Rey Clifford, tuan muda yang terusir dari keluarganya terpaksa menjadi gelandangan hingga dipungut dan direkrut kedalam pasukan tentara. Siapa sangka bahwa di ketentaraan, nasibnya berubah drastis. dari yang tidak pandai menggunakan senjata, sampai menjadi dewa perang bintang lima termuda di negaranya. setelah peperangan usai, dia kembali dari perbatasan dan di sinilah kisahnya bermula.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lion
...Bab 21...
Suara mesin dan baling-baling helikopter tentara menderu membelah angkasa. Di sisi kanan dan kiri helikopter tersebut, terlihat delapan jet tempur dengan formasi. Begitu helikopter tadi berhenti diketinggian sekitar lima puluh meter, jet tempur tadi segera membumbung tinggi ke angkasa dengan tetap mempertahankan formasinya.
Di bawah, upacara penyambutan segera di mulai dengan ratusan prajurit melakukan pertunjukan demonstrasi.
Helikopter semakin merendah. Terlihat pilot sangat berpengalaman mengendalikan capung besi tersebut.
Begitu helikopter benar-benar mendarat tepat di atas karpet merah, beberapa tentara pilihan tampak berlari mendekat kemudian berlutut.
"Selamat datang panglima!"
"Salam sejahtera untuk Panglima!"
"Panjang umur pelindung Erosia!"
Suara yang dilaungkan oleh para prajurit bergema hingga sampai di luar tembok istana di mana di bagian luar, ratusan ribu rakyat jelata berada di sana. Dan secara tidak langsung, mereka juga turut mengelu-elukan sosok sang sangat mereka kagumi. Yaitu, Panglima tertinggi kekaisaran Erosia.
Kembali di dalam tembok istana. Setelah helikopter mendarat dengan mulus, dari dalam keluar lah satu sosok mengenakan pakaian serba hitam, mengenakan jubah bermotif naga. Semua orang dapat memastikan bahwa yang turun dari helikopter tersebut tidak lain adalah Panglima tertinggi, walaupun tidak ada yang bisa melihat wajahnya. Ini karena, sosok yang mereka puja tersebut mengenakan topeng hitam berlambang Naga.
"Menyambut kedatangan Yang Mulia Panglima tertinggi. Hormaaaaat..., Gerak!'
Begitu aba-aba tadi berhenti berkumandang, seluruh orang yang hadir di tempat itu masing-masing memberikan penghormatan ala tentara kepada sosok serba hitam mengenakan topeng Naga tersebut.
Dari beberapa barisan tentara, tampak seorang lelaki berperawakan tinggi tegap berjalan menuju ke arah Helikopter. Dia mengenakan pakaian berwarna merah menyala yang juga dipadukan dengan corak berpola Naga berwarna emas. Di pundaknya, terdapat empat bintang yang menyilaukan mata ketika ditimpa sinar matahari.
Begitu tiba di depan panglima tertinggi, lelaki tadi segera memberikan hormat yang langsung dibalas oleh panglima tertinggi juga dengan hormat ala tentara.
Selesai memberi hormat, lelaki berpakaian merah tadi tersenyum sembari berkata, "sampai kapan kau akan menyembunyikan wajahmu itu Rey?" Tanya nya dengan senyum yang tampak menyepelekan.
Tidak ada yang tau apakah Rey tersenyum atau cemberut di balik topeng naga nya itu. Hanya saja, dari suaranya, tampak dia tidak ambil pusing dengan sindiran dari lelaki berbintang empat itu.
"Kau masih sama seperti dulu, Lion. Suka usil dengan urusan orang," balas Rey tanpa intonasi.
"Hahaha. Sepertinya bintang keberuntungan selalu ada padamu. Tapi apa? Apa kebanggaan yang kau dapat ketika tidak ada seorangpun yang mengenal wajahmu," cibir Lion tanpa sungkan-sungkan. Matanya juga dengan tidak sopan menatap langsung ke arah dua lubang pada topeng Naga yang dikenakan oleh Rey.
Sekitar enam tahun yang lalu, Lion ini termasuk senior bagi Rey di ketentaraan. Bisa dikatakan, ada banyak ilmu yang didapatkan oleh Rey dari Lion. Tapi hubungan mereka menjadi sedikit renggang karena Rey terus menorehkan prestasi demi prestasi yang sangat sulit untuk dikejar oleh Lion.
