sinopsis Amelia, seorang dokter muda yang penuh semangat, terjebak dalam konspirasi gelap di dunia medis. Amelia berjuang untuk mengungkap kebenaran, melindungi pasien-pasiennya, dan mengalahkan kekuatan korup di balik industri medis. Amelia bertekad untuk membawa keadilan, meskipun risiko yang dihadapinya semakin besar. Namun, ia harus memilih antara melawan sistem atau melanjutkan hidupnya sebagai simbol keberanian dalam dunia yang gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurul natasya syafika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 3: Keajaiban Genetik ang Berbahaya
Amelia duduk di ruang istirahat dokter, membaca laporan medis terbaru tentang terapi gen revolusioner untuk penyakit fibrosis kistik, sebuah inovasi yang menjanjikan penyembuhan permanen bagi penyakit genetik langka ini.
Fibrosis kistik, yang disebabkan oleh mutasi genetik, mengakibatkan penumpukan lendir kental di paru-paru dan organ lain, sering kali berujung pada kegagalan fungsi organ dan kematian dini.
Di tengah keseriusan membaca laporan tersebut, pintu ruangan terbuka, dan Dr. Harris, kepala divisi genetik, masuk dengan langkah cepat.
Dr. Harris:
"Amelia, aku butuh bantuanmu," katanya sambil meletakkan sebuah map tebal di meja. "Kita sedang melakukan uji klinis untuk terapi gen terbaru ini, dan hasil awalnya sangat menjanjikan. Tapi, seperti yang kau tahu, setiap inovasi pasti membawa risiko. Aku ingin kau mengawasi salah satu pasien kita, Clara. Dia menunjukkan hasil yang baik, tapi aku perlu pendapatmu tentang efek sampingnya."
Amelia menatap Harris dengan alis sedikit terangkat.
"Terapi gen ini memang terdengar seperti keajaiban," ujarnya, "tapi kita berbicara tentang pengeditan genetik langsung. Risikonya tidak main-main. Apa yang sebenarnya terjadi pada Clara?"
Harris terlihat ragu sejenak sebelum menjawab.
"Clara, seorang gadis remaja, telah menderita fibrosis kistik sejak lahir. Setelah terapi gen, ia menunjukkan perbaikan signifikan, tapi ada beberapa gejala yang muncul belakangan ini. Aku ingin kau memantau kondisinya lebih dekat."
Amelia mengangguk. “Aku akan melihatnya sekarang.”
......................
Clara, 14 tahun, berbaring di tempat tidur rumah sakit. Wajahnya pucat, tapi matanya menunjukkan semangat yang tidak pudar. Sejak menerima terapi gen tiga minggu lalu, Clara telah menunjukkan perbaikan yang luar biasa.
Dia kini bisa bernapas lebih mudah dan tidak lagi membutuhkan alat bantu oksigen. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hati Amelia.
Amelia duduk di samping tempat tidur Clara.
"Clara, bagaimana perasaanmu hari ini? Napasmu sudah lebih baik?"
Clara tersenyum lemah. "Ya, Bu Dokter. Aku bisa bernapas lebih lega sekarang. Tapi, tadi malam aku merasa nyeri di perutku, dan tubuhku terasa sangat lelah."
Kekhawatiran Amelia langsung tumbuh. Ia segera melakukan pemeriksaan lebih mendalam, mencatat tanda-tanda yang tidak biasa: warna kekuningan di mata Clara, pembengkakan perut ringan, dan hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan enzim hati. Semua ini mengarah pada tanda awal gagal hati, sesuatu yang tidak disebutkan dalam laporan uji klinis terapi gen tersebut.
......................
Amelia segera menemui Dr. Harris di kantornya dengan laporan Clara di tangan.
"Harris," katanya dengan nada tegas, "Clara menunjukkan tanda-tanda awal gagal hati. Ini bukan sesuatu yang bisa kita abaikan. Apakah efek samping ini pernah muncul dalam uji klinis sebelumnya?"
Dr. Harris terlihat canggung sejenak sebelum menjawab.
"Tidak ada yang tercatat dalam laporan resmi," katanya. "Mungkin ini hanya kasus khusus. Kita masih dalam tahap eksperimen, Amelia. Risiko seperti ini tidak bisa dihindari."
Amelia memandangnya dengan tajam. "Risiko seperti ini seharusnya bisa dicegah jika kita lebih berhati-hati. Dosis terapi gen ini tidak distandardisasi. Pasien seperti Clara, yang memiliki komorbiditas, tidak seharusnya menerima dosis yang sama dengan pasien lain yang lebih sehat."
