Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.21
Matahari mulai merangkak naik, namun udara masih terasa begitu dingin akibat hujan semalam. Nazila pun menggeliat dalam tidurnya. Tubuhnya terasa begitu lemas, seakan tak ada daya lagi untuk bergerak sedikit pun. Kepalanya pun terasa begitu pusing sampai untuk membuka kelopak mata saja rasanya enggan. Namun, ada satu rasa yang berbeda di pagi ini ketika ia hendak bangun. Tubuhnya merasa bersentuhan dengan sesuatu yang hangat. Tangannya seperti memeluk sesuatu yang begitu kokoh dan hangat. Bukan hanya itu, tapi di perutnya seperti ada sesuatu yang melingkari. Kepalanya juga seperti menindih sesuatu. Aromanya begitu maskulin dan menenangkan.
'Aroma ini?' lirih Nazila dalam hati seraya mengingat-ingat.
Sontak saja matanya terbuka lebar. Tapi karena matanya yang tiba-tiba menangkap cahaya yang begitu menyilaukan, rasa pening itu mendadak menjalar. Ia segera memegang kepalanya yang terasa begitu sakit.
"Eeeugh ... " Nazila melenguh saat merasakan sakit di kepalanya.
"Kamu kenapa? Kepala kamu sakit?" tanya seseorang tiba-tiba membuat Nazila tersentak karena suara laki-laki itu.
Ia pun segera menoleh ke samping dan membelalakkan matanya.
"Tu-tuan ... kenapa Anda ada di sini? Dan aaargh .... " Nazila memegangi kepalanya lagi.
Lalu Noran pun membawa kepala itu agar kembali berbaring.
"Jangan banyak tanya dulu! Kamu masih sakit. Tubuh kamu juga masih panas," ujar Noran mengingatkan. "Kamu tunggu di sini. Saya buatkan bubur dulu," imbuhnya lagi seraya berdiri dan keluar dari kamar Nazila meninggalkan perempuan itu dengan segudang tanda tanya.
Lalu Nazila mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi tadi malam sepulangnya dari rumah ibunya. Matanya membulat, seingatnya semalam tiba-tiba kepalanya begitu pusing hingga beberapa saat kemudian saat ia hendak membuka pintu ...
Ia tidak ingat apa yang setelahnya terjadi. Namun sebelum matanya benar-benar terpejam, ia merasakan sepasang tangan kokoh yang merangkulnya. Lalu ia melirik pakaian yang dipakainya kini. Lagi-lagi ia membelalakkan matanya, pakaiannya telah berganti. Di apartemen ini, tak ada orang lain selain mereka. Apa mungkin Noran yang menggantikan pakaiannya? Batinnya bertanya-tanya.
Nazila memejamkan matanya lalu mengumpat dalam hati. Kenapa ia harus pingsan di depan laki-laki itu? Rasanya malu bukan kepalang. Bahkan Noran memakaikan pakaiannya begitu lengkap sampai ke dalaman. Apa laki-laki itu melakukan sesuatu padanya? Hatinya bertanya-tanya. Tapi ia menepis pikiran itu, ia yakin mana mungkin Noran tertarik padanya. Sedangkan Sarah jauh lebih cantik daripada dirinya. Ia hanya perempuan biasa sederhana. Tak sebanding dengan Sarah pikirnya.
Kemudian Nazila membuka matanya, matanya membulat lalu ia menepuk dahinya. Bagaimana ia bisa tidur di kamar Noran pikirnya. Pantas saja ia bisa tidur berdua dengan Noran karena ia tidur di kamar laki-laki itu. Dan lebih menakjubkan lagi, mereka saling berpelukan. Yang ia tak habis pikir, kenapa Noran memeluknya saat ia tak sadarkan diri?
'Astaga, banyak sekali hal mengejutkan pagi ini!' desisnya dalam hati.
Nazila pun mencoba berdiri walaupun sempoyongan. Ia harus kembali ke kamarnya pikirnya. Ia tak mau memperbesar masalah hanya karena sakitnya ini.
"Mau kemana kamu?" tanya Noran saat masuk ke dalam kamar sembari membawa bubur dan sebutir telur rebus beserta segelas teh hangat.
Noran pun meletakkan nampan berisi bubur dan teh itu ke atas meja nakas dan menghampiri Nazila.
"Saya ... saya mau kembali ke kamar saya tuan," cicit Nazila.
Noran mengerutkan keningnya, "Memangnya di kamar kamu mau tidur di mana? Kasur kamu basah karena bajumu semalam." Beritahu Noran membuat Nazila terkejut.