Bisa dikatakan, selama tiga tahun kebelakangan ini, pasukan angkatan bersenjata Erosia telah melahirkan dua generasi unggul. Keduanya adalah bintang terang yang mampu membentengi Erosia dari serangan pihak yang ingin memerangi Kekaisaran Erosia. Erosia akan tetap damai ketika dua orang ini bersatu. Tapi sepertinya kata pepatah yang mengatakan bahwa dua harimau jantan tidak bisa hidup dalam satu tempat sepertinya benar. Seiring dengan menanjaknya karir mereka di ketentaraan, mereka bukannya bersatu, malah saling bersaing untuk membuktikan siapa yang paling baik diantara mereka. Bahkan, Lion terkesan sangat bersebelahan dan selalu tak sependapat dengan Rey. Bahkan lebih parahnya, andai Rey mengatakan bahwa cabai itu pedas, maka Lion akan mati-matian mengatakan bahwa cabai itu manis walaupun dia tau bahwa yang namanya cabai pasti pedas. Dan puncak dari perselisihan mereka adalah, setelah Rey bersahabat dengan pangeran ke dua, Lion justru mengabdikan diri kepada Pangeran Mahkota. Atas pengabdiannya, dia diberikan hak untuk memimpin dua ratus ribu pasukan dan menetap di bagian timur Kekaisaran Erosia. Walaupun tanpa pengangkatan, Lion malah mengistiharkan bahwa dirinya adalah raja dari Timur.
"Kau salah, Lion. Aku berperang bukan untuk nama. Bukan untuk mendapatkan pujian. Tapi untuk melindungi rakyat dan negara. Popularitas bagiku hanyalah omong kosong. Setelah peperangan berakhir, yang aku inginkan hanyalah hidup damai seperti orang biasa pada umumnya. Akan tidak lucu ketika seluruh rakyat mengenal ku, lalu mengidolakan ku melebihi artis. Kemudian, kedamaian apa lagi yang bisa aku dapatkan. Padahal, aku berperang melawan musuh juga demi kedamaian di negara kita tercinta ini. Terus terang, aku bukan gila hormat!" Kata Rey dengan tenang. Sangat masuk akal apa yang dikatakan oleh Rey. Ditengah-tengah kefanatikan seluruh rakyat terhadap dirinya, mana mungkin dia bisa menjalani hari-harinya dengan normal. Bahkan, untuk sekedar minum kopi di kafe pun mungkin dia tidak akan tenang ketika semua orang akan mengejarnya. Mungkin sekedar salaman, atau meminta foto bersama, atau juga tandatangan. Hidupnya tidak akan pernah damai setelah itu.
Mendengar jawaban dari Rey, Lion hanya mendengus kesal. Menurutnya, Rey hanya besar kepala saja. Pemikirannya tentang Rakyat yang akan memujanya terlalu berlebihan. Terbukti bahwa dirinya yang juga memiliki segudang jasa tidak seperti yang diceritakan oleh Rey. Bahkan, ketika dia berjalan di keramaian, orang-orang malah akan menjauh dan terkesan menghindarinya. Sungguh apa yang dikatakan oleh Rey tadi baginya hanyalah alasan receh.
"Terserah apa katamu saja. Yang jelas, aku tidak sepemikiran dengan mu,"
Mendengar kata-kata sangkalan dari Lion, Rey hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia mengangkat kedua pundaknya, kemudian melangkah diikuti tatapan Lion yang penuh kebencian dan rasa iri.
Bagaimana tidak iri, mereka sama-sama berperang, sama-sama berjasa, sama-sama membantai musuh. Tapi mengapa semua pujian hanya diberikan kepada Rey. Bahkan, menurut dirinya, pangkat Panglima tertinggi harusnya menjadi miliknya. Dia lah yang paling berhak. Karena, dia beranggapan bahwa dirinya lebih kejam daripada Rey. Hanya orang yang kejam dan tanpa belas kasih yang layak menyandang pangkat Panglima tertinggi.
"Rey. Persaingan diantara kita masih tetap terbuka. Suatu saat nanti, aku akan mengalahkan mu dan membiarkan seluruh rakyat mengetahui bahwa yang dibutuhkan oleh Rakyat adalah panglima yang garang, yang kejam dan tanpa belas kasih. Bukan sepertimu yang dengan suka rela menandatangani perjanjian gencatan senjata. Andai itu aku, aku pasti sudah meluluhlantakkan musuh yang jelas sudah terpojok,"
Rey membalikkan badannya menatap ke arah Lion. Kemudian berkata. "sudah aku katakan, bahwa aku menginginkan perdamaian. Jangan pancing sifat bengis ku keluar. Kau tidak akan mampu membendungnya!" Kata Rey memperingatkan. Karena baginya, dia jauh lebih bengis daripada Lion. Lion belum pernah membantai musuh dan menerobos seorang diri ke camp lawan kemudian membunuh Jendral lawan serta para petinggi militer musuh. Lion, hanya bengis ketika memberikan perintah kepada bawahannya. Orang seperti ini hanya mencintai dirinya sendiri. Andai pasukannya kalah, kemungkinan yang pertama melarikan diri adalah dirinya sendiri dan membiarkan para tentara yang berjuang dibawahnya mempertaruhkan nyawanya demi kelangsungan hidup nya.