Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 3
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Menit demi menit terlewati dengan ocehan yang terus keluar dari bibir ranumnya. Tangan mungil itu tidak pernah berhenti bekerja memotong sayuran dan juga daging. Uap dari air yang mendidih dari panci terus menemani kesendirian.
Rania tahu jika sekarang dirinya sudah mengemban tugas sebagai seorang istri. Namun, bukan kehidupan seperti ini yang diinginkannya. Itu sama saja ia diperlakukan layaknya sebagai asisten rumah tangga.
Suami yang seharusnya menjaga, melindungi dan memberikan kasih sayang nyatanya hanya memberikan perintah seenaknya.
Ia tahu pernikahan tersebut terjadi akibat perjodohan yang disetujui ibunya sendiri. Jauh dari lubuk hatinya paling dalam Rania sama sekali belum berkeinginan untuk berumah tangga. Namun, sekarang takdir mengharuskannya berganti status.
Ia menghela napas kuat seraya bergumam, "Ya Allah baiklah memang seperti ini tugas yang harus ku jalani, insyaAllah aku bisa melakukannya," gumamnya menyemangati diri sendiri.
Tidak lama kemudian, masakan yang dibuatnya matang. Dengan hati-hati, Rania membawanya menuju tempat sang tuan muda berada.
Di sana sang suami sekaligus orang paling berkuasa tengah duduk sendirian di ujung meja. Kedua netranya menatap nyalang kedatangan "sang istri".
Mendapatkan tatapan seperti itu membuat kedua tangan Rania bergetar. Perlahan tapi, pasti ia mencapai keberadaan suaminya lalu menjulurkan makanan yang telah selesai dibuat. Iris jelaganya memandangi Jim-in sekilas dan duduk mengikutinya.
"Eh-eh, kamu mau apa?" tanya Jim-in menunjuk tepat padanya.
Rania yang belum sempat duduk pun kembali menarik diri dan membalas tatapan itu lekat.
"Aku mau ikut sarapan bersamamu," jelasnya kemudian.
Jim-in menggelengkan kepala beberapa kali.
"Mwo?! Kamu tidak pantas untuk makan bersamaku. Kamu lihat mereka?" Tunjuknya pada beberapa pelayan yang berdiri di kedua sisi meja makan, Rania pun mengangguk singkat.
"Kamu ikuti mereka. Karena keberadaan mu memang pantas di sana," bisik Jim-in kemudian.
Baru saja sehari menjadi seorang istri, perkataan yang dilayangkan suaminya barusan benar-benar menghujani perasaan terdalam.
Rania tidak menyangka pria pemilik senyum menawan itu memiliki hati sekejam belati. Seraya menahan kepedihan, ia berjalan ke samping kanan meja kemudian menyaksikan sang tuan muda sarapan.
Sesak di dada membuat cairan bening merembes dalam mata dan sekuat tenaga Rania menahannya. Ia tidak mau dianggap cengeng dan kembali mendengar kata-kata tak mengenakkan.
Semua pandangan mata pelayan yang ada di sana langsung mengarah padanya. Ada yang kasihan, ada pula yang menertawakan dalam diam. Rania tidak mengerti kenapa dirinya bisa berada pada posisi seperti sekarang. Kehidupan bebasnya sudah direnggut paksa oleh pria itu.
Sangkar emas yang diberikan telah mengurungnya. Rania tidak bisa terbang lagi. Cita-cita yang hendak dicapai harus kandas dengan paksaan.
...🌦️🌦️🌦️...
Selesai dengan urusan perutnya, Jim-in membawa istri di atas kertas itu ke ruangan pribadinya. Di sana ia sering menghabiskan waktu sendirian, bersama dunianya sendiri melupakan hal-hal yang membuatnya bisa berakhir di kursi roda.
Rania masuk dan seketika saja menghirup aroma manis yang menguar menyambut kedatangan. Netra jelaga itu berkeliaran melihat isi di dalamnya.
Ia menangkap banyak sekali anak panah beserta busurnya terpajang. Di sisi lain juga terdapat piala yang tersusun rapih di dalam lemari kayu dengan jumlah tidak sedikit.
Rania tidak tahu seperti apa hobi yang dimiliki suaminya ini. Bahkan baru kemarin ia bertemu dengan sosok dingin tersebut.
"Aku sudah menuliskan beberapa peraturan. Kamu memang istri sah ku, tapi ... kamu tidak berhak menjadi nyonya di rumah ini. Karena tugasmu hanya satu, menjadi mainanku." Kembali tatapan mengintimidasi diperlihatkan.
Rania membulatkan mata tidak percaya. Perkataan yang meluncur dari bibir keriting Jim-in lagi-lagi melukai hati.
Tanpa mengatakan sepatah kata Rania membawa secarik kertas yang disodorkan Jim-in. Bola mata kelerengnya bergulir membaca tulisan Hangul yang tertuang di sana.
...Peraturan pertama, sang istri harus membangunkannya tepat jam enam pagi....
...Kedua, sang istri harus bergerak cepat jika Tuan Muda membutuhkannya....
