Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 19
Mungkin dari sekian banyaknya perbedaan, satu yang dapat menyatukan sepasang penganten anyar ini yaitu bermalas-malasan sambil nonton kartun di waktu senggang mereka.
Gio melirik-lirik usil ke arah sampingnya, dimana Leta bersila begitu khusyuk menonton si baling-baling bambu sambil sesekali tawa renyah menghiasi suasana.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Gio mengubah posisinya dengan menumpangkan kedua kaki berbulunya itu di atas pangkuan Leta.
"Mau berbakti sama suami kan? Pijitin..." titahnya hampir saja melebarkan senyuman saat melihat wajah keruh dilengkapi dengan sorot mata tajam.
Leta hampir berdesis macam ular, suami luthungnya itu---shhh! Apa harus ia check out kan saja cairan sianida dari keranjang onlinenya? Astagfirullah! Giginya hampir habis karena sering bergemelutuk.
"Mas...shh---" ia menghempas sepasang kaki berbulu layaknya luthung hingga hampir terjatuh, sungguh! Apakah Gio tak mengerti bahasa Indonesia? Ataukah Leta mesti pake bahasa kalbu untuk berbicara dengan Gio?
"Eh...eh...mau dosa, ngga nurut! Pahala, Ta...pahala..." kedua alis Gio terangkat, ia tersenyum penuh kemenangan dengan dalih suami adalah surga istri, ia bisa menjajah Leta.
"Ish, aku udah bilang kalo aku ngga mau diganggu waktu weekend. Mau cosplay mayat..." ia hampir mengacak rambutnya sendiri kesal, paling tak suka jika waktu berleye-leyenya diganggu.
"Ngomongmu, seenak dengkul. Cosplay mayat, ucapan adalah do'a Ta...kalo gusti Allah denger terus kamu dijadiin mayat beneran saat ini juga, kamu mau?!"
Leta menggeleng kencang, "perumpamaan...paulll!" ia hampir mendorong kepala Gio jika saja Gio tak segera menghindar, tau sasaran tangan Leta kepalanya, seperti biasa.
"Buruan Ta...ibadah loh!" paksa Gio semakin membuat bibir Leta maju dibuatnya. Weekendnya kacau saat Gio hadir di hidupnya.
Gio menaruh kembali kaki berbulunya di pangkuan Leta dan kali ini Leta tak marah ataupun menepis, ia justru meraih, memegang dan mulai memberikan pijatan disana.
Gio benar-benar tersenyum penuh kemenangan, ucapannya tempo hari itu...sepertinya menjadi kenyataan. Ucapan memang do'a dan do'anya adalah sudah mulai nyaman bersama Leta.
Awalnya Leta memberikan pijatan-pijatan keras, tapi rupanya bukan Gio yang merasa kesakitan melainkan ia yang sudah merasa pegal.
"Yang ikhlas yo...bojo..." Gio cengengesan saat Leta menguarkan aroma kekesalan yang tertahan.
"Eh...eh...ndak boleh manyun loh, ya! Mesti ikhlas, itu bibirmu tolong dikondisikan---mau kusosor sampe kamu sesek lagi?"
"Pelece han itu namanya, Yo..." desis Leta sembari memijit kaki Gio. Rabaan terasa kasar saat jemarinya menyentuh kulit yang ditumbuhi bulu, membuat Leta enggan untuk menyentuhnya lama-lama, bahkan Gio sudah memegang dan menaruh kedua tangannya di belakang kepala demi menahan kepalanya yanh dimabuk kepayang oleh pijatan Leta.
"Sepertinya aku harus mempertimbangkan kembali untuk tidak mudah mengucap kata talak nanti, lumayan...tiap hari bisa ada yang mijitin!" akuinya kejam.
Plak!
Gio sempat terkejut dan menoleh seketika pada Leta saat tepukan keras mencubit pa ha tertutup celananya.
"Kamu kira aku tukang pijit!"
"Loh, aku kira istri itu profesi multitalenta loh, bisa jadi apa saja sesuai kebutuhan suami. Manager keuangan, chef, laundry, asisten rumah tangga, tukang pijit, wanita penghibur, partner hidup, guru, dokter...pabrik."
Leta mengernyit horor di kata terakhir yang Gio ucapkan, "pabrik opo?! Ngga usah ngada-ngada...kamu mau meng-eksploitasi istri gitu maksudnya? Ora sudi, aku!" ia kembali mendorong kasar kaki Gio dengan penuh ekspresi sengit, se-sengit pertempuran Bubat.
"Pabrik Ta. Pabrik generasi penerus..." jawab Gio justru membuat wajah Leta tak terkontrol malunya, "oalah...bibirmu itu, mas!" Leta benar-benar mencomot bibir Gio yang tanpa saringan itu. Semakin sini Gio justru lebih me sum ketimbang lelaki normal. Dan Leta mulai warning akan hal itu, siapapun tolong tabok kepalanya sampai mars!
