Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hareudang
"Mamah!" Kesal Lisa seraya meletakkan garam tadi dengan kasar.
"Kenapa sih, Neng?" tanya Mamah saat melihat wajah kusut anaknya.
"Masak Eneng digosipin jadi cewek matre karena milih Pak Erkan yang bakal jadi suami Eneng. Pikasebelen."
"Siapa? Buk Ratna?"
Lisa mengangguk.
"Gak usah ditanggepin, biarian aja orang kayak gitu mah. Tar juga malu sendiri. Mamah sama Abah udah mutusin kalau acara kamu nanti harus besar-besaran. Abah juga mau beli tiga sapi. Biar mulut mereka diam."
"Jadi Mamah teh udah tahu?"
"Tahu lah, orang udah heboh di grup kampung. Tapi Mamah mah selow aja. Gak salah juga mereka, kita kan emang milih mantu orang kaya. Biar hidup kamu mamkmur, hehe."
"Ih si Mamah mah malah bercanda. Tadi itu ada ibu-ibu yang nyinyir, terus ngatain Eneng matre. Ya udah Eneng balas aja deh."
"Balas gimana? Kamu pukul?"
"Iya."
Mamah terkejut mendengarnya. "Kamu mukul mereka, Neng?"
Lisa terkekeh lucu. "Iya, tapi pake kata-kata. Mangap tuh mulut mereka."
Seketika tawa Mamah Endang pun pecah. "Hebat, itu baru anak Mamah. Sekarang mah ngelawan mereka itu jangan pake otot, tapi pake otak. Malu-malu deh mereka."
Keduanya pun tertawa bersama. Seolah gosip itu adalah hiburan tersendiri untuknya.
Berbeda dengan Lisa dan Mamahnya yang kelihatan bahagia, tetapi tidak untuk Buk Ratna yang terlihat ambek-ambekkan karena merasa di permalukan oleh Buk Kades. Niat hati ingin mempermalukan keluarga Lisa, justru senjata makan tuan. Bagaimana tidak. Dengan blak-blakan Buk kades mengundang seluruh warga dan mengatakan akan memotong sapi tiga ekor. Tentu saja para warga kesenengan dan malah mencibirnya karena sudah membuat gosip nyeleneh.
Dengan kesal Buk Ratna menggulir chat di grup kampung yang sedang heboh membahas acara Lisa nantinya.
Duh... beruntung ya Buk kades punya mantu kaya raya. Bisa buat acar gede-gedean.
Wah, untung gak jadi sama yang ono noh. Kalau jadi pasti acaranya cuma bisa motong ayam doang. Hahaha...
Iya nih, kayaknya kudu siapin amplop gede buat buk kades. Makan rendang daging sapi soalnya. Jangan lupa kakinya di sop ya, Buk Kades.
Saya tunggu udangan resminya, Buk Kades. Pasti undangannya kayak di tivi-tivi yang tintanya emas.
Sangking panasnya, Buk Ratna melempar ponselnya ke atas meja dengan kasar. Pak Jaka yang melihat itu cuma bisa menghela napas berat. "Jangan dibanting, nanti gak kebeli lagi."
"Bapak mah gak ngerti perasaan Mamah."
"Udah Bapak bilang, jangan buat ulah. Sekarang malu sendiri kan? Bapak yakin Mamah gak berani keluar rumah."
Buk Ratna mendengus sebal dan langsung beranjak menuju kamarnya sambil menghentak-hentakkan kaki. Pak Jaka yang melihat itu cuma bisa menggeleng.
****
Beberapa hari kemudian, rumah Pak kades kembali heboh karena tiba-tiba ada yang mengantar mobil pajero.
"Abah, Mamah! Mobil Aa udah datang." Teriak Asep kegirangan. Mendengar itu semua langsung keluar. Bahkan tetangganya ikut ngintip di pagar rumah karena kepo.
"Ada apa sih, A?" Tanya Lisa yang baru bangun dari tidur siangnya. Namun matanya langsung melotot saat melihat mobil baru yang sudah terparkir di depan rumah.
"Ya Allah, jadi Erkan teh beneran beliin kamu mobil?"
"Enya, Mah. Ini buku hitamnya juga atas nama Aa. Ya Allah, terima kasih sudah memberikan adik ipar yang kaya raya. Besok minta apa lagi ya?"
Pletak!
Asep mengaduh karena kepalanya kena jitakan si Mamah. "Sakali dei kamu teh minta yang aneh-aneh sama mantu Mamah. Mamah pites-pites."
Asep mengelus kepalanya dan sedikit menjauh. "Cuma bercanda, Mamah."
Lisa menatap mobil itu tidak terlalu senang. "A, Eneng mau balikin mobil ini ke Pak Erkan. Sini bukunya. Gak bener ini teh, kita kayak meres Pak Erkan."
"Lah, udah di kasih kok malah dibalikin sih? Aa gak setuju." Asep langsung menjauhkan diri dari Lisa.
"Aa teh kayak jual Eneng tahu gak sih? Eneng pikir Aa cuma bercanda minta mobil. Kalau gini Eneng gak setuju. Malu tahu Eneng sama keluarga Pak Erkan." Seru Lisa dengan mata berkaca-kaca.
