Mengandung konflik 21+ harap bijaklah dalam memilih bacaan!
Ketika kesetiaan dibalas dengan pengkhianatan, saat itu pula wanita akan berubah menjadi mengerikan. Karena sejatinya perempuan bukanlah makhluk lemah.
Begitu pula dengan Jesslyn Light, kehilangan janin dalam kandungan akibat orang ketiga membangunkan sisi lain dalam dirinya. Hingga dia memilih untuk membalas perbuatan suaminya dan meninggalkannya, tanpa menoleh sedikit pun.
Dia lantas pindah ke negara lain, hingga bertemu dengan Nicholas Bannerick dan menemukan fakta pembantaian keluarganya demi kepentingan seseorang.
Bagaimanakah Jesslyn menjalani hidupnya yang penuh dengan misteri?
Mampukah dia membalaskan dendam?
WARNING!!! 21+++
INI BUKAN CERITA ROMANSA WANITA
TAPI KEHIDUPAN SEORANG WANITA YANG MENGUASAI DUNIA MAFIA.
MENGANDUNG BANYAK PSYCOPATH YANG MEMERLUKAN KESEHATAN MENTAL KUAT SEBELUM MEMBACANYA.
JADI JANGAN CARI BAWANG DI SINI!!!
KARENA BANYAK MENGANDUNG ADEGAN ACTION.
Bab awal akan Author revisi secara bertahap agar penulisannya lebih rapi. Namun, tidak mengubah makna dan alur di cerita.
Karya ini hanya fiktif belaka yang dibuat atas imajinasi Author, segala kesamaan latar, tempat, dan tokoh murni karena ketidaksengajaan. Harap dimaklumi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rissa audy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulau Ceria 1
Jessi berangkat ke Pulau Ceria hari ini, bersama dengan Jackson, Maurer, serta Lucky dan anak buah yang sudah disiapkan oleh Jackson.
Pilot dan Co-pilot yang datang memang benar seperti yang Nich katakan, tak akan tertarik dengan Jessi. Namun, malah berhasil membuat wanita tersebut merasa penasaran. Ini kah kelompok bawahan Nicholas?
Mereka sangat dingin dan kaku, bahkan tidak berbicara jika tidak ditanya. Orang lain mungkin tidak sadar, tetapi Jessi jelas tahu jika mereka bukanlah manusia. Dalam hatinya merasa kagum dengan sikap pria itu, di balik usia mudanya Nich mampu memikirkan sesuatu hingga ke depannya. Dia benar-benar memikirkan tujuan Jessi ke Pulau Ceria akan sangat beresiko. Kalau mengirimkan Pilot manusia mungkin saja mereka akan membocorkan informasi itu ke luar suatu saat ketika sudah kembali.
Jessi duduk manis sambil menyesap kelapa mudanya. Maurer di sampingnya menyerahkan tablet berisi informasi tentang kelompok ini.
"Jadi mereka merakit sendiri senjat-senjata ini." Jessi menganggukkan kepalanya. "Dia bahkan memelihara sampah dalam kelompoknya, benar-benar bodoh."
Mereka terbang menuju perbatasan laut negara ini, sebuah pulau terluar Negara N yang luas dan hanya rumah-rumah penduduk yang terlihat dari atas. Tidak menampakkan pembangunan industri maupun Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara sehingga para mafia dengan mudahnya menguasai pulau ini.
Sungguh sangat disayangkan jika negara lain tahu akan hal ini. Bisa saja pemerintah akan kecolongan hingga kehilangan wilayah sedikit demi sedikit.
"Panggil Lucky!" ujar Jessi kepada anak buahnya.
Seorang pria melangkah ke kursi bagaian belakang untuk menjemput pria tersebut. Lucky melangkah mendekati Jessi dengan kedua tangan yang masih terikat.
"Lepaskan ikatannya!" Mereka lantas melepaskan ikatan Lucky sesuai dengan keinginan Jessi. Wanita tersebut menatap tajam ke arah pria itu, dengan tatapan sulit diartikan. "Katakan pada mereka, aku ingin bicara dengan George Peanut, dan berikan ini pada anakmu." Jessi menyerahkan sekotak kue ulang tahun pada Lucky, hingga membuat pria itu mengernyitkan dahi.
