Wanita, seorang insan yang diciptakan dari tulang rusuk adamnya. Bisakah seorang wanita hidup tanpa pemilik rusuknya? Bisakah seorang wanita memilih untuk berdiri sendiri tanpa melengkapi pemilik rusuknya? Ini adalah cerita yang mengisahkan tentang seorang wanita yang memperjuangkan kariernya dan kehidupan cintanya. Ashfa Zaina Azmi, yang biasa dipanggil Azmi meniti kariernya dari seorang tukang fotokopi hingga ia bisa berdiri sejajar dengan laki-laki yang dikaguminya. Bagaimana perjalanannya untuk sampai ke titik itu? Dan bagaimana kehidupan cintanya? Note: Halo semuanya.. ini adalah karya keenam author. Setiap cerita yang author tulis berasal dari banyaknya cerita yang author kemas menjadi satu novel. Jika ada kesamaan nama, setting dan latar belakang, semuanya murni kebetulan. Semoga pembaca semuanya menyukainya.. Terimakasih atas dukungannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Selingkuh?
“Non, kamu dan Priyo benar menikah?” Tanya Budi saat sedang menata barang bersama Azmi.
“Benar, Mas.” Jawab Azmi singkat.
“Kenapa aku melihatnya seperti kalian itu hanya dua orang yang tinggal bersama tanpa ada rasa cinta?”
“Maksud Mas Budi bagaimana?”
“Kalian itu tidak terlihat seperti orang menikah! Jangan bilang kalian belum berhubungan!”
Deg!
Azmi terkejut dengan perkataan Budi, tetapi ia berusaha sewajar mungkin.
“Perasaan Mas saja itu!”
“Benar, Non! Aku juga pernah menjadi pengantin baru! Pengantin baru itu hawanya ingin berduaan, mesra-mesraan. Sedangkan kalian tidak! Bahkan berbicara pun jarang, hanya sesekali saat Priyo meminta part!”
“Apa terlihat seperti itu?”
“Ya! Coba kamu tanyakan kepada yang lain!” Azmi terdiam.
“Setiap orang berbeda, Mas. Tidak bisa disamakan.”
“Jadi kalian adalah tipe yang bermesraan di rumah dan profesional di tempat kerja?” Azmi tidak menjawab, melainkan meninggalkan Budi untuk menuju rak yang lain.
Percakapan keduanya ternyata di dengar oleh Pak Suwito. Mendengar hal tersebut bukannya merasa prihatin dengan rumah tangga Azmi, beliau justru tersenyum. Entah apa yang dipikirkannya, Pak Suwito kembali ke ruangannya.
Siang hari di jam istirahat, Priyo bersiap untuk tidur siang di tempat istirahat. Tetapi tak jadi tidur karena teman-temannya justru mengapitnya, mengajaknya bermain kartu. Sambil bermain kartu, mereka mulai membicarakan hal-hal yang sedang ramai dibicarakan di kantor mereka termasuk skandal. Skandal yang sedang ramai diperbincangkan adalah salah satu admin Departemen Plan yang menjadi simpanan manajer Plan.
Setelah kesana-kemari membahas skandal, salah satu dari mereka menyinggung nama Azmi. Bukan menyinggung karena skandal, melainkan karena sikap Priyo yang terasa hambar di matanya.
“Apa kalian bertengkar?” Tanya mereka serempak.
“Tidak.”
“Kami ini sudah berkeluarga semua, kalau ada masalah kamu bisa share siapa tahu salah satu dari kami bisa membantu.”
“Aku belum, Mas!” Protes salah satu dari mereka.
“Kamu tidak masuk hitungan karena kamu itu masih anak-anak! Dilarang ikut campur!”
“Aku juga mau dengar, Mas. Buat nambah pengalaman.”
“Boleh juga! Tapi dengarkan saja, jangan berkomentar! Bagaimana, Yo?”
“Apanya?” Tanya Priyo yang sedari tadi tidak tertarik dengan pembicaraan teman-temannya.
“Punya istri cantik itu jangan dianggurin tapi dimuliakan.”
“Benar itu, Yo!”
“Kalian urus saja rumah tangga kalian! Kenapa jadi mengurusi rumah tanggaku!” Priyo mulai kehabisan kesabaran.
“Hey, Yo! Kami ini peduli, bukan mencampuri urusan!”
“Kalau kalian peduli, jangan bicarakan masalah rumah tanggaku! Aku bisa mengatasinya!” Priyo meninggalkan ruang istirahat.
Ia memilih untuk pergi ke masjid untuk menenangkan diri. Tetapi saat berjalan menuju masjid, Priyo melihat Azmi dari kejauhan. Istrinya sednag berjalan dibelakang laki-laki paruh baya yang ia kenal sebagai manajer Warehouse. Pemandangan yang wajar, tetapi tidak wajar dimata Priyo karena Azmi hanyalah asisten admin. Yang wajar adalah admin yang menemani manajernya.
Diam-diam Priyo memperhatikan interaksi Azmi dengan atasannya dari kejauhan. Tidak ada yang aneh saat mereka memasuki office. Tetapi ketika mereka keluar dari office, keanehan Priyo lihat saat Azmi berjalan lebih dulu dengan manajer Warehouse dibelakangnya. Priyo laki-laki, ia tahu makna pandangan manajer Warehouse terhadap istrinya walaupun dari kejauhan. Ada rasa sesak di hatinya.
