Damian, lelaki yang dikenal dengan julukan "mafia kejam" karena sikapnya bengis dan dingin serta dapat membunuh tanpa ampun.
Namun segalanya berubah ketika dia bertemu dengan Talia, seorang gadis somplak nan ceria yang mengubah dunianya.
Damian yang pernah gagal di masa lalunya perlahan-lahan membuka hati kepada Talia. Keduanya bahkan terlibat dalam permainan-permainan panas yang tak terduga. Yang membuat Damian mampu melupakan mantan istrinya sepenuhnya dan ingin memiliki Talia seutuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30
Setibanya di kamar, Damian membuka pintu dan melemparkan kantong belanjaan ke tempat tidur. Ia melihat Talia yang asik tidur-tiduran di kasur sambil memainkan ponselnya. Raut wajah gadis itu sudah kembali normal seperti Talia yang dia kenal. Tidak panik dan gugup seperti di dalam kamar mandi tadi. Damian yang masih dongkol sehabis dari toko dalaman.
"Ini."
Talia yang sudah mengenakan kemeja longgar miliknya menoleh dengan ekspresi cerah.
"Ah, akhirnya dalamanku datang juga." katanya sambil berlari kecil mengambil paper bag belanjaan.
Damian mengabaikannya dan berjalan ke sofa, duduk sambil memijat pelipisnya.
"Jangan berkomentar apa pun. Jangan bilang terima kasih, jangan tanya bagaimana aku memilihnya, jangan ..."
"Damian!" seru Talia tiba-tiba.
Damian mengangkat kepalanya dengan waspada.
"Apa?"
Talia mengeluarkan pakaian dalam berwarna merah terang dengan renda yang agak mencolok.
"Ini kenapa warnanya seksi banget?!"
Damian mengerjap. Ia tidak memperhatikan warna dan desain saat membelinya. Sial.
Wajahnya mengeras.
"Diam dan pakai saja."
Talia masih menatapnya dengan ekspresi geli.
"Ya ampun, Damian ... selera kamu ternyata ..."
"Satu kata lagi aku buang semua itu ke jendela!"
Talia langsung menutup mulutnya, tapi matanya masih berbinar penuh godaan.
Sementara itu, Damian menyandarkan kepalanya ke sofa dan menatap langit-langit, bertanya-tanya bagaimana hidupnya bisa menjadi seperti ini hanya gara-gara gadis itu.
Talia memandangi pakaian dalam di tangannya dengan ekspresi setengah geli, setengah bingung. Ia menggoyangkannya di udara seolah sedang menilai kualitasnya, lalu menoleh ke arah Damian yang masih bersandar di sofa dengan wajah penuh kelelahan.
"Kamu serius nggak sengaja milih yang beginian?" tanyanya, suaranya penuh nada menggoda.
Damian mengembuskan napas panjang, menutup matanya sejenak seolah berusaha menenangkan diri.
"Aku asal ambil. Sama sekali tidak lihat warna atau modelnya."
Talia menahan tawa.
"Jadi, kalau misalnya aku buka tas ini dan ternyata ada pakaian dalam dengan renda-renda lebih heboh, kamu nggak sadar juga?"
Damian melotot ke arahnya, ekspresinya penuh peringatan.
"Satu kata lagi dan aku sumpal mulutmu pakai itu."
Talia mengangkat kedua tangan menyerah, lalu mengambil paper bag dan berjalan menuju kamar mandi. Namun, sebelum masuk, ia sempat menoleh dan tersenyum jahil.
"Makasih, Damian. Sdah beliin aku dalaman yang seksi."
Damian hanya bisa mengusap wajahnya dengan frustasi. Tuhan, kenapa dia harus berurusan dengan gadis gila itu.
***
Beberapa menit kemudian, Talia keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap. Ia mengenakan kaos oversized dan celana pendek yang sekalian di beli oleh Damian. Ia tampak jauh lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Gaids itu berjalan mendekati Damian yang masih terduduk di sofa, tampak termenung.