"Sudahlah, untuk sementara kau tidur saja di sini. Aku tahu, kamu merasa canggung. Tapi tak dapat dipungkiri, kita ini suami istri jadi wajar tidur satu kamar." Tukas Noran membuat Nazila mengerutkan keningnya bertanya-tanya. Mengapa sikap Noran sedikit berubah padanya. "Dan makanlah dulu kemudian minum obat yang ada di samping air minum itu." Tunjuk Noran pada obat yang telah ia siapkan di samping teko berisi air putih.
Patuh, Nazila pun kembali duduk di pinggir ranjang dan memakan bubur buatan Noran sesendok demi sesendok.
"Rasanya lumayan enak." Puji Nazila seraya menyantap bubur itu, sedangkan Noran saat ini tengah mandi di kamar mandi yang ada di kamar itu.
Tak lama kemudian, Noran pun keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkari pinggangnya. Nazila yang saat itu hendak menelan obatnya, sontak tersedak karena melihat pemandangan yang sungguh memukau itu.
"Ukhuk ... ukhuk ... ukhuk ... " Nazila yang tersedak lantas memukul-mukul dadanya.
Noran yang melihat hal itu pun segera mendekat dan menepuk pelan pundak Nazila. Setelah sedikit reda, Noran menyodorkan segelas air putih yang langsung ditenggak habis Nazila. Tapi masalah lain muncul, kini pemandangan tadi justru berada tepat di sampingnya membuat wajah Nazila bersemu merah.
"Bisa Anda berpakaian dulu, tuan!" ucap Nazila sambil memalingkan wajahnya. Ia tak berani berlama-lama melihat pemandangan itu.
Noran yang sadar tubuhnya hanya dibalut selembar handuk pun bergegas berlari menuju lemari pakaian. Bukan hanya Nazila yang malu, dirinya pun merasa malu mempertontonkan tubuhnya di depan Nazila. Tapi baru saja ia memegang pakaiannya, Noran mengerutkan keningnya. Mengapa ia harus malu, pikirnya? Mereka kan suami istri.
"Nazila." Panggil Noran.
"Ya," sahut Nazila sambil mendongakkan wajahnya.
"Ah, tidak. Tidak." Noran membatalkan niatnya mengatakan mengapa mereka harus malu. Bukankah mereka sudah menikah. Bagaimana pun, pernikahan ini hanya sementara. Ia tak mau memupuk harapan yang nantinya hanya akan menyakiti baik dirinya maupun Nazila. Noran meremas rambutnya frustasi, mengapa ia harus terjebak situasi seperti ini.
...***...
"Hai Vin, maaf aku nggak bisa masuk kerja lagi hari ini," ujar Nazila di sambungan telepon.
'Kamu kenapa?'
"Aku masih demam. Semalam aku ke rumah ibu, pulangnya kehujanan jadinya demam deh," tukas Nazila seraya tersenyum tipis.
'Kenapa nggak telepon aku sih, La? Kan aku bisa jemput biar kamu nggak kehujanan. Kalau sakit gini kan pasti nggak enak rasanya."
Nazila terkekeh, "Emang kamu sopir pribadi aku?"
'Nggak masalah asal kamu bisa gaji aku "
"Yah, mana sanggup aku gaji kamu, bisa-bisa aku nggak bisa makan kalo uang aku dipake buat gaji kamu. Selain itu, aku nggak mau ditimpukin telur busuk lagi sama fans kamu," ujar Nazila seraya terkekeh ingat zaman sekolahnya dulu. Karena dekat dengan Karin, otomatis ia dekat dengan Kevin. Alhasil, fans Noran cemburu dan melemparinya dengan telur busuk. Untung saja ada Damar, kakak dari Karin dan Kevin yang menolongnya.
'Ckk ... nggak usah takut, uang kamu nggak bakal habis kok buat gaji aku. Kamu cuma perlu traktir minimal bakso aja perharinya. Murah kan! Soal fans aku, kalau mereka berani nyakitin kamu, aku bakal kirim mereka semua ke penjara biar mereka tau rasa. Emang aku milik mereka apa,' ujar Kevin seraya mendengus.
"Cie ... cie ... mentang sekarang udah hebat. Udah ah, katanya kamu mau kerja tapi kok malah keenakan ngobrol."
'Iya-iya, selamat istirahat,' ujar Kevin tulus.
Tanpa Nazila sadari, segala percakapan antara dirinya dan Kevin telah didengarkan Noran dengan hati yang ... entah.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...