Zu Satria Paksa

Tiga jam kemudian.

Zo keluar dari kamar sambil mengucek kedua matanya. Zo baru saja bangun dari tidurnya.

Sebenarnya masih sangat mengantuk tetapi teringat akan perkataan abangnya.

Zo mendekati kamar abang membuka pintu kamarnya.

"Bang" Seru Zo sambil masuk ke dalam.

Terlihat di atas kasur tidak ada siapa pun. Dan tidak disengaja mata Zo melihat Satria yang sedang merok0k dilantai balkon.

"Bang. Udah transfer belum?"

Zo mendekati Satria yang ternyata tengah melamun sambil memegangi hapenya.

Karena penasaran Zo sengaja mengintip. Di sana terlihat sangat jelas jika abangnya sedang memandangi foto profil cewek berjilbab.

"Abang lagi patah hati?"

Satria mendesis menoleh adiknya karena merasa terganggu.

"Kenapa ke sini Zo? Gue lagi pingin sendiri. Keluar sana"

"Gue keluar kalau lo udah tepati janji"

Zo menatap Satria sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Satria mendengus lalu mengirim uang pada Zo lewat aplikasi. Bukannya lupa sama janjinya pada Zo tapi dirinya memang sedang tidak mood, rasanya sangat malas mau melakukan sesuatu.

"Gue udah tepati janji dan lo nggak usah ikut-ikutan sama yang namanya taruhan"

"Hm"

Zo keluar kamar abang dan masuk ke kamar sendiri untuk mengambil hape.

Dan benar saja saat Zo membuka hape sudah ada notif dari aplikasi.

Dengan bibir yang tersenyum Zo mengirim pesan pada sang abang.

[ Makasih ya bang. Gue keluar dulu mau beli hapenya di mall ] send Abang.

Begitu pesannya sudah centang dua abu-abu Zo bersiap dan segera pergi dengan mobil yang ada di garasi.

Orang tua Satria dan Zo adalah orang terpandang dan bisnisnya juga tergolong banyak jadi Zo bukan lah orang yang susah. Jadi tidak terlalu pusing jika motor Zo sedang ada di bengkel.

Zo menjalankan mobil keluar halaman rumah.

Dan di atas balkon sini Satria terkejut melihat sang adik mengendarai mobil.

"Zo kenapa pakai mobil? gue harus segera susul dia"

Satria segera bersiap dan secepatnya ingin menyusul sang adik.

Bukan tanpa alasan Satria sekhawatir ini pada adiknya. Melainkan Zo baru saja bisa menyetir mobil sejak beberapa bulan yang lalu. Dan Papa Mama belum mengizinkan Zo pergi dengan mobil sendirian.

Di dalam perjalanan Zo sangat menikmati fasilitas yang ada di dalam mobil. Walaupun bukan mobil paling mahal sedunia tapi mobil ini sudah termasuk mewah.

"Yeheee! Gue udah bisa tunjukan ke papa dan mama kalau sekarang gue udah bisa bawa mobil sendiri" Zo merasa senang.

🛐🛐🛐🛐

Di dalam kost gadis berjilbab terlihat sudah berdandan rapih karena ingin menjemput ibu dan papanya yang ternyata datang ke jakarta tanpa sepengetahuannya.

Katanya mereka sengaja tidak memberitahu karena ingin memberikan kejutan untuknya.

"Parfum udah, blazer udah, rok hitamnya juga sudah"

Gadis yang tidak lain adalah Eria. Ia sedang mematut dirinya di depan cermin.

Tulalit tulalit...

Eria mengambil hape yang berdering di atas kasur. Di sana terpampang jelas nama papa memanggil dirinya.

"Assalamualaikum. Papa sudah sampai dimana? Ini Eria udah siap jemput"

Ucap Eria sesudah menyentuh tombol hijau.

"Papa dan ibu sudah sampai didepan kost. Tapi kost kamunya yang disebelah mana?" Ibu yang berbicara.

Eria terkejut lalu buru-buru keluar dari kost untuk memastikan kedua orang tuanya.

Begitu pintu kost terbuka Eria terhenyak ternyata benar, ibu dan papanya ada di depan kost miliknya.

