mendorong pintu agar semakin lebar dan melangkah masuk meninggalkan Leo yang masih terpaku di pintu.
“Arjuna, bisakah malam ini aku tidur dengan tenang?” tanya Leo sambil menutup pintu.
Arjuna sudah merebahkan diri di sofa memandang langit-langit kamar, “Gue nggak minta lo untuk begadang.”
“Tapi adanya kamu di sini sudah pasti akan mengganggu acara tidurku,” sahut Leo yang sudah kembali berbaring di ranjangnya.
Huft.
“Aneh deh, menurut lo aneh nggak sih.”
“Anehlah, udah dikasih kamar sendiri ngapain juga malah kemari.”
“Ish, ini masalah Zea. Secara nggak sengaja dia mengaku kalau dirinya masih peraw*n,” ujar Arjuna sambil beranjak duduk. “Padahal pernikahan dia kurang lebih sudah dua tahun. Aneh nggak sih, berarti suaminya nggak pernah sentuh dia dan menurut gue kalau itu benar si Gavin bener-bener sakit jiwa. Dia main perempuan sana sini, sedangkan istrinya dia angguran padahal jelas-jelas orisinil banget.”
“Apa bedanya sama kamu?”
“Jelas bedalah,” elak Arjuna.
“Kamu juga tidur dengan perempuan sana sini tapi nggak pernah fokus pada satu perempuan.”
“Kam_pret, kita lagi bahas Zea bukan bahas gue.”
“Terus mau kamu apa? Membuktikan kalau Zea benar-benar masih orisinil?”
“Kalau perlu,” sahut Arjuna.
“Fix, kamu juga sakit jiwa. Aku mau tidur,” ujar Leo. Tidak lama kemudian terdengar dengkuran dari arah ranjang.
...***...
Zea sedang menikmati sarapan, berada satu meja dengan Leo dan rasanya seperti sedang diawasi oleh harimau yang siap menerkam. Bukan Leo yang membuat Zea merasa terintimidasi tapi pria di samping Leo yang tepat di hadapannya dimana menatap tajam ke arah Zea.
Semalaman Zea tidur tidak nyenyak karena memikirkan apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Arjuna. Walau hanya pertemuan bibir tentu saja membuat Zea tidak karuan. Di satu sisi dia merasa bersalah seperti sedang selingkuh tapi disisi lain dia merasa bahagia. baru kali ini ada laki-laki yang membuatnya melayang walaupun hanya sentuhan bibir.
“Juna,” tegur Leo.
“Apaan sih?” Arjuna belum melepaskan pandangannya pada wajah Zea, sambil menyesap kopinya.
Tentu saja jawaban Arjuna membuat Zea menegur Arjuna. Menurut pandangannya, Arjuna sudah tidak sopan menghardik Leo yang mana atasan mereka.
“Juna, kamu tidak sopan,” lirih Zea.
Arjuna menoleh pada Leo yang duduk di sampingnya. “Maaf, Pak. Lagi melamun.”
“Hari ini kamu temani lagi Ibu Zea ke lokasi project. Pagi-pagi melamun jorok ya kayak gitu, nggak konsen,” keluh Leo.
Zea terkekeh mendengar teguran Leo untuk Arjuna. Setelah Leo beranjak dari kursinya Arjuna malah berpindah duduk di samping Zea.
“Mau tahu apa yang aku lamunkan?”
“Nggak tertarik.”
“Tapi aku tertarik, bukan hanya tertarik tapi penasaran,” bisik Arjuna.
Zea menggeser kursinya agak menjauh dari Arjuna. “Kamu bisik-bisik mulu, geli tahu nggak sih.”
“Mau yang bikin lebih geli lagi nggak?”
“Ehhh.”
kpn kira2 zea bisa bahagia thor...
angel wes..angel..
piye jun....
bersambung....