NovelToon NovelToon
Logika & Hati

Logika & Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali / Slice of Life
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Arifu

Rehan, seorang sarjana Fisika, tinggal di Jakarta dan mengandalkan logika dalam segala hal. Suatu malam hujan, ia berteduh di sebuah warkop dan bertemu Dinda, seorang pelayan yang cantik dan ramah. Rehan merasa ada sesuatu yang berbeda, tetapi ia tidak percaya pada perasaannya. Untuk membuktikan apakah perasaan itu nyata, Rehan memutuskan untuk melakukan eksperimen ilmiah tentang cinta, menggunakan prinsip-prinsip sains yang ia kuasai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dibawah langit yang sama

Hari itu terasa lebih berat bagi Bayu. Sebelumnya, pagi dimulai dengan cuaca cerah, namun hatinya terasa gelisah. Bayu berjalan pelan menuju kampus, melangkah dengan langkah yang tidak pasti. Ia masih teringat pertemuan dengan Rara kemarin. Kata-kata Rara yang begitu tulus menari-nari di pikirannya. Tidak ada hal baru yang datang dari bibirnya, namun setiap kata yang keluar seolah membekas dalam benaknya.

“Gue cuma mau kamu tahu, Bayu. Gue selalu ada buat kamu. Lu nggak perlu berubah jadi orang lain.” Kalimat itu kembali terngiang di telinganya.

Bagaimana bisa ia menjawabnya? Apa yang harus dia katakan? Bayu tahu betul bahwa dirinya bukanlah tipe orang yang tahu bagaimana cara berurusan dengan perasaan. Selama ini, ia lebih suka menghindarinya, menjaga jarak. Tapi kini, semuanya berubah. Perasaan itu ada, meski ia tak tahu harus menghadapinya dengan cara apa.

Di sepanjang jalan menuju kampus, Bayu hanya bisa merenung. Semua hal yang terasa tidak penting, sekarang menjadi sangat penting. Ketika sampai di gerbang kampus, ia melihat teman-teman sekelasnya sudah berjalan ke ruang kuliah. Mereka tampak sibuk, tertawa dan berbincang seperti biasa. Bayu merasa sedikit terasing, seolah ia tersesat di dunia yang tak ia pahami.

Sesampainya di kelas, Bayu mencari tempat duduknya di pojok belakang. Tidak ada yang istimewa dengan ruang kuliah ini. Semua tampak sama seperti kemarin dan sebelumnya. Namun, hari ini terasa berbeda. Matanya tidak bisa fokus pada apa yang diajarkan dosen, karena perasaan yang terus mengganggu. Perasaan bingung, cemas, dan tidak yakin.

Satu-satunya yang bisa ia pikirkan adalah Rara. Apa yang dimaksud dengan kata-katanya? Mengapa Rara selalu ada untuknya? Apa yang sebenarnya ia inginkan? Bayu merasa tidak siap untuk menghadapi semua pertanyaan itu. Bukan hanya karena dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi juga karena dia merasa dirinya tidak layak. Dengan fisik kurus tinggi dan segala kekurangannya, bagaimana bisa seorang perempuan sebaik Rara mau dekat dengannya?

“Ayo, Bayu! Fokus, jangan melamun!” Adit tiba-tiba menggoda dari bangkunya. Bayu tersentak, lalu menatap Adit dengan canggung.

“Eh, nggak apa-apa kok. Cuma kepikiran sesuatu aja,” jawab Bayu pelan, berusaha seolah-olah tidak ada yang aneh. Tapi Adit sudah cukup mengenalnya untuk tahu kalau ada yang sedang mengganggu Bayu.

“Cih, ada apa nih? Gagal paham sama teori Stoic atau Plato?” Adit menyeringai lebar. “Atau ada masalah cewek lagi?”

Bayu menggaruk tengkuknya, tidak tahu harus menjawab apa. “Sama sekali nggak ada hubungan dengan itu,” jawabnya, lebih untuk dirinya sendiri.

Rika yang duduk di samping Adit menambahkan, “Yah, nggak usah bohong deh, Bayu. Gue bisa lihat dari ekspresi muka lu. Ada yang lagi bikin galau nih.”

“Aduh, gue nggak tahu, Rika,” jawab Bayu sambil menghela napas. “Kadang gue bingung sama diri gue sendiri.”

Dimas yang duduk di sebelah Rika ikut tersenyum, meskipun tahu kalau Bayu jarang mengungkapkan perasaannya. “Gue ngerti sih, Bayu. Emang hidup itu kadang bikin pusing. Tapi jangan sampai mikirnya terlalu dalam. Toh, kadang jawabannya cuma ada di diri kita sendiri.”

