Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 - Dia Tidak Kesal
Ditatap dengan sangat intens oleh El, membuat Arneta jadi sedikit gugup. Kenapa juga pria itu menatapnya seperti itu? Biasanya El selalu menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.
"Aku lihat masakan kamu siang tadi udah habis. Apa kamu gak punya makanan lain yang bisa aku makan malam itu?" Tanya El. Masih dengan ekspresi wajah yang nampak datar.
Arneta terkesiap mendengarnya. Apa dia tidak salah dengar barusan. El mempertanyakan makanan kepada dirinya? Rasanya baru kali ini pria itu mempertanyakan hal tersebut kepadanya. Mengingat selama ini El selalu menjaga batas di antara mereka.
"Tidak ada. Kalau kamu mau, aku bisa masakin makanan baru."
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut El. Pria itu masih menatap intens wajah Arnet hingga membuat wanita itu semakin gugup saja.
Arneta jadi dibuat menunggu-nunggu jawaban dari pria itu. Dia juga masih diliputi rasa gugup karena tatapan mata El.
"Kalau begitu cepat kerjakan. Jangan membuatku menunggu lama!" Akhirnya El bersuara juga memberikan perintah pada Arneta.
Arneta gegas melakukan perintah El. Memasak bahan masakan yang tersisa di kulkas kemudian menyajikannya di atas meja. Melihat masakannya yang sangat sederhana, membuat Arneta ragu untuk memberikannya pada El. Arneta takut bila El akan menghina makanannya, sama seperti El menghina dirinya.
Tak lama berselang, El datang ke ruang makan tanpa dipanggil oleh Arneta. Karena perutnya sudah sangat lapar, dia gegas duduk di atas kursi. Arneta hanya berani menatap pergerakannya tanpa berniat menawarkan diri untuk mengambilkan makanan untuk El.
"Ma-maaf kalau masakanku gak enak. Aku juga cuma bisa masak ini saja buat kamu."
Tidak ada jawaban dari El. Dia sudah memasukkan potongan ayam kecap ke dalam mulut kemudian berganti dengan sup jagung. El terus saja mengunyah masakan Arneta tanpa bersuara. Arneta pun memilih menjaga jarak agar El berselera memakan masakannya. Arneta ingat jika El mudah tidak berselera untuk makan bila berdekatan dengan dirinya.
Dua puluh menit berlalu. El beranjak dari meja makan. Melangkah ke arah ruangan tengah tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Arneta.
"Apa dia menyukai hasil masakanku?" Arneta rasanya lega melihat masakan buatannya hampir dihabiskan oleh El. Entah karena lapar atau apa, yang penting Arneta senang karena El mau memakannya.
Di ruangan tengah, El sudah duduk bersandar di atas sofa. Perutnya yang kini terasa sangat kenyang membuatnya malas melakukan apa-apa. "Masakannya enak juga. Hampir mirip dengan masakan buatan Mama." Gumam El. Kali ini, dia tidak dapat memungkiri jika hasil masakan Arneta memang enak. Walau pun begitu, El tidak akan mau memujinya. El tidak ingin membuat Arneta jadi besar kepala.
Hari-hari berlalu, Arneta mulai terbiasa membuatkan makanan untuk El. Walau pun awalnya dia merasa takut masakannya akan dikoreksi oleh El. Namun, akhirnya Arneta sudah tidak lagi merasakannya karena El tidak pernah mengoreksi atau menghina hasil masakannya.
"Kenapa sikapnya bisa berubah akhir-akhir ini?" Pertanyaan itu terlintas di benak Arneta. Rasanya Arneta sangat sulit untuk percaya jika El bisa berubah sikap seperti ini kepadanya. Mengingat betapa bencinya El kepada dirinya sejak awal mereka menikah.
Bukan hanya Arneta yang bisa merasakan perubahan sikap El. Cahya juga. Jika biasanya El akan membelikan makanan untuk mereka berdua jika ia datang berkunjung ke rumah El, kini berbeda. El juga membelikan makanan untuk Arneta.
"Kenapa kamu membelikan makanan untuknya, El? Apa kamu mulai peduli kepadanya?" Cahya bertanya setelah Arneta mengambil makanan yang baru saja dibelikan oleh El.