"Pa bu!" Eria melambai tangan dan kedua orang tuanya menoleh.

"Itu Eria pa" Ibu menarik lengan papa menunjuk ke arah Eria.

"Ayo bu kita ke sana"

Mereka bertiga pun saling berpelukan seperti halnya sudah tidak bertemu berpuluh-puluh tahun.

Eria pastikan jika ada orang lain yang melihatnya, mereka pasti akan memaki bahkan menghina dirinya dan menganggapnya lebay.

Tapi Eria masa bodoh tidak peduli dan tidak ingin memikirkan hal yang tidak terlalu penting baginya.

Setelah acara kangen-kangenan selesai Eria meminta ibu dan papanya masuk. Eria segera membuatkan minum untuk kedua orang tuanya.

"Eria kok kamu memilih kost yang ukurannya kecil?" Papa meneliti setiap sudut kamar kost.

Di sela mengaduk teh manis Eria tersenyum mendengar pertanyaan papa.

"Kan biar hemat Pa"

"Hemat sih hemat tapi Papa kurang suka, kamu cari yang lain saja"

"Benar kata Papa mu Ri" Ibu menyahut.

Eria tertawa kecil mendengar kedua orang tuanya yang mengomentari pilihan kostnya.

"Tapi Eria nyaman tinggal disini bu. Selain harganya yang murah tapi kost ini dekat sama kampus. Eria jadi lebih hemat lagi"

Sambil meletakan kedua teh manis untuk ibu dan papa diatas meja.

"Minum dulu bu pa"

"Makasih Eria. Ternyata anak papa dan ibu sudah besar ya sudah bisa membuat teh" Puji Papa.

"Ih papa meledek" Eria tak suka menjatuhkan bokong dikursi yang ada.

Ibu dan papa terkekeh melihat wajah anak gadisnya yang jadi cemberut. Papa dan ibu yang sejak tadi berdiri pun jadi ikut duduk.

Papa disisi kiri Eria dan ibu ada disisi kanan.

"Gimana kuliah kamu?"

"Ya nggak gimana-gimana Pa. Aku udah cocok kuliah di jakarta aku juga betah tinggal disini" Jawab Eria sambil memeluk ibu.

Ibu tersenyum karena Eria masih sama seperti dulu dia suka tiba-tiba memeluknya.

"Sukur lah kalau kamu cocok dan betah. Papa jadi lega dan tenang"

"Iya. Ibu juga lega dan tidak kepikiran kamu terus takut kamu tidak betah dan nyaman di jakarta" Ibu menyahut.

"Emang ibu sama papa kepikiran Eria disini?" Eria menatap kedua orang tuanya bergantian.

"Orangtua mana yang tidak kepikiran jika berjauhan sama anaknya. Apa lagi anak gadis ibu sangat cantik" Jawab ibu mencubit gemas pipi Eria.

Yang di cubit cemberut berbeda dengan hatinya yang justru senang.

"Eria emang cantik bu kan Eria cewek" Celetuk Eria melepas pelukan pada ibu.

"Kamu ini. Kalau dipuji harusnya mengucap terima kasih malah jawabnya becanda"

Papa menggeleng mendengar jawaban Eria. Mengambil teh manis yang dibuat anak gadisnya lalu meminumnya.

"Iya deh iya. Maaf Eria salah" Eria mengalah.

Ibu menggeleng heran dengan anak dan suaminya yang justru seperti kucing dan tikus.

"Tapi satu pesan ibu untukmu Ri" Ibu menatap Eria serius.

"Apa bu?"

"Kamu harus fokus kuliah jangan dulu pacaran kamu masih kecil belum cukup umur"

Hah!

Eria cengo.

Menatap ibu tak berkedip sekaligus mencerna perkataan ibu barusan.

Kenapa kata-kata ibu persis sama kata-kata kak Mikel?

Apa mereka setongkol?

Eh sekongkol?

Astaga!

Melihat Eria melamun ibu menepuk lengannya membuat Eria tersadar.

"Kamu dengar pesan ibu kan?"

"I-iya bu"

"Tapi nggak janji" Lanjut Eria dihati.