Melihat seberapa bahayanya wanita tersebut kemarin membuatnya waspada dan tidak percaya jika yang menyiksa temannya memberinya sekotak kue.
Apakah ini bom? ucapnya dalam hati.
"Tenanglah itu hanya kue ulang tahun biasa bukan bom atau sesuatu yang berbahaya seperti yang kau bayangkan." Jessi seakan mengetahui apa yang dipikirkan Lucky hanya dari raut wajah dan sikap curiga pria tersebut.
Tanpa ragu Jessi segera mengerahkan kotak itu secara paksa kepada Lucky. "Katakan pada mereka jika aku hanya ingin berkunjung! Jika mereka sampai menyerangku maka aku akan menembakkan rudal di pulau ini!"
Ancaman Jessi membuat Lucky menelan salivanya sendiri dengan susah payah. Dia hanya bisa mengangguk patuh, hingga tak butuh waktu lama helikopter lantas mendarat di sebuah tanah lapang di pulau itu. Kehadirannya membuat banyak orang berkumpul di sana karena sebelumnya sangat jarang atau bahkan tidak ada orang spesial yang datang mengunjungi Pulau Ceria menggunakan helikopter.
Tak lama kemudian setelah pendaratan, Lucky turun dengan membawa sebuah kotak. Dia berjalan ke arah kerumunan orang itu dan menghampiri seseorang yang dikenal sebagai salah satu anggota mafia."Di dalam ada seorang nona ingin berkunjung menemui Tuan George Peanut."
Sejenak pria tersebut melirik curiga ke arah helikopter, wajahnya yang terlihat berang menampakkan sisi seorang mafia. "Gunggu di sini" Anggota itu pun lekas pergi menemui orang yang dimaksudkan.
Pria tersebut melangkah menuju markas utama, hingga terlihat seorang pria yang masih muda sedang duduk di ruangannya sambil memeriksa barang-barang mereka.
"Tuan, di luar ada seorang nona datang dengan salah satu pemburu ingin menemui Anda," lapor seorang pria yang baru datang tersebut.
"Nona?" Sejenak George memghentikan aktivitas sambil memicingkan matanya. Apakah dia pernah berurusan dengan seorang wanita? Atau perempuan ituorang yang ingin menyewa pembunuh bayaran? Semua pertanyaan dalam benaknya hanya bisa di jawab dengan menemui secara langsung.
George pun langsung berdiri dari duduknya, diikuti oleh para anak buah yang bersenjata. "Antarkan ke sana!"
Mereka melangkah layaknya anggota mafia pro yang lengkap dengan pemimpin dan anak buah bersenjata lengkap. Setibanya di lokasi dia melihat Lucky berdiri menunggu kedatangan. Bukankah pria itu salah satu pemburu di pulau ini? batinnya
Pria tersebut lantas berhadapan dengan Lucky. "Apa yang diinginkan wanita itu?"
"Nona mengatakan dia hanya ingin berkunjung. Jika anda menyerangnya maka dia akan menembakkan rudal dari sana," Lucky menyampaikan pesan sambil menunjuk letak helikopter yang digunakan Jessi.
"Turunkan senjata kalian." George mengibaskan tangannya sebagai tanda, dari transportasinya saja sudah terlihat sangat mengerikan. Bagaimana bisa seorang datang ke pulau terpencil menggunakan helikopter tempur. "Suruh dia kemari!"
Lucky hanya mengangguk kecil dan kembali ke dalam helikopter untuk menyampaikannya kepada Jessi. Tak lama kemudian, seorang wanita cantik tampak turun dari helikopter itu dengan mengenakan kaca mata hitam guna menutupi terik sinar matahari di matanya.
Wanita muda dan cantik berkulit putih dengan kibaran rambut yang beterbangan karena angin membuat setiap orang di sana tampak terpesona ketika pertama kali melihatnya. Dia layaknya bidadari turun dari langit diikuti oleh para bawahan yang menjaga di belakangnya.
"Selamat siang, Tuan George," sapa Jessi dengan senyum merekah di wajahnya hingga menampakkan deretan gigi putih bersinar khas iklan pasta gigi.