"Tidak begitu. Aku hanya kasihan kepadanya. Dia belum makan dari pagi karena sibuk membersihkan rumah." El beralasan. Dia tidak ingin dicap peduli pada Arneta.
"Dia bisa membeli makanan sendiri kalau dia lapar, El." Balas Cahya. Dia tidak percaya jika El benar tidak peduli pada Arneta.
"Kenapa kamu membahas hal yang tidak penting seperti ini, Cahya? Kupikir kita tidak harus membahasnya!" Wajah El sudah terlihat kurang bersahabat. Cahya pun tidak ingin El jadi kesal kepada dirinya. Alhasil dia mengakhiri percakapan mereka tentang Arneta.
Usai menghabiskan makanannya bersama El. Cahya beranjak menuju dapur hendak membuang sampah bekas makanan mereka di sana. Gerak-gerik yang dilakukan Cahya saat itu tentu saja sudah seperti pemilik rumah. Yang tidak punya rasa sungkan sama sekali.
Setibanya di dapur. Tanpa diduga Arneta juga sedang berada di sana dan sedang menikmati makanan yang dibelikan oleh El.
"Boleh aku duduk bergabung bersamamu, Neta?" Tanya Cahya. Seperti biasanya dia akan tersenyum manis saat berbicara dengan Arneta.
Arneta tidak mengeluarkan suara. Dia hanya merespon perkataan Cahya dengan anggukan kepala. Kini Cahya sudah duduk berhadapan dengan Arneta dan menatap wajah Arneta dengan tersenyum.
"Arneta, aku lihat kamu kelelahan sekali mengerjakan pekerjaan rumah tanpa bantuan seorang pembantu."
Arneta menatap wajah Cahya tanpa menghentikan kegiatannya yang sedang mengunyah makanan. "Lalu, apa urusannya dengan kamu?" Tanyanya. Dia begitu acuh saat menjawabnya. Arneta merasa, jika ia tidak harus bersikap terlalu baik pada Cahya.
Cahya masih saja tersenyum. Kemudian menjawab pertanyaan Arneta. "Tidak ada sih. Cuma aku kasihan aja lihat kamu. Padahal El itu kan seorang pengusaha kaya raya. Sudah pasti uangnya sangat berlimpah. Tapi, untuk mempekerjakan seorang pembantu di sini saja dia tidak mau. Padahal kamu pasti capek kalau membersihkan rumah ini sendiri." Wajah Cahya terlihat sangat prihatin pada Arneta.
Arneta ikut tersenyum seperti yang dilakukan Cahya tadi. "Cahya, apa pun alasan El tidak mempekerjakan pembantu di sini. Kurasa itu bukanlah urusan kamu. Aku juga gak merasa keberatan kok mengerjakannya sendiri."
Walau pun kesal mendengar jawaban Arneta, Cahya masih saja berusaha untuk tersenyum. "Begitu, ya. Sepertinya untuk wanita seperti kamu wajar saja sih gak merasa keberatan. Apa lagi kamu dulunya mantan anak pembantu. Jadi pekerjaan seperti ini sudah terbiasa buat kamu."
Arneta tidak tahu kenapa Cahya bisa berkata seperti itu kepada dirinya. Entah bermaksud menghina atau bagaimana. Agar tidak terjadi perdebatan di antara mereka, Arneta memilih untuk tidak merespon perkataan Cahya. Terserah wanita itu mau berkata seperti apa kepada dirinya. Toh tidak ada untung dan ruginya untuk dirinya.
"Ya sudah, kalau begitu nanti aku berusaha bujuk El deh biar mempekerjakan pembantu di rumah ini. Kan gak enak kalau dilihat orang lain kamu yang mengerjakan pekerjaan di sini sendiri. Seakan kamu yang menjadi pembantu di sini."
Arneta masih saja diam. Namun, wajahnya sudah tersenyum kepada Cahya. Memperlihatkan jika dirinya sama sekali tidak sakit hati mendengar perkataan Cahya baru saja.
"Sialan. Kenapa dia tetap tersenyum. Harusnya dia kesal dong karena aku sudah secara tidak langsung menghinanya!"
****
Lanjut?
*Gedegbgntsamael*
tapi penasaran sama hubungan el dan evan.apa el merasa orang tuanya bertindak tidak adil padanya yaa karena emang anak angkat,, semoga kedepan mereka berdua selalu rukun dan saling menjga