Nara Stephana, pengacara cemerlang yang muak pada dunia nyata. Perjodohan yang memenjarakan kebebasannya hanya menambah luka di hatinya. Dia melarikan diri pada sebuah rumah tua—dan takdirnya berubah saat ia menemukan lemari antik yang menyimpan gaun bak milik seorang ratu.
Saat gaun itu membalut tubuhnya, dunia seakan berhenti bernafas, menyeretnya ke kerajaan bayangan yang berdiri di atas pijakan rahasia dan intrik. Sebagai penasihat, Nara tak gentar melawan hukum-hukum kuno yang bagaikan rantai berkarat mengekang rakyatnya. Namun, di tengah pertempuran logika, ia terseret dalam pusaran persaingan dua pangeran. Salah satu dari mereka, dengan identitas yang tersembunyi di balik topeng, menyalakan bara di hatinya yang dingin.
Di antara bayangan yang membisikkan keabadian dan cahaya yang menawarkan kebebasan, Nara harus memilih. Apakah ia akan kembali ke dunia nyata yang mengiris jiwanya, atau berjuang untuk cinta dan takhta yang menjadikannya utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan Sengit
Flashback telah berakhir. Kita kembali pada situasi Kasim Arx terkepung.
.
.
Prajurit yang awalnya bersiaga untuk mengeksekusi Raze kini berbalik, serempak menodongkan senjata ke arah Kasim Istana. Mata-mata yang tadi tertuju pada Raze kini beralih pada kasim itu, menyadari bahwa pusat dari konspirasi ini bukanlah Raze, tetapi Arx. Alih-alih panik atau mengelak, Arx hanya tersenyum tipis. Ia sudah memperhitungkan bahwa momen ini pasti akan tiba.
Lalu, tawa ringan keluar dari bibirnya. "Kalian sudah tahu rupanya," katanya santai, lalu terkekeh kecil sembari menepuk tangan. "Hebat."
Beberapa bangsawan dan menteri saling berpandangan, sebagian dari mereka--pihak Arx-- juga tidak menunjukkan keterkejutan atas serangan Raja. Kenapa? Karena pikiran mereka sama dengan Arx, ini sudah masuk dalam perhitungan mereka. Janga kira Arx tidak tahu dan diam saja saat Istana bawah tanah yang ia bangun untuk menyembunyikan Athera telah dibobol, bahkan kristal yang membelenggu Athera telah dihancurkan Arven. Arx saat itu juga melakukan sesuatu sesuai urutan rencanaya.
Tapi, Arx seketika dihadapkan dengan tugas malam dari Raja Veghour yang sengaja membuat ia sibuk agar tidak bisa melakukan konspirasi lain. Hal Itu tidak jadi masalah bagi Arx, sebab kaki tangannya di Kerajaan Bayangan ini lumayan banyak sehingga dia bisa minta orang-orang itu yang akan menyiapkan kejutan jika hari ini tiba.
Raja Veghour masih berdiri di tempatnya, busur emasnya kini menghilang, lalu tatapan matanya masih menusuk tajam ke arah Arx, ingin memastikan bahwa pria itu tak akan punya celah untuk bergerak lebih jauh.
Beberapa prajurit yang masih setia pada Raja tetap bersiaga. Situasi telah berubah drastis--yang tadinya hanya eksekusi sederhana, kini berkembang menjadi perhitungan politik yang jauh lebih dalam.
Arx, dengan sikapnya yang santai, melangkah maju. "Jadi, bagaimana selanjutnya, Yang Mulia?" tanyanya dengan nada yang nyaris main-main. "Kalian sudah tahu bahwa aku ada di balik semua ini. Kalian juga sadar bahwa pasukanku sudah bersiaga, bahkan ranjau sudah dipasang di permukaan tanah yang kita pijak sekarang. Tidak ada yang bisa kalian lakukan selain menunggu bagaimana permainan ini berakhir."
"Tidak ku sangka, kau yang begitu aku percaya malah jadi pengkhianat sebenarnya. Kau yang seolah paling peduli dan selalu berada di pihaku, ternyata yang telah menghabisi sebuah kerajan bahkan menyekap Istriku, Ratu Athera. Apa yang kau mau Arx? Tahta Raja? Atau yang kau inginkan adalah kehancuran?!"
"Lucu sekali. Selama ini kalian mengira akulah dalang dari semua kekacauan ini. Tapi apakah kalian pernah bertanya, siapa yang sebenarnya membuat kehancuran. Kau Veghour! Kaulah yang membuat kehancuran ini!!!" Bentak Kasim Arx yang selama ini orang-orang tidak pernah melihat Arx se-pembangkang itu. Laki-laki tersebut sangat bersahaja di sisi Raja Veghour.
Sebelum ada yang sempat merespons, ledakan kecil mengguncang salah satu sudut alun-alun. Bukan serangan besar, hanya cukup untuk mengalihkan perhatian. Arx tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan satu gerakan cepat, ia menghunus belati racun dan melemparkannya tepat ke arah Raja. Pisau itu melesat dengan kecepatan mematikan, tetapi sebelum mengenai targetnya, salah satu pengawal setia Raja melompat ke depan, menangkisnya dengan pedang.