...Ketiga, sang istri tidak boleh menolak apa pun yang diinginkan Tuan Muda....
...Keempat, sang istri tidak boleh membantah apa pun yang disuruh Tuan Muda....
...Kelima, sang istri hanya melayani selayaknya seorang perawat kepada Tuan Muda....
...Keenam, sang istri jangan pernah melibatkan perasaan....
...Ketujuh, sang istri dilarang jatuh cinta kepada Tuan Muda....
...Peraturan ini dibuat dan ditandatangani oleh Tuan Muda Park Jim-in....
Rania tidak habis pikir Jim-in bisa merancang peraturan tersebut dengan sangat apik. Ia tidak henti-hentinya menarik napas merasakan kekecewaan. Ternyata, perjodohan itu terjadi tidak lain dan tidak bukan untuk menjadikannya sebagai pelayan pribadi.
Sungguh konyol, pernikahan yang terjadi dalam hidupnya harus berakhir seperti itu. Rania menggelengkan kepala beberapa kali menahan keterkejutan.
"Aku tidak menyangka kamu bisa melakukan semua ini. Kamu tahu pernikahan itu suci. Kita berjanji di hadapan Allah untuk terus bersama, hingga menuju jannah-Nya," tegas Rania mengingatkan.
Namun, Jim-in malah melebarkan senyum. Tentu kedua sudut bibir yang melengkung itu bukan menandakan kebahagiaan, melainkan ada makna lain yang tersirat di dalamnya.
"Tuan Muda! Mana sopan santun mu? Ingat kamu itu hanya orang lain di rumah ini jadi jangan seenaknya memanggilku. Tentang pernikahan ini memang keinginanku. Aku tahu salah satu pelayan memiliki seorang anak dan tengah mengenyam pendidikan keperawatan. Tidak sengaja beberapa bulan lalu aku melihatmu tengah berjalan-jalan bersama ibumu. Karena ibuku sudah membantu biaya pendidikanmu, aku pikir tidak ada salahnya mendapatkan perawat gratis. Anggap saja kamu sudah lulus dan langsung mendapatkan pekerjaan."
Sudah cukup penjelasan yang dikatakan Jim-in membuat Rania mengerti. Ternyata pernikahan itu memang sudah menjadi rencana pria dua puluh lima tahun ini.
Rania tidak menyangka pria yang ia pikir bisa menjadi imam dalam hidupnya melakukan tipu daya. Ia sudah terperangkap dalam permainan konyol yang diatur olehnya.
Hilang sudah rumah tangga yang pernah ia dambakan. Ternyata pangeran berkalung sorbannya berubah menjadi pria licik tidak berperasaan. Rania hadir dalam kehidupan pria itu hanya untuk menjadi perawat pribadinya saja, tidak lebih.
"Kejam! Jadi, Tuan Muda sudah merencanakan ini semua? Kenapa harus saya?" tanya Rania menahan kepedihan.
Seringaian tercetak jelas di wajah tampan Jim-in. "Mudah saja. Karena aku tahu ibumu pekerja keras, jadi putrinya juga sudah pasti bisa diandalkan. Jangan harap kamu bisa berubah menjadi tuan putri di sini. Ingat kedudukanmu hanya sebatas perawat dan pelayan pribadiku. Status istri hanya sebatas di atas kertas. Jangan bermimpi kamu bisa benar-benar menjadi istriku. Sekarang tandatangani surat perjanjian itu," tegasnya membuat Rania kembali melebarkan kedua mata.
Dengan tangan bergetar ia mengikuti suruhan sang tuan muda. Manik kelamnya memandang ke arah kertas di mana di sana sudah tertera tandatangan dari pasangan sah nya. Rania pun menyetujui peraturan tidak mendasar dari suaminya seraya membubuhkan tandatangannya.
"Bagus, mulai sekarang kamu tidak bisa mengelak lagi." Senyum penuh kemenangan tercetak di wajah tampan itu.
Rania sudah tidak bisa menahan air mata lagi. Ia pun keluar dari ruangan idan terus berlari hingga menepi di balkon. Angin berhembus menyambut kegelisahan. Awan mendung pun turut mendampingi. Hingga tidak lama kemudian hujan turun membasahi tanah gersang.
Rania menganggukkan kepala beberapa kali. Ia mengerti sungguh dirinya mengerti kenapa ada nama itu dalam dirinya.
"Ini tangisan pertama setalah aku menjadi seorang istri. Ternyata aku menikahi pria tidak berperasaan. Ya Allah takdir apa yang tengah Engkau rencanakan untuk hamba?" bisiknya mendongak ke atas.
Hujan pun turun semakin lebat. Rania sudah tidak mempedulikan jika hawa dingin berkali-kali menyapa. Ia hanya ingin menangisi kehidupannya saat ini.
"Tapi bagaimana pun juga pernikahan ini suci. Aku harus menjadi istri yang baik. Karena aku yakin Allah Maha Tahu segalanya, dan Dia Maha Membolak balikan hati hamba-Nya," gumamnya lirih.
...🌦️SURAT PERJANJIAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