Sejenak pria tersebut menelisik setiap inchi bagian tubuh wanita yang menyapanya. Bukan tatapan mesum, tetapi lebih ke perasaan mendominasi yang tiba-tiba saja berubah dan membuatnya sedikit bergidik karena hal itu. "Apayang kau inginkan, Nona?" George menatap tajam Jessi, perasaannya mengatakan wanita di depannya bukanlah orang biasa.
"Yoo ... kau ini to the point sekali, Tuan. Apa kau tak ingin menyambutku dulu dan menawariku minum? Aku lihat banyak kelapa muda di sini." Jessi melihat banyaknya pohon kelapa si sekitar sana dengan wajah bercanda layaknya perempuan yang girang ketika melihat barang diskonan.
Melihat keberanian wanita di depannya yang terlalu berani malah membuat berang salah satu anak buah George. Dia merasa Jessi berniat mengejek mereka, hingga membuatnya berteriak dengan keras. "Kau jangan macam-macam dengan kami, Nona! Apa kau sadar sedang berada di markas ma—?"
Belum sempat pria tersebut menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja sebuah belati tajam tertancap tepat di tengah di kepala orang yang membentak dan langsung tewas seketika saat itu juga dengan darah yang mengalir cukup deras. Aura mengintimidasi lantas menyebar di sekitar sana, membuat anak buah George mengangkat senjatanya, tetapi pria tersebut meminta mereka untuk tenang.
"Mata-mata Virgoun benar-benar sangat berisik, Tuan George. Apa telingamu tidak sakit mendengar ocehannya setiap hari?" ujar Jessi mencebikkan bibir sambil mengorek telinganya. Bukan hal yang sulit untuk mengetahui seperti apa wajah mata-mata hanya dalam sekali lihat.
Sementara itu, George yang mendengar penuturan Jessi membulatkan mata sempurna, orang yang selama ini berada di sampingnya ternyata adalah mata-mata dari musuhnya. Dia bahkan tidak menyadari hal tersebut dan merasa bodoh di hadapan yang lainnya.
Merasakan hal itu sangat memalukan bagi reputasinya, George memilih untuk tidak mencari masalah. Apalagi Jessi tampak mengerikan ketika membunuh tanpa berkedip. "Mari masuk lebih dulu, Nona!"
"Penggal kepalanya, gantung di tiang tertinggi di sini. Anggap sebagai peringatan bagi mata-mata lain yang masih berkeliaran." Jessi langsung berjalan melangkahi mayat yang tergeletak tak berdaya dengan mata masih terbuka lebar. Wanita tersebut berjalan seakan tak pernah terjadi apa-apa di sana. Padahal setiap orang yang menyaksikan hal itu sudah bergidik ngeri karenanya.
George menganggukkan kepalanya, mengisyaratkan pada anak buahnya agar menuruti apa yang diminta Jessi, beruntung dia tidak gegabah tadi. Wanita di depannya benar-benar sangat kejam dan tak berperasaan. Pria tersebut mungkin adalah seorang mafia dan pembunuh bayaran, tetapi tak pernah sampai memenggal kepala manusia. Apalagi dalam sekali gerakan kilat seperti itu.
Mereka lantas melangkah memasuki sebuah bangunan layaknya markas utama. Jessi mengedarkan pandangan melihat-lihat apa saja yang ada di sana.
"Jadi apa maksud kedatangan anda kemari, Nona?" George meletakkan bokongnya di sebuah kursi. Dia tidak ingin berbasa-basi karena itu bukanlah sikapnya. Meskipun wanita di depannya cantik, tetapi entah mengapa pria tersebut merasa was-was saat ini.
"Aku menawarkan kerja sama!" Jessi duduk di kursi di depan George setelah selesai memindai setiap isi ruangan.
"Kerjasama?" Pria tersebut mengernyitkan dahi. Cukup lama mereka tidak memiliki partner bisnis apalagi sokongan dalam kegiatan mafia. Jangan-jangan wanita itu hanya ingin bermain-main saja.
Namun, sedetik kemudian Jack meletakkan kartu hitam di depan George. "Aku ingin kelompok kalian bekerja di bawah perintahku, kau bisa menggunakan kartu itu untuk kebutuhan kelompokmu!"