Sementara itu, Azmi yang berjalan semakin mempercepat langkahnya karena merasa tak nyaman. Pak Suwito memaksanya untuk berjalan didepan, sehingga Azmi yang memimpin jalan. Entah mengapa sikap Pak Suwito tiba-tiba berubah siang ini. Biasanya beliau galak, tetapi tiba-tiba menjadi lembut dan mengandalkan Azmi, membuatnya was-was mengingat peringatan Serli.
“Bagaimana, Non?” Tanya Budi.
“Kenapa tidak Mas Budi saja yang berangkat?”
“Kamu yang diminta, mana bisa aku yang berangkat?”
“Aku takut.” Cicit Azmi.
“Takit apa?”
“Bos bersikap aneh.”
Aneh bagaimana?”
“Biasanya galak! Ini tadi berubah lembut, bahkan memujiku dihadapan Pak Katiyono dan Pak Jaka! Merinding rasanya.” Kata Azmi sambil menggosok-gosok kedua lengannya bersamaan.
“Hati-hati ya, Non!”
“Jadi, yang dikatakan Mbak Serli benar?”
“Serli?” Tanya Dino yang baru saja bergabung.
“Ya, admin HR.” Budi dan Dino saling pandang.
“Iya.” Jawab keduanya bersamaan.
Azmi bergidik ngeri. Tetapi ia juga tidak mau resign seperti yang diinginkan suaminya. Ia bekerja untuk menghasilkan uang dan bisa membantu meringankan kedua orang tuanya. Mungkin ini adalah ujian untuknya.
“Mi, ada Priyo!” Teriak Ipit dari luar.
Azmi segera berlari keluar untuk menemui suaminya. Priyo meminta izin kepada Ipit untuk membawa Azmi sebentar. Mereka berbicara berdua di pojokan antara Warehouse dan gudang hose.
“Kamu darimana?” Tanya Priyo.
“Dari office, Mas. Tadi ada breafing sebentar dengan HR dan Operation, masalah pengadaan solar.”
“Dengan siapa?”
“Dengan Bos Suwito.”
“Kenapa kamu? Bukankah kamu hanya asisten admin?”
“Aku juga bingung. Biasanya Mas Budi yang berangkat. Aku juga baru kali ini ditunjuk.” Priyo terdiam sejenak.
“Hati-hati dengan Bos mu. Jaga dirimu!”
“Iya, Mas. Aku juga tak nyaman.”
Seketika Azmi menegang karena Priyo tiba-tiba memeluknya.
“Nanti dilihat orang, Mas!” Cicit Azmi.
“Sebentar saja!”
Beberapa menit kemudian, Priyo melepaskan istrinya dan mengusap pipi Azmi lembut, sebelum akhirnya pamit. Pemandangan tersebut terlihat oleh salah satu admin Plan yang kemudian menyebarkan berita kalau Azmi selingkuh, karena ia melihat tidak melihat Priyo. Sudut yang dilihatnya hanya terlihat Azmi yang dipeluk tanpa membalas, sehingga beranggapan kalau Azmi selingkuh.
Segera berita tersebut tersebar, tetapi Azmi tidak tahu. Priyo tahu berita tersebut saat sudah dirumah karena membaca pesan grupnya yang ramai. Tanpa mencari tahu kebenarannya, Priyo segera mencari Azmi yang sedang mencuci pakaian di kamar mandi.
“Kamu selingkuh?” Tanya Priyo.
“Selingkuh? Apa maksudnya, Mas?”
“Katakan saja! Apa benar kamu selingkuh?” Azmi mematikan mesin dan mengeringkan tangannya.
“Tidak.” Jawabnya singkat dihadapan Priyo.
“Apa buktinya kalau kamu tidak selingkuh?”
“Buktinya? Aku masih perawan!”
“Perawan tidak menjadi ukuran kamu tidak selingkuh!”
“Bagaimana aku mau selingkuh, Mas? Sedangkan bersamamu saja aku masih grogi!” Azmi tidak terima disudutkan.
“Siang ini siapa yang memelukmu?” Mata Priyo menatap tajam.
“Kamu!”
“Selain aku?”
“Tidak ada!”
“Bohong!” Priyo meninggikan suaranya.
“Untuk apa aku berbohong, Mas? Dari tadi aku menjawabmu dengan jujur! Jika aku ada niatan untuk selingkuh, mana mungkin bisa ketahuan? Sudah pasti akan aku sembunyikan darimu. Tidak perlu kamu seperti ini!”
Jawaban Azmi bukannya menenangkan, justru membuat Priyo semakin marah. Tanpa mengucapkan satu patah kata, Priyo meninggalkan Azmi begitu saja. Sedangkan Azmi yang tidak merasa bersalah, melanjutkan cuciannya dan menjemurnya setelah mesin pengering berhenti.
Bug!
Azmi terkejut dengan suara tersebut dan berlari mencari sumber suara.
“Mas!” Teriak Azmi melihat buku-buku kari Priyo berdarah.
“Kenapa bisa seperti ini?” Tanya Azmi yang membersihkan luka dengan antiseptik, tetapi Priyo hanya diam.
Setelah membersihkan luka, Azmi mengoleskan saleb dan memasangkan plester seadanya karena tidak ada kasa. Priyo sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya, mengapa perasaannya tidak karuan saat mendengar istrinya selingkuh?