Karena latar belakang Shazia, hubungan nya bersama Emran tak direstui oleh orang tua Emran. Tapi adiknya Emran, Shaka, diam-diam jatuh hati pada Shazia.
Suatu hari sebuah fakta terungkap siapa sebenarnya Shazia.
Dengan penyesalan yang amat sangat, orang tua Emran berusaha keras mendekatkan Emran dan Shazia kembali tapi dalam kondisi yang sudah berbeda. Emran sudah menikah dengan wanita pilihan orang tuanya sekaligus teman kerja Shazia. Dan Shaka yang tak pernah pantang menyerah terus berusaha mengambil hati Shazia.
Apakah Shazia akan kembali pada pria yang dicintainya, Emran atau memilih menerima Shaka meski tak cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annami Shavian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman nongkrong
Aliyah mengintip ke luar melalui celah tirai yang disibak sedikit sebelum membuka pintu. Antisipasi saja. Meski ia tinggal di tempat yang terbilang aman, tapi ia tetap harus berhati-hati pada orang asing. Apalagi ini sudah mendekati tengah malam.
Mata Aliyah menyipit kala melihat seseorang sedang berdiri dengan posisi menghadap pada pintu." Siapa ya?" Aliyah berbisik pada dirinya sendiri. Ia sama sekali tak dapat melihat wajah pria tersebut karena tertutup helm. Tapi jika dilihat dari pakaian nya sepertinya orang itu seorang laki-laki.
"Apa orang itu kurir yang mau anterin paket nya Shazia !" terka Aliyah saat sorotan nya mengarah pada kantong plastik yang ditenteng pria tersebut. Barang kali kurir tersebut kemalaman antar kan paketnya.
Aliyah lalu melihat ke arah ruang keluarga, Shazia sudah tak nampak lagi di sana. Sepertinya putri nya itu sudah masuk ke kamar mandi.
"Ya sudah lah. Biar aku saja yang terima paketnya," putus Aliyah setelah meyakinkan diri bahwa orang tersebut pasti kurir yang ingin memberikan paket untuk Shazia. Kemudian, Aliyah segera melangkah ke arah pintu.
Aliyah langsung disambut senyuman lebar pria tersebut begitu ia membuka pintu.
"Assalamualaikum. Selamat malam, mba !!" Sapa pria tersebut.
Mba !! Aliyah terbengong sesaat. Apa dirinya terlihat muda banget sampai pemuda ini menyebutnya mba? Aliyah lantas tersenyum canggung.
"Waalaikum salam. Selamat malam juga. Mas nya mau antar paket untuk anak saya, Shazia ya?" Tanya Aliyah to the point.
Kini giliran pria tersebut yang terbengong dengan bibir menganga sekian inci. Entah apa yang di pikirkan pria tersebut.
"COD atau_"
"Ma-ma-af, mba, Bu, eee..." Pria tersebut memotong ucapan Aliyah, tapi ujung-ujungnya, ia garuk-garuk helm seperti kebingungan harus memanggil Aliyah apa, mba atau ibu. Mungkin manggil mba terlalu muda, dan panggil Ibu terlalu tua. Pria tersebut tak bisa mendefinisikan wanita di depan nya ini sudah tua apa masih muda dan panggilan yang paling pas untuk nya.
Aliyah yang seakan mengerti pun lantas mengulas senyum.
"Panggil saya ibu saja, mas."
"Ibu !" Alis pria tersebut tertaut.
"Iya, ibu. Saya ini sudah punya anak gadis yang mungkin usianya enggak beda jauh sama mas nya. Jadi lebih cocok dipanggil ibu dari pada mba," tutur Aliyah lembut.
"I-iya, heee...." Pria tersebut menyengir kikuk.
"Itu paket atas nama Shazia, kan ?" Tanya Aliyah. Tatapan nya terarah pada kantong plastik putih.
"Ini !" pria tersebut mengangkat kantong plastik yang ditenteng nya.
Aliyah mengangguk.
"Iya benar, Bu. Ini punya mba Shazia. Tapi mohon maaf sebelumnya. Saya cuma ingin bilang kalau saya sebenarnya bukan kurir, Bu," jelas pria tersebut.
Aliyah tampak sedikit terkejut." Bukan kurir. Lalu?"
"Iya, Bu. Saya bukan kurir. Tapi saya temannya mba Shazia."
Aliyah tampak terdiam sebelum ia lanjut bertanya." Oh ya. Teman kerja atau_"
"Teman nongkrong," potong cepat pria tersebut.
"Teman nongkrong ?" Tanya Aliyah yang kurang percaya. Apa iya Shazia suka nongkrong dengan pria ini?
"Benar, Bu." Pria tersebut meyakinkan Aliyah. Bahkan, tampang nya saja memancarkan wajah serius.