Harris mendesah. "Kita tidak punya cukup data untuk menyesuaikan dosis secara individual. Aku paham ini tidak ideal, tapi kita harus terus berjalan dengan apa yang kita miliki sekarang."
"Tapi ini menyangkut nyawa manusia, Harris!" Amelia membalas dengan nada frustrasi. "Kita bermain-main dengan genetik tanpa benar-benar memahami semua konsekuensinya."
......................
Beberapa hari kemudian, kondisi Clara tiba-tiba memburuk. Ia mengalami muntah darah, tanda bahwa gagal hatinya semakin parah. Amelia dipanggil ke ruang ICU, di mana Clara terbaring lemah dengan alat-alat medis yang terpasang di sekelilingnya.
Amelia segera mengambil alih.
"Segera siapkan plasma segar beku untuk transfusi," perintahnya kepada tim perawat. "Kita harus menghentikan perdarahan ini sekarang juga."
Selama beberapa jam berikutnya, Amelia dan tim medis bekerja keras untuk menstabilkan Clara. Meskipun kondisinya berhasil distabilkan, gadis itu tetap dalam kondisi kritis. Amelia merasa bersalah karena tidak bisa mencegah hal ini terjadi.
Namun, kemarahan Amelia semakin membesar ketika ia mendengar kabar dari salah satu perawat bahwa tim peneliti mencoba menyembunyikan kondisi Clara.
Perawat Maya:
"Dokter, aku mendengar Dr. Harris menyuruh tim dokumentasi untuk tidak mencatat efek samping ini dalam laporan uji klinis," bisiknya kepada Amelia di lorong rumah sakit.
Amelia merasakan darahnya mendidih. "Mereka tidak bisa melakukan ini," katanya dengan suara pelan namun penuh emosi. "Clara berhak mendapat perawatan terbaik, bukan dimanfaatkan sebagai eksperimen buta!"
......................
Amelia kembali ke kantornya dengan tekad bulat untuk menggali lebih dalam. Ia membuka komputer dan mulai memeriksa email-email internal. Tanpa sengaja, ia menemukan sebuah email yang tampaknya dikirim kepadanya secara keliru. Isi email tersebut membuatnya terkejut.
Email itu adalah diskusi antara Dr. Harris dan sponsor farmasi tentang percepatan publikasi hasil uji klinis untuk menarik lebih banyak pendanaan. Namun, yang paling mengejutkan adalah pengakuan bahwa data efek samping belum sepenuhnya dikumpulkan.
“Kita perlu hasil positif untuk menarik investor tambahan. Risiko kecil seperti ini bisa diabaikan dalam laporan awal.”
Amelia membaca kalimat itu berulang kali, merasakan amarah yang membakar di dadanya. Bagaimana mungkin mereka lebih peduli dengan uang daripada keselamatan pasien?
......................
Amelia menatap layar komputernya, merasa berada di persimpangan yang sulit. Jika ia melaporkan Dr. Harris dan sponsor farmasi ke komite etika, langkah itu bisa menghentikan eksperimen berbahaya ini.
Namun, ia juga tahu konsekuensinya: ia mungkin kehilangan pekerjaan, bahkan menghadapi tuntutan hukum dari perusahaan farmasi yang kuat.
Ia memandang ke luar jendela kantornya, mencoba mencari ketenangan di tengah hiruk-pikuk rumah sakit. Dalam pikirannya, wajah Clara terus terbayang. Gadis itu sudah cukup menderita sepanjang hidupnya. Bagaimana ia bisa tinggal diam ketika Clara dan pasien-pasien lain dijadikan korban keserakahan?
Amelia menggenggam tangannya dengan erat. "Aku harus melakukan sesuatu," gumamnya. "Mereka tidak bisa terus bermain dengan nyawa manusia demi uang."
Dengan keputusan bulat, Amelia mulai menyusun laporan pengaduan. Ia mengumpulkan semua bukti yang ia miliki, termasuk rekam medis Clara, email internal yang ia temukan, dan laporan efek samping yang diabaikan.
Amelia tahu langkah ini akan membawa konsekuensi besar. Tapi bagi dirinya, membela pasien seperti Clara jauh lebih penting daripada melindungi dirinya sendiri.
Di ruangan yang sunyi itu, Amelia mengetik dengan cepat, setiap ketukan keyboardnya membawa harapan bahwa ia bisa menghentikan kejahatan ini sebelum terlambat.
Apa pun yang terjadi, Amelia bertekad untuk tidak menyerah. Ia tahu, kebenaran harus diungkapkan, bagaimanapun risikonya.