Arx hanya mengangkat alis, seolah tidak terkejut sama sekali. "Ah, aku lupa. Kalian masih punya anjing penjaga yang setia," katanya sambil mendesah. "Tapi tidak masalah. Aku sudah menyiapkan skenario cadangan." Tawa Arx memggema di telinga orang-orang.
Tiba-tiba, pasukan besar dengan jubah gelap muncul di sekeliling alun-alun. Arx nyengir. Mereka bukan sekadar prajurit bayaran biasa, auranya menggambarkan mereka sebagai petarung terlatih. Arven mengamati dengan tajam, menyadari bahwa energi yang mereka gunakan beresonansi dengan milik Arx. Jika Arx bisa memanfaatkan sihir manipulatif, bukan tak mungkin mereka hanya pion-pion yang berada di bawah pengaruh Arx.
Sangat mudah bagi Arven menyelesaikan persoalan pasukan Arx yang sangat banyak ini tanpa mengerahkan prajuritnya. Hanya butuh menciptakan ilusi agar pasukan Arx kebingungan dan malah saling serang dengan kawan sendiri. Sihir dibalas sihir. Melihat pasukan terkapar karena saling serang dengan diri sendiri, Arx langsung mengeluarkan serangan kedua, yaitu permukaan tanah yang sudah tertanam bubuk peledak.
Tanah berguncang, diiringi dengan suara "Duar! Duar! Duar!" yang berturut-turut, seolah langit dan bumi sedang bertarung. Setiap ledakan merobek permukaan alun-alun dengan dentuman yang mengguncang jiwa. Lagi-lagi Arven berhasil melindungi orang-orang yang ada di pihak Veghour tanpa ada luka sedikit pun.
Sementara di keriuhan itu, Baily akhirnya turun ke tengah alun-alun setelah terkurung di kamar. Wajahnya tanpa ekspresi, tetapi posturnya tegas berada di dalam barisan Raja Veghour. Ia menoleh ke arah Raja dengan pandangan penuh arti. Raze pun turut berada di sampingnya, sikapnya menunjukkan kesetiaan pada ayahnya. Baily dan Raze pendukung garis keras Raja Veghour.
"Kita tak bisa membiarkan dia berbuat lebih jauh," suara Baily pelan, tetapi cukup jelas terdengar.
Raja hanya mengangguk kecil. "Aku tahu."
Arven yang berkali-kali berhasil melumpuhkan penyerangan Arx tanpa mengerahkan prajurit sang ayah, langsung memantik Raja Veghour untuk segera menumpas Arx. Veghour melakukan penyerangan pada Arx secara langsung yang menghasilkan petarungan begitu sengit.
Pertempuran antara Raja Veghour dan Arx berlangsung dengan kekuatan luar biasa. Suara benturan pedang dan sihir yang menggelegar memenuhi udara. Raja Veghour, meskipun sering bertarung selama bertahun-tahun, tampak kewalahan menghadapi Arx yang begitu licik dan terampil. Setiap serangan Arx mengarah tepat sasaran, memaksa Raja Veghour mundur langkah demi langkah. Hati Arven berdebar, menyaksikan bagaimana sang ayah berjuang mati-matian, tetapi kekuatan Arx seolah lebih unggul.
Ketika pertempuran mendekati titik kritis, Arven tidak bisa hanya berdiri diam. Arven turut menyerang Arx, namun sesuatu yang aneh terjadi. Setiap kali Arven bergerak mendekat untuk menyerang atau memberi tekanan, Arx tampak sengaja menghindar. Tidak ada reaksi balasan dari Arx, ia hanya sibuk menyerang Raja Veghour.
Kenapa? Arven bertanya dalam hati, bingung dan heran. Kenapa dia tidak menyerangku?
Arx terus menyerang Raja Veghour tanpa memperdulikan Arven yang gencar menyerang dirinya. Rasa ingin tahu Arven semakin membakar. Mungkinkah Arx sengaja menghindari dirinya? Apa yang ada di balik sikap itu?
Sementara itu, raja Veghour terhuyung mundur. Nafasnya tersengal-sengal namun tak ada kata menyerah di bibirnya. Arven tahu, jika ia tidak bergerak cepat, ayahnya bisa mati di tangan Arx. Dia harus mengambil keputusan untuk...
Melindungi tubuh Veghour dengan tubuhnya. Arven ingin lihat, apakah kalau begini, Arx masih juga menghindari serangannya?
Jawabannya, ya.
Serangan tenaga dalam yang kadung ia tuju untuk menghancurkan tubuh Veghour, malah ditangkis oleh Arx sendiri agar tidak mengenai Arven.
Arx tidak mau Arven terluka.
Tapi mengapa alasannya?
.
.
.
Bersambung.