NovelToon NovelToon
Kalbara

Kalbara

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Cintapertama / Teen School/College / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Jaena19

Kalista Aldara,gadis cuek yang senang bela diri sejak kecil.Tapi sejak ia ditolak oleh cinta pertamanya,ia berubah menjadi gadis dingin.Hingga suatu ketika, takdir mempertemukannya dengan laki-laki berandalan bernama Albara. "Gue akan lepasin Lo, asalkan Lo mau jadi pacar pura-pura gue."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

tiga

Setelah berada di perpustakaan,mereka bertiga masuk.Saat masuk suasana perpustakaan begitu sepi,mungkin hanya ada beberapa orang di sana.

Tasya melangkah penuh semangat menuju rak buku dan mengambil sebuah buku tanpa berpikir panjang. Tak lama, ia kembali ke meja baca yang terletak di sudut ruangan, tempat di mana ia akan bersembunyi dan tidur di sana.

Kalista mengamati gerak-gerik temannya yang cantik itu dan menggelengkan kepala, merasa yakin bahwa Tasya hanya akan tidur di sana. Sesuai dugaan, Tasya duduk di meja, menempelkan kepalanya pada buku itu sebagai bantal, dan menutupi wajahnya dengan buku lain. Di sudut ruangan itu, ia berhasil menyembunyikan kelelahannya, bersembunyi di balik jajaran rak buku.

Sementara itu, Kalista memilih berkeliling ruangan, mencari buku yang menarik hatinya. Ia berjalan pelan, menelusuri setiap judul dan menggenggam buku-buku yang menggugah rasa ingin tahunya.

Tak jauh dari Kalista, Alvaro juga melakukan hal serupa. Mata mereka terbuka lebar, berharap menemukan sebuah karya yang akan menambah wawasan dan membuat waktu yang mereka habiskan di perpustakaan ini menjadi tak terlupakan. Dalam suasana yang penuh keingintahuan ini, hati mereka merasa lebih hidup dan lebih terhubung dengan dunia pengetahuan..

Keduanya bergegas ke rak buku yang berbeda. Kalista mengambil salah satu buku dari rak, lalu menyelam dalam tulisan di lembar demi lembar kertasnya. Setelah beberapa halaman, ia menghela napas pelan dan meletakkan buku itu kembali ke tempatnya, kehilangan minat pada cerita yang menurutnya kurang memikat.

Ia melangkah menuju rak lain, menelisik buku-buku yang berjejer, membaca sejenak lalu kembali memasukkannya. Hal itu ia lakukan berulang kali. Di saat mata Kalista terhenti pada rak dengan label "kumpulan novel", ia tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.

Ternyata, perpustakaan sekolah ini lebih lengkap dari yang diperkirakannya. Meskipun koleksi novel tak sebanyak buku-buku lainnya, tetapi tetap mengesankan. Ia tak sering mengunjungi perpustakaan, terkendala oleh jarak dan keengganan untuk bertemu banyak orang. Matanya terpaku pada sebuah novel yang terpajang di rak paling atas. Dengan sedikit berjinjit, ia meraih novel itu—seolah di antara sekian banyak buku, hanya novel itu yang layak mendapatkan perhatian penuh dari Kalista.

"Ini gue yang pendek atau raknya yang tinggi sih?" gerutu Kalista, frustrasi karena kesulitan meraih novel yang ingin ia baca.

Pandangannya berkeliling, mencari bangku kecil yang biasa digunakan untuk mengambil buku yang terletak di rak paling atas. Matanya segera menemukan bangku yang dicarinya di rak sebelah, ia berjalan dan membawanya ke rak tempat novel itu berada.

Dengan hati-hati, Kalista naik ke bangku yang tingginya hanya sekitar tiga puluh sentimeter. Setelah menjangkau, ia menggenggam erat novel impian itu dan perlahan turun dari bangku. Namun nasib malang menimpanya, ia tak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri dan kehilangan keseimbangan. Seiring detik-detik menjelang tubuhnya terhempas ke lantai, Kalista memejamkan matanya, membayangkan rasa sakit yang akan ia rasakan saat menghantam permukaan keras.

Kalista menutup rapat matanya, merasa tubuhnya seolah-olah melayang. Namun, seketika itu ia membuka matanya lebar-lebar ketika menyadari bahwa Alvaro lah yang menopang tubuhnya. Waktu seakan-akan terhenti, dengan tatapan takjub Kalista memandang wajah Alvaro yang begitu dekat dengannya.

Dia terpaksa mengakui betapa tampannya laki-laki ini dari jarak seintim ini. Mata cokelat Alvaro yang menarik itu membuat detak jantung Kalista semakin memburu. Apakah mungkin ada sesuatu yang salah? Bisik hatinya, takut bahwa jantungnya terganggu secara tiba-tiba.

"Kal, bangun! Tangan gue udah mulai pegel nih," gumam Alvaro dengan wajah yang mulai merah.

Kalista terkejut dan buru-buru melepaskan diri dari genggaman Alvaro, turun dari kursi. "Maaf," katanya dengan wajah yang memerah karena malu.

Alvaro hanya tertawa ringan, "Ternyata lo berat juga ya."

Memang, satu hal yang lupa Kalista ceritakan tentang Alvaro: dia adalah tipe laki-laki yang bicaranya selalu terus terang. Tanpa menyaring perkataannya terlebih dahulu, laki-laki itu hanya mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. Entah apa kata-katanya akan menyinggung perasaan orang lain atau tidak, ia hanya ingin jujur.