"Kamu masih mikirin kejadian di toko dalaman tadi?" tanyanya sambil menjatuhkan diri ke sofa di sebelahnya.
"Sudah kubilang, jangan dibahas lagi."
Talia terkekeh, tetapi kemudian ekspresinya berubah sedikit lebih serius.
"Santai aja, sahabat-sahabatku yang laki-laki santai aja tuh kalo aku titipin beli daleman. Kakak aku juga. Mereka laki-laki semua."
Mendengar kalimat itu seakan membuat telinga Damian lebih panas. Jadi bukan dia laki-laki pertama yang di suruh oleh gadis ini beli dalaman? Kalau kakak laki-lakinya mungkin masih wajar, tetapi sahabat laki-lakinya? Yang mana? Yang di arena balap kemarin mereka terlihat akrab sekali? Damian merasa, cemburu?
Ketika pria itu hendak bersuara, ponsel Talia berdering. Langsung di angkat.
"Heh sableng! Lu kemana aja sih? Gue sama Casen kira lo udah di hotel. Tetapi kenapa gak ada? Di telpon-telpon malah gak aktif juga. Kenapa baru angkat sekarang?! Lo di mana? Gue dan Casen gak mau mati berdiri ya karena dihabisin sama keluarga lo kalo sampe lo kenapa-napa!" Lintang berseru kuat di seberang sana, membuat Talia menjauhkan ponsel dari telinganya.
Damian juga dapat mendengar suara kencang itu meski tidak begitu jelas.
Talia menatap ponselnya dengan ekspresi setengah geli, setengah bersalah.
"Tenang, tenang. Gue baik-baik aja. Cuma ada sedikit… hambatan teknis," jawabnya santai, sambil melirik sekilas ke arah Damian yang masih memasang ekspresi gelap.
"Hambatan teknis apaan?! Lo kira kita nggak panik, hah? Casen sampe hampir ngajakin ribut resepsionis hotel karena lo hilang kayak ditelan bumi!" suara Lintang masih penuh emosi.
Talia menghela napas, merasa bersalah juga karena dua sahabatnya pasti sudah khawatir setengah mati.
"Oke, maaf ya. Gue aman. Nggak diculik, nggak hilang, nggak kenapa-napa. Gue sekarang di tempat yang nyaman," ujarnya, sengaja tidak menyebut nama Damian.
Namun, Damian bisa merasakan matanya menyipit.
"Tempat yang nyaman?" Itu terdengar ambigu di telinga Lintang dan Casen.
"Lo di mana? Gue sama Casen nyusul sekarang juga," kata Lintang tegas.
"Uh, nggak usah, deh. Gue bakal nyusul ke hotel nanti. Semalam gue gak sengaja ketemu sama kenalan gue, jadi gue nginap di hotelnya."
"Kenalan yang mana? Cewek apa cowok?"
"Ceweklah, masa cowok sih! Lo gila kali ya?"
Talia menggigit bibirnya, melirik Damian yang kini menatapnya dengan ekspresi 'berani-beraninya kau berbohong dengan bilang aku perempuan'.
Talia tersenyum memelas ke Damian. Sesaat kemudian matanya melotot kaget karena Damian yang tiba-tiba merampas ponselnya. Talia sudah panik berpikir kalau lelaki itu akan bersuara, ternyata dia hanya mengaktifkan loudspeaker. Talia bernafas lega.
"Nama temen lo siapa Talia?" Kali ini Casen yang bertanya.
"Mm ... Damini!" balasnya tanpa pikir panjang. Ia melihat Damian menatap sangat tajam kepadanya.
"Pokoknya gue aman. Udah ya, nanti gue kabarin lagi! Sejam lagi gue balik bye!" katanya buru-buru sebelum langsung mematikan panggilan.
Ia menghela napas, lalu mendongak dan mendapati Damian menatapnya dengan tatapan seperti ingin memakannya.
"Damini?"
Talia menyengir lebar.
"Heheh... Tadi aku hanya ref arghh!"
Giliran Talia yang kaget, karena tanpa aba-aba Damian sudah menariknya duduk di pangkuannya.