Aliyah manggut-manggut dengan bibir membentuk huruf O. Menatap pria tersebut dengan tatapan antara percaya dan kurang percaya. Apa iya puterinya yang sholehah itu sering nongkrong bareng dengan seorang pria yang......Aliyah memindai penampilan pria tersebut dari atas ke bawah.
"Perkenalkan, Bu. Nama saya Shaka. Nama lengkapnya, Shaka El Rumi Abidzar."
Ditengah Aliyah memindai penampilannya, pria tersebut memperkenalkan dirinya bernama Shaka berikut nama lengkapnya sembari mengulurkan tangan pada Aliyah.
"Ibuuu, ibu toloooongg !!"
"Shazia !" Mata Aliyah sontak membola mendengar suara teriakan dari dalam. Itu suara Shazia. Aliyah kemudian segera masuk setengah berlari mengabaikan uluran tangan Shaka.
Shaka termangu dengan tangan yang masih di udara.
"Tadi seperti teriakan mba Shazia," tutur Shaka. Ia sudah hafal betul warna dan nada suara Shazia. Begitu pun dengan nada teriakan nya.
"Tapi kenapa mba Shazia berteriak?"
Shaka mendadak khawatir. Ia takut terjadi apa -apa dengan Shazia. Tanpa menunggu dipersilahkan masuk oleh si empunya rumah, Shaka lalu nyelonong masuk ke dalam begitu saja.
"Aduh, ibu. Ini kenapa pintunya enggak bisa di buka?" Shazia setengah berteriak di kamar mandi. Kunci kamar mandi tersebut tiba-tiba saja macet membuat Shazia terjebak di dalam nya.
Aliyah yang ada di depan pintu pun cukup panik sembari berusaha membuka pintu tersebut.
"Kamu tenang ya, sayang. Ini ibu lagi berusaha buka."
Ditengah Aliyah berusaha membuka pintu, Shaka datang.
"Ibu, ada apa ?" Tanya Shaka yang berdiri di belakang Aliyah.
Aliyah berbalik. Wanita itu diam menatap Shaka seakan ingin bertanya' kamu kenapa masuk ke rumah saya tanpa seijin saya?'
Shazia menempelkan telinganya pada daun pintu. Ia merasa seperti mendengar suara lain selain suara ibunya. Apa ibunya minta tolong tetangga? tapi tetangga mana yang malam-malam begini sudi menolong ibunya.
"Bisa enggak, Buu ???" Tanya Shazia di dalam sana.
"Belum, sayang. Ibu masih berusaha." Aliyah menjawab pertanyaan Shazia dengan suara keras.
"Itu mba Shazia yang ada di dalam, kan?" Tanya Shaka sembari menatap pada pintu kamar mandi dengan wajah khawatir.
Aliyah menoleh pada Shaka. Pada saat itu pula, Ia kepikiran untuk meminta bantuan pria tersebut saja.
"Iya. Apa kamu bisa bantu kami untuk bukain pintunya?"
"Bisa-bisa, Bu." Dengan tegas, Shaka langsung menyanggupi.
Aliyah menghela nafas lega.
"Ini obengnya, nak Shaka !" Aliyah memberikan obeng yang ia pegang pada Shaka.
"Enggak usah, bu. Kelamaan," tolak Shaka sambil mempersiapkan diri untuk membuka pintu secara cepat tanpa ribet.
Aliyah terbengong. Kalau enggak dengan obeng lalu bukanya dengan apa?
Shaka mengangkat ke udara satu kakinya dan berteriak." Mba, menyingkir dari pintu sekarang !!"
Di dalam kamar mandi, Shazia termangu mendengar suara itu. Shaka !! apa itu si Shaka ? Tapi kenapa anak itu bisa ada di rumah nya?? Benak Shazia bertanya-tanya.
Belum sempat Aliyah bertanya dan Shazia menyahut, tiba-tiba......
BRAK
Daun pintu seketika copot dari engselnya dalam sekejap mata.
Shazia terbelalak terkejut. Untung ia berdiri agak menyisi. Jika tidak, bisa-bisa ia sendiri yang tertimpa daun pintu.
Bukan nya senang dan berterima kasih, Shazia justru kesal. Kenapa pintunya harus di rusak.
"Shakaaaaa......"
Shazia segera keluar. Gadis itu menatap marah pada Shaka sembari bertolak pinggang diambang pintu yang tak lagi berdaun.
Glek, Glek, glek.....tenggorokan Shaka naik turun meneguk ludahnya berulang kali. Netra matanya menatap kagum pada ciptaan tuhan yang luar biasa indah dan sangat sempurna.
"Apa dia seorang bidadari yang turun dari langit ke tujuh ??"