Nabila Althafunisa tiba-tiba saja harus menikah dengan seorang pria bernama Dzaki Elrumi Adyatama, seorang pria yang usianya 10 tahun lebih muda darinya yang masih berstatus mahasiswa di usianya yang sudah menginjak 25 tahun. Dzaki tiba-tiba saja ada di kamar hotel yang Nabila tempati saat Nabila menghadiri pernikahan sahabatnya yang diadakan di hotel tersebut.
Anehnya, saat mereka akan dinikahkan, Dzaki sama sekali tidak keberatan, ia malah terlihat senang harus menikahi Nabila. Padahal wanita yang akan dinikahinya itu adalah seorang janda yang memiliki satu putra yang baru saja menjadi mahasiswa sama seperti dirinya.
Siapakah Dzaki sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Janda Satu Anak
Hazel menghentikan mobilnya di depan lobi sebuah hotel.
"Makasih, Nak. Bunda turun ya," pamit Nabila pada sang putra yang duduk di kursi kemudi.
"Bunda yakin aku cuma anter sampai sini aja? Gak akan dibawain kopernya ke kamar?" tanya Hazel meyakinkan.
“Gak usah. Udah kamu langsung berangkat. Entar telat ke ulang tahun Leoninya.”
Hazel pun mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan wanita cantik berhijab yang masih cocok dikatakan sebagai kakak perempuannya daripada ibunya itu. “Ya udah, nanti kabarin ya kalau mau pulang. Nanti aku jemput.”
“Iya, kamu hati-hati. Jangan malem-malem kalau keluar, terus inget, jaga Leoni baik-baik, dia adalah...”
"Anak kesayangan orang tuanya. Dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang, dijaga baik-baik sama orang tuanya, jadi aku harus jaga dan hargain dia." Hazel mengulang kembali kata-kata yang sering kali Nabila katakan padanya. “Saking seringnya Bunda ngomong, aku sampai hafal.”
Nabila tersenyum menatap sang putra. Ia masih saja merasa tak menyangka, jagoan kecilnya kini sudah berubah menjadi seorang remaja yang baru saja masuk ke perguruan tinggi. Bahkan kini ia sudah mengizinkan sang putra untuk dekat dengan perempuan.
"Iya deh, Bunda percaya kamu gak akan macem-macem," ucap Nabila lebih kepada dirinya sendiri.
"Bunda gak usah khawatir, buat apa selama ini Bunda ngajarin aku banyak hal tentang agama. Aku tahu batasan, Bunda," ucap Hazel dengan serius.
Nabila mengusak rambut Hazel seraya tersenyum lega dan membuka pintu. "Ya udah, Bunda berangkat ya." Hazel pun melajukan mobilnya setelah sang ibu keluar dari mobil.
Nabila masuk ke dalam hotel dan bertemu dengan beberapa sahabat baiknya di lobi. Mereka saling memeluk dan melepas rindu karena sudah cukup lama mereka tidak bertemu.
Setelah itu mereka pergi ke kamarnya masing-masing yang sudah disiapkan oleh salah satu dari sahabat Nabila, Gina, yang akan melangsungkan resepsi pernikahan nanti malam di hotel itu. Mereka menyimpan barang-barang mereka di kamar hotel masing-masing dan kemudian bertemu kembali di restoran hotel.
"Gak nyangka akhirnya wanita karir kita memutuskan buat nikah juga," ujar Vira, salah satu dari empat sekawan itu.
"Gue juga gak nyangka banget, Gengs," sahut Gina antara tersipu malu dan bersemangat akan pernikahannya. “Mau gimana lagi, ternyata gue terlibat cinlok sama bos gue sendiri.”
"Mujur banget sih lo, Gin. Udah single, tajir melintir lagi. Lo sampai bisa bikin resepsi di hotel mewah begini," komentar Melly.
"Ralat ya, bukan single tapi duda," koreksi Gina.
"Ya gak apa-apa, Duda lebih menggoda tahu," komentar Vira. "Lihat aja temen kita yang satu ini, anggun, cantik, janda anak satu, menggoda banget, 'kan?" Vira merangkul Nabila yang duduk di sebelahnya.
"Apa sih kamu, Vir," dumel Nabila pelan seraya tersenyum. Jika berkumpul seperti ini selalu saja Nabila menjadi sasaran empuk untuk digoda oleh sahabat-sahabatnya. Selain karena ia memang yang paling pendiam, juga karena status janda yang disandangnya sejak sepuluh tahun silam.
"Nah iya, berarti kalau Gina udah sold out, berarti tinggal lo, Bil, yang single di antara kita," ujar Melly.