"Biarin," ujar Kalista dengan dingin, lalu memalingkan wajahnya, berniat meninggalkan laki-laki itu. Namun, Alvaro segera menahan pergelangan tangan Kalista, mencegah langkahnya.

"Jangan ngambek, gue cuma ngomong, nggak bermaksud menyinggung Lo," ujar Alvaro, mencoba meyakinkan.

Mata Kalista menyipit, tatapan tajamnya menembus Alvaro. "Siapa yang ngambek? Gue cuma mau duduk dan baca buku ini," ujarnya tegas sambil mengangkat novel yang ia pegang.

Merasa kalah, Alvaro akhirnya melepaskan genggaman tangannya. "Oh." Suasana menjadi canggung, dan angin seakan membawa kebekuan di antara mereka berdua.

_____

Beberapa hari berlalu sejak peristiwa di perpustakaan itu, Kalista mulai sedikit menjaga jarak dengan Alvaro. Bukan karena dia merasa marah atau jengkel, melainkan karena jantungnya kerap berdebar ketika berada di dekat pemuda itu. Ia tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya?

"Kal," panggil Alvaro tiba-tiba, membuyarkan lamunan Kalista yang tengah menikmati makan siangnya.

Ia mendongak, mencoba menutupi rasa gugup yang melanda. "Kenapa?"

Namun, Alvaro tak langsung menjawab. Alih-alih, ia malah duduk di bangku Tasya yang kosong. Tasya hari ini memang tidak masuk sekolah karena ada acara keluarga, sehingga bangku di sebelah Kalista kosong dan siap diduduki.

"Gue cuma nanya, bukan nyuruh lo duduk," ujar Kalista, mencoba untuk bersikap biasa.

Alvaro tersenyum jahil, "Emang gak boleh kalau gue duduk di sini?"

"Boleh," jawab Kalista setengah enggan.

"Yaudah, gue jadi gak masalah dong duduk di sini," sahut Alvaro, merasa kemenangan kecil dalam hati.

"Iya," Kalista menyerah, lalu kembali melahap makanannya, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh debaran jantungnya yang kian kencang. Dia menahan napas, berharap kegugupan ini cepat berlalu.

Gadis itu merasa kesal, jantungnya berdebar kencang tiap kali ia berada di dekat laki-laki itu.

"Kal, beberapa hari terakhir ini, gue merasa lo agak menjauh dari gue. Apa lo masih marah soal gue yang mengomentari berat badan lo di perpustakaan beberapa hari yang lalu?" tanya Alvaro dengan rasa ingin tahu.

Kalista menoleh ke arah Alvaro lalu menggeleng, matanya menatap kosong. "Gue nggak marah, kok."

"Terus, kenapa?" desak Alvaro, masih belum puas dengan jawaban Kalista.

Kalista menghela napas, mencari kata-kata yang tepat untuk mengelak. "Gak ada, lo aja kali yang merasa kalau gue menjauh," kilahnya sambil menutup hatinya erat-erat. Tak mungkin ia mengungkapkan perasaan berdebar dalam dadanya tiap kali berdekatan dengan Alvaro.

Laki-laki itu berdecak, matanya mengerling tajam. "Enggak kok, bukan cuma perasaan gue aja . Emang, lo agak menjauh, Kal." Alvaro menghentikan langkahnya sejenak, napasnya tersengal.

"Padahal, gue senang punya teman kaya lo. Walaupun irit bicara, tapi setiap kali kita bahas sesuatu, kita selalu punya kesamaan pandangan."

Dalam diam, hati Kalista terus bergumul dengan perasaan yang tak bisa terucapkan. Ketika waktu tak terasa semakin berlalu, pertemuan mereka seakan menjadi api yang mempercepat laju jantung Kalista yang terus berdebar kencang.

Kalista mengecup bibirnya, berupaya keras untuk menyembunyikan senyum yang hendak terlukis di wajahnya akibat ucapan Alvaro. Di usianya yang baru menginjak lima belas tahun, ini adalah pertama kalinya ia merasakan kebahagiaan karena pujian seorang laki-laki. Akankah tanpa sadar ia mulai jatuh hati pada pemuda di sampingnya itu?

Kalista menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran tersebut yang berkecamuk di benaknya. Suka? Tidak mungkin. Sejak kapan ia tertarik untuk mencintai seseorang? Kalista memang tetap normal; dia menikmati melihat laki-laki tampan. Namun untuk merasakan cinta di usianya yang masih remaja ini, rasanya sangat mustahil.

Selama ini, ia tidak pernah memiliki kedekatan emosional dengan laki-laki manapun, bahkan sekadar berteman pun ia tidak pernah melakukannya. Jadi, bagaimana mungkin ia bisa yakin apakah perasaan yang muncul ini adalah rasa cinta atau bukan?

"Kal." Ucapan Alvaro menghentikan lamunan Kalista, membuatnya tersadar dari lamunannya

"Kenapa?"

"Nih,buat Lo.Anggap aja sebagai permintaan maaf kalau gue punya salah sama Lo.Kalau gue punya salah,bilang aja jangan ngejauh gini.Yaudah,gue keluar ya,"ujar Alvaro.

Laki-laki itu meletakkan sekotak susu rasa strawberry di mejanya.Sebelum benar-benar pergi, laki-laki itu juga sempat mengusap kepalanya sebentar. Kalista menatap tubuh Alvaro yang mulai menjauh, tangannya lalu memegang dadanya yang berdebar kencang.

Tuhan,kalau kaya gini terus, bisa-bisanya jantungnya copot.

1
Muanisah Jariyah
ceritanya seru,sayang typonya kebanyakan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!