Mamah yang melihat itu langsung mendekati putrinya. "Neng."
"Mamah, Eneng gak bisa nerima mobilnya. Eneng malu. Kalau gini semua orang makin percaya kalau Eneng teh matre. Eneng gak mau, Mamah." Lisa pun menangis dalam pelukan Mamahnya.
Asep yang melihat itu merasa tidak tega, ia melihat kedua orang tuanya. Kemudian menatap Lisa yang masih sesegukkan.
"Ya udah, ini Aa balikin." Asep memberikan buku kepemilikan mobil itu pada Lisa. Kemudian ia pun masuk ke dalam rumah dengan tak semangat.
Abah pun mendekati Lisa, kemudian menepuk pundak putrinya. "Udah jangan nangis, besok Erkan balik ke sini kan? Kita balikin ini sama-sama. Maaf atas sikap Aa kamu yang kekanakan. Abah juga gak nyangka Erkan beneran ngabulin permintaan Aa kamu."
"Udah jangan nangis, malu di denger tegangga."
"Wah, mobil baru ya buk Kades, Pak Kades?" Sapa para tetangga yang tadi sempat penasaran karena ribut-ribut di rumah kepala desanya.
"Ah, iya." Jawab Mamah menepuk pundak Lisa supaya anaknya itu tidak menangis lagi karena beberapa tetangga terus berdatangan.
"Wah... dibeliin sama calon mantu ya?" Tanya yang lainnya.
Namun, Lisa, Mamah dan Abah tidak berniat menjawab.
"Loh, Neng Lisa kenapa nangis? Terharu ya di kasih mobil mewah? Duh... senang ya mau nikah sama orang kaya. Dikasih mahar besar, mobil mewah, besok apa lagi ya?"
Lisa semakin mengerut tidak suka, ia tahu perkataan emak-emak itu bukanlah pujian melainkan cibiran secara halus.
"Ibu-ibu teh kenapa jadi pada ngumpul ke sini? Kepo banget kayaknya ya sama kehidupan kami?"
"Loh... gak gitu kok, Buk. Kami kan cuma mau lihat mobil barunya aja."
"Iya, soalnya penasaran aja tadi ada yang bawa mobil baru. Kirain siapa yang beli?"
Lisa yang mulai kesal pun langsung beranjak masuk. Membuat emak-emak kepo itu merasa heran.
"Buk, Neng Lisa teh kenapa?"
"Gak kenapa-napa kok, cuma terlalu bahagia aja. Namanya juga dapat mobil baru. Masuk dulu yuk, kasian Ibu-ibu kepanasan, tuh sampe keringatnya bercucuran. Hareudang nya?" Ajak Mamah Endang menekan kata 'hareudang' dengan jelas.
Emak-emak itu pun cuma bisa tersenyum masam. "Gak usah ah, Buk. Kami cuma lihat aja. Duh... jadi pengen punya mantu kaya biar bisa dibeliin mobil mewah."
"Kalau aku sih gak mau, tar dikira meres lagi."
"Ya ampun buk Evi mulutnya. Ini bukan meres namanya, Ibu-ibu. Tapi mantu saya teh pengertian. Besok-besok saya kenalin deh anak ibu sama temennya Erkan." Ujar Mamah Endang tanpa niat.
"Emang ada, Buk? Boleh lah kalau gitu. Mana tahu bisa di kasih mobil alphard." Ujar Buk Evi yang sepertinya melupakan kata-katanya sendiri.
Mamah Endang tertawa renyah. Cih, ngomongin orang meras mantu. Lah tadi situ ngomong apa?
"Banyak temennya Erkan mah. Tapi gak tahu ya, mereka mau di peras atau enggak kayak Erkan hehe. Soalnya agak susah kalau dapat mantu kayak Erkan. Pasti temen-temennya liat-liat juga kalau mau cari calon. Gak sembarangan cari istri." Ujar Mamah Endang penuh penekanan.
Seketika wajah ibu-ibu itu merah padam karena malu.
"Ya udah, Buk kades. Kami pamit dulu ya? Jangan lupa undangannya. Kami tunggu loh, pengen banget makan daging rendang."
Mamah Endang pun tertawa renyah. "Aman, satu kampung saya undang. Kan sapinya tiga. Gak bakal kehabisan pokokna mah."
"Iya, Buk. Hayuk atuh kami pamit dulu. Assalamualaikum." Emak-emak itu pun buru-buru pergi.
"Waalaikumsalam."
Mamah Endang memiringkan bibirnya mengejek ibu-ibu culas itu.
"Udah, ayok masuk." Ajak si Abah menarik istrinya masuk.
"Hareudang, Bah. Hareudang liat mobil baru." Mamah mengibas-ngibas bajunya dan langsung beranjak masuk. Abah yang melihat itu cuma bisa menggeleng. Ya... memang harus berlapang dada kalau tinggal di kampung mah. Apa lagi punya kedudukan tinggi, sudah pasti jadi buah bibir warga.