"Kau ingin membeli kami?"
"Tidak, itu hanyalah salah satu fasilitas untuk anak buahku." Jessi menyilangkan kedua kakinya dengan sangat anggun. Aura seorang wanita pemimpin terpancar jelas di wajahnya yang cantik.
"Bagaimana jika aku menolak?"
"Maka teruslah hidup dalam kesusahan yang di siapkan oleh kakakmu."
"Apa maksudmu?" George berdiri marah. Selama ini hanya anggotanya yang mengetahui tentang seluk beluk keluarganya, tetapi bagaimana bisa wanita tersebut menyebut kakaknya dengan entengnya. Apa dia mengenal mereka?
"Bukankah usahamu semuanya tengah sulit, hingga kau menjarah penduduk disini demi kepentingan kelompokmu." Jessi hanya tersenyum menyeringai melihat wajah syok George dalam hitungan detik.
Pria tersebut seakan membeku di tempatnya untuk beberapa waktu. George lantas terduduk kembali, benar apa yang wanita ini katakan. Dia tengah kesulitan mendanai anggota mafia yang mengikutinya. "Apa keuntunganmu bekerja sama dengan kami?" Pria itu memastikan apa yang sebenarnya diinginkan Jessi. Tak mungkin seseorang menawarkan kerja sama tanpa sebuah timbal balik.
"Aku akan menganggapnya sebagai utang dulu. Kelak akan aku pikirkan apa keuntungan yang bisa aku dapat dari kalian. Aku akan membantumu keluar dari kondisimu terlebih dahulu," ujar Jessi santai.
George dibuat bimbang kali ini, wanita di depannya sangat pandai memainkan kondisi. Di sisi lain, dia sudah dibuat sangat kewalahan dengan dana untuk menghidupi anggotanya. Apalagi barang-barang mereka sedang surut di pasaran. Mau tak mau George pun menyetujui penawaran itu.
"Siapa namamu?" ujar George seraya mengulurkan tangannya.
"Jesslyn Light, senang bekerja sama dengan Anda." Jessi membalas jabatan tangan George dengan sebuah senyum indah merekah. Ternyata tak perlu tenaga ekstra untuk merekrut pria di depannya yang tampak masih muda itu.
"Apa rencanamu selanjutnya, Nona?"
"Rencana? Itu nanti, aku punya peraturan terlebih dulu!"
"Baiklah, sebutkan!"
"Aku membebaskan kalian dengan pekerjaan kalian sebelumnya, kecuali memburu hewan liar," tegas Jessi. Dia tidak ingin kejadian terakhir kali terulang kembali. Hal tersebut bisa merusak ekosistem dan menyebabkan kepunahan hewan liar, terutama para hewan buas yang cukup sedikit jumlahnya.
"Mengapa?"
"Aaaa itu aturan kedua, jangan tanyakan aturan yang aku buat!" lanjutnya.
Mendengar hal itu, George hanya menganggukkan kepalanya wanita di depannya benar-benar tak bisa di ajak kompromi. Sungguh pedagang yang pandai memanfaatkan situasi pasar.
"Ketiga, biarkan penduduk di sini bekerja seperti apa yang mereka inginkan. Tapu, kau wajib menjaga dan membantu mereka. Anggap saja kau adalah ayah."
"Cih, aku bahkan belum menikah bagaimana bisa aku menjadi ayah?" George memiliki usia terbilang masih sangat muda untuk ukuran pemimpin mafia. Namun, keadaan memaksanya untuk menerima jabatan itu dengan tanggung jawab yang besar.
"Itu urusanmu, perkembangan di sini bisa kau laporkan pada Jackson nantinya. Dan setiap misi yang kalian terima aku harus tau, jangan sampai kalian menyentuh orang-orangku!"
"Baiklah."
"Aku akan membeli pulau ini setelah kembali dari sini. Jadi, kalian semua bisa tinggal di sini dengan aman," sambung Jessi dengan nada sombongnya.
Mendengar hal itu mata George terkejut bukan main, hingga melebarkan kedua matanya. Apa wanita di depannya benar-benar sekaya itu?
Hanya author yang tahu.
To Be Continue