Bayu hanya bisa tersenyum kecut, tapi tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Teman-temannya memang baik, tapi mereka tidak akan pernah bisa memahami bagaimana rasanya bingung dengan perasaan sendiri.

Setelah kuliah selesai, Bayu memutuskan untuk berjalan kaki kembali ke rumah kosnya. Cuaca mulai mendung, seolah mencerminkan suasana hatinya. Hujan turun perlahan, dan Bayu segera mencari tempat berteduh di bawah pohon besar yang ada di samping jalan. Ia duduk di sana, mencoba menenangkan pikirannya. Ada banyak hal yang harus dipikirkan, tapi Bayu tidak tahu harus mulai dari mana.

Pikirannya kembali pada percakapan dengan Rara kemarin. Tersentak, ia menyesal karena belum memberi jawaban yang jelas. Tapi apa yang bisa dia katakan? Bagaimana bisa seseorang seperti dirinya layak mendapatkan perhatian seseorang sebaik Rara? Tidak hanya itu, perasaan tidak pasti dan rasa canggung yang terus mengganggunya semakin membuatnya merasa terjebak.

Beberapa saat kemudian, ponselnya berbunyi. Bayu mengeluarkan ponsel jadulnya yang sudah sering disebut usang oleh teman-temannya. Itu adalah pesan dari Dimas.

Dimas: Bro, ada apa? Lu kayak nggak fokus tadi di kelas, ada yang ganggu ya?

Bayu hanya membalas dengan singkat.

Bayu: Nggak ada kok, Dim. Cuma lagi banyak pikiran aja.

Tidak lama kemudian, Bayu menerima pesan lain, kali ini dari Rara. Ia membaca pesan itu dengan cemas.

Rara: *Bayu, gue tahu lu pasti lagi mikirin banyak hal. Tapi nggak apa-apa kok, nggak perlu takut kalau mau ngobrol. Gue di kafe kampus, kalau lu mau datang, gue tunggu. :)

Bayu terdiam sesaat. Hatinya berdebar. Rara mengundangnya untuk bertemu lagi. Apa yang harus dia lakukan? Apa yang akan terjadi jika dia menerima ajakan ini? Bayu tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasakan—atau, justru semakin menambah kebingungannya.

Setelah beberapa detik berpikir, Bayu akhirnya mengetik balasan.

Bayu: Gue akan datang. Tunggu sebentar.

Sesampainya di kafe kampus, Bayu melihat Rara sudah duduk di sudut meja, menatap keluar jendela sambil memainkan cangkir kopinya. Bayu melangkah pelan menuju meja itu, rasa canggung kembali menghampirinya.

“Ra, maaf, gue... gue masih nggak tahu harus ngomong apa,” kata Bayu begitu ia duduk.

Rara menoleh dan tersenyum. “Gak apa-apa, Bayu. Gue cuma mau lu tahu, nggak ada tekanan kok. Gue cuma pengen ngobrol sama lu.”

Bayu merasa sedikit lega mendengar itu. Namun, rasa cemas tetap menghantui. “Gue... nggak ngerti soal perasaan. Selama ini, gue selalu berpikir logis. Gue nggak tahu apa yang gue rasakan sekarang.”

Rara menatap Bayu dengan lembut. “Cinta itu memang bukan hal yang logis, Bayu. Tapi itu juga bukan sesuatu yang harus ditakuti. Gue cuma ingin kita bisa sama-sama, entah itu sebagai teman atau lebih dari itu. Yang penting, gue nggak mau kamu merasa sendiri.”

Bayu menatap Rara, mencoba mencari tahu apakah kata-katanya benar-benar tulus atau hanya sekadar kata-kata penghibur. Namun, sesuatu di dalam dirinya mulai bergerak. Ia merasa ada ketulusan dalam setiap kata yang diucapkan Rara.

“Apa yang harus gue lakukan, Ra?” tanya Bayu dengan suara pelan.

Rara tersenyum. “Cuma percayalah, Bayu. Itu saja. Kita bisa mulai pelan-pelan. Gak usah terburu-buru.”

Bayu merasa jantungnya berdebar lebih cepat. “Aku... aku nggak tahu apa yang harus aku rasakan.”

“Tapi itu nggak masalah,” jawab Rara. “Yang penting kamu tahu, gue ada di sini.”

1
pisanksalto
bagus tata kalimatnya. dialognya juga enak, ngalir. cuma tiap pergantian scen entah kenapa kurang mulus rasanya. tp overall ok. aku penasaran sama masa kecil bayu dan rara
Arifu: Terima kasih, tapi kak mohon maaf untuk cerita ini mau saya hapus, kakak mungkin bisa cari yang lain di profil saya, siapa tau suka dengan cerita yang lain
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!