"Emang kenapa sih kalau aku single? Toh aku baik-baik aja sendirian," ucap Nabila membela diri dengan pembawaannya yang tenang.
"Bil, Hazel udah masuk kuliah, lihat aja sejak dia SMA, dia udah jarang ada di rumah, lebih sibuk 'kan dia sama temen-temennya. Apalagi seudah jadi mahasiswa, dia bakal lebih sibuk lagi. Jarak beberapa tahun dari situ Hazel bakal kerja dan nikah. Terus nanti yang nemenin lo siapa? Lo baru 35 tahun, Sayang. Lo butuh seseorang buat nemenin hari-hari lo," saran Gina.
"Lo masih keinget sama almarhum suami lo ya, Bil?" tanya Melly penasaran mengapa setelah kepergian sang suami, Nabila tidak juga menikah lagi.
nabila menatap satu persatu sahabatnya itu. Ia tertawa canggung. “Ya ampun kalian, udah deh. Selama ini aku gak ngerasa kekurangan satu hal pun. Walaupun Hazel sibuk tapi dia selalu nyempetin buat ngobrol setiap harinya sama aku. Aku juga kerja setiap hari. Belum lagi ada kalian, kita selalu chat di grup atau sesekali ketemu. Aku gak kesepian sama sekali.”
Mereka terdiam menatap Nabila tak percaya.
Gina menghela nafas. “Tapi sayang banget, Bil. Lo itu masih muda. Dulu lo dateng dari desa buat kuliah dalam keadaan lo udah dinikahin sama suami lo itu. Walaupun jadi mahasiswa tapi lo gak nikmatin masa muda lo. Lo sibuk kuliah sambil ngurus anak dan suami. Masih untung ada kita yang selalu nganggep lo temen. Sekarang udah saatnya lo nyari cowok yang bener-bener lo cintai dan nikah sama dia.”
“Bener, Bil. Si Gina aja baru nikah sekarang, di umur 35 tahun, lo bayangin. Lo juga nikah dulu bukan karena lo cinta 'kan sama suami lo? Tapi karena bokap lo meninggal, tiba-tiba suami lo ngelamar lo, dan karena lo gak mau nyusahin nyokap lo, makanya lo setuju buat nikah.”
Nabila terdiam memainkan makanan di depannya dengan garpu yang dipegangnya. Ia sendiri menyadari itu, sudah bertahun-tahun sejak dirinya ditinggal sang suami. Selama ini ia selalu disibukkan dengan pekerjaan dan kesehariannya merawat sang putra. Setelah itu yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya menghidupi putra semata wayangnya dan juga keluarganya di desa. Tak pernah ia berpikir untuk menemukan seseorang lagi di dalam hidupnya.
"Gin, bukannya itu sepupu lo?" kata-kata Vira mengalihkan topik pembicaraan dan membuat tiga perempuan itu menoleh pada seorang pria muda bersama dengan seorang laki-laki paruh baya yang baru saja memasuki restoran.
"Iya, Dzaki. Masih inget aja lo sama itu bocah," sahut Gina.
"Serius itu Dzaki? Udah gede ya? Berapa umurnya sekarang?" tanya Melly.
"Berapa ya? 25 mungkin? Pokoknya umurnya beda 10 tahunlah sama kita," sahut Gina tak terlalu peduli.
"Makin ganteng deh," seloroh Vira yang sejak tadi melihat ke arah Dzaki.
"Wah, parah. Hati-hati Gin, sepupu lo dijadiin berondong sama si Vira," canda Melly.
"Gila! Ya enggak dong. Gini-gini gue masih inget suami sama anak. Wajar dong ini mata masih suka ngelihat yang bening-bening," seloroh Vira tak terima dengan ucapan Melly.
"Emang kebiasaan ngecengin cowok ganteng gak pernah ilang dari seorang Vira," komentar Gina.
Diam-diam sambil mendengarkan celotehan sahabat-sahabatnya, Nabila menatap ke arah pria muda itu. Ia sempat bertemu beberapa kali dengan Dzaki. Dulu anak itu kurus dan kecil. Sekarang Dzaki sudah berubah menjadi seorang pria muda yang tampan dan bertubuh tinggi. Wajahnya memiliki khas kearab-araban. Matanya dihiasi alis tebal. Hidungnya mancung sekali, dan bibirnya kecil. Jika tidak mengenalnya, ia masih terlihat seperti umur belasan tahun.
Tiba-tiba Dzaki merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Ia pun menoleh ke arah Nabila, mereka pun saling menatap beberapa detik, sebelum Nabila mengalihkan pandangannya.