Hatinya mendadak was-was...oke salahkan kelakuan cerobohnya, mana barang sudah dikemas dan diantar ke tempat tujuan. Semoga kurir paket tidak bertemu Gio, jika itu terjadi, emhhh! Matilah ia. Mana harganya mahal pula!
"Kalo aku ngga mau?!" tantang Leta.
"Ohhh makin jauh kamu nyium bau surga...." jawab Gio jumawa.
"Ih, nyebelin." decih Leta. Sementara Gio sudah cengengesan kembali.
"Besok aku ijin bantuin ibu ngelapakkk." ketusnya meminta ijin, karena kembali Gio sudah menaruh kembali kakinya di atas pangkuan Leta.
"Di car free day?"
Leta mengangguk.
"Boleh. Kebetulan aku mau lari bareng Mus sama Rompis..."
Leta langsung menoleh pada Gio mendengar kedua nama yang sudah tak asing lagi itu, tentu saja ia begitu hafal wong kedua manusia akhir jaman itu adalah nama manusia yang sering berdengung di telinganya akhir-akhir ini macam nyamuk.
"Mus itu orang yang nyolong jambuku kan?!"
Gio mengangguk.
"Terus Rompis itu---"
Gio mengangguk membenarkan, seolah ia tau Leta akan berkata apa, "si gentong.."
Seketika Leta menghela nafasnya, melihat kegusaran di wajah Leta, Gio tau Leta risih mendengar nama Rompis apalagi mereka sama-sama tau jika Rompis adalah----
"Masih sering ketemu, berhubungan?"
Gio mengangguk, "satu kelas. Sering satu tugas. Dia sering nongkrong juga di tempat kerjaku."
Leta mengangguk, "pantesan kamu susah buat sadar..." Leta melengkungkan bibirnya, dan terjadi lagi helaan nafas Gio sepaket rotasi matanya, "kalo aku bilang aku masih normal kamu percaya?"
Leta menatap Gio lekat-lekat, "punya bukti apa, biar aku percaya? Sementara sampai saat ini aja, mas Gio masih deket-deket begitu. Toh dari awal masalah ini meledak, sampai dijodohin begini mas Gio ngga ada ngelak atau membela diri..."
"Karena aku sengaja Leta. Karena semua ini--" Gio menghentikan ucapannya dan menggantungkan itu di langit-langit mulutnya.
Paket !!!!
Aletta!
Leta seketika melotot mendengar suara seruan memanggil namanya dari luar, praktis ia beranjak hingga membuat kaki Gio terhempas hebat dan mengaduh.
"Ta."
Buru-buru Leta berlari ke arah depan demi menyerbu tukang paket.
Sadar akan keanehan yang terjadi, Gio tak bisa untuk tak penasaran. Kenapa juga istrinya itu harus buru-buru.
Ia berjalan santai menyusul ke arah pintu depan dimana Leta terlihat menerima kotak berplastik merah yang Gio belum tau itu apa. Hanya saja Leta terlihat----
"Paket apa? Kamu pesan barang?"
Leta seketika menyembunyikan di belakang badannya, "bukan apa-apa...ngga usah kepo, ini barang cewek."
"Mas tunggu sebentar, ya...ta ambil dulu uangnya." Ujar Leta kini sudah berjalan kembali dan begitu waspada saat berhadapan dengan Gio di dekat gawang pintu.
Gio menarik alisnya sebelah merasa ada yang janggal, kenapa juga dirinya tak boleh tau...jika memang bukan sesuatu lumrah, tak mungkin juga sikap Leta berlebihan begini.
Gio benar-benar dilanda rasa penasaran, bisa saja kan Leta menyembunyikan sesuatu penting di belakangnya. Atau justru ia memesan yang bukan-bukan. Gio patut tau! Entahlah, pemuda itu merasa dirinya perlu tau apapun yang Leta lakukan, yang Leta konsumsi ataupun beli.
Tak lama gadis itu kembali dan membayar, namun di tangannya sudah tak ada kotak itu. Lalu dimana?
Tadi Leta masuk kamar, itu berarti kotaknya berada di---
"Mas Giooo!"
Gio sudah berlari menuju kamar berpacu dengan Leta yang mengejarnya.
.
.
.
.
.
nunggu letta sadar pasti seru ngamuk2 nya ma gio...
ndak ada juga yang bakal masukin ke penjara
biar si letta gk pergi2 dri kmu
jangan to yo,kasian si leta masih gadis
mana enak menikmati sendiri
tunggu Sampek kalian bener2 siap lahir batin dan ikhlas melakukannya bersama, atas kesadaran masing2, pasti rasanya jauh LBH maknyus 👌