**"Siapa sangka perempuan yang begitu anggun, patuh, dan manis di depan Arga, sang suami, ternyata menyimpan sisi gelap yang tak pernah ia duga. Di balik senyumnya yang lembut, istrinya adalah sosok yang liar, licik, dan manipulatif. Arga, yang begitu percaya dan mencintainya, perlahan mulai membuka tabir rahasia sang istri.
Akankah Arga bertahan ketika semua topeng itu jatuh? Ataukah ia akan menghancurkan rumah tangganya sendiri demi mencari kebenaran?"**
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
reza
Suasana rumah yang sepi itu seperti memberikan ruang bagi Mentari untuk merenung, tapi tentu saja, ponsel yang bergetar tiba-tiba membuatnya panik. Saat itu, dia tidak menyangka Reza akan menghubunginya setelah memberi nomor ponselnya. Dalam kebingungannya, Mentari berlari mencari Arga yang kebetulan sedang duduk santai di ruang tamu, menikmati hari Minggu yang tenang.
Dengan cepat, Mentari menghampiri Arga dan menyerahkan ponselnya. "Pak, bagaimana ini?" ujarnya dengan nada cemas, berharap Arga bisa memberi petunjuk. Arga menerima ponsel itu dengan tenang dan mulai mengamati pesan dari Reza. Setelah beberapa saat, dia tersenyum kecil, seperti menemukan sesuatu yang lucu namun penuh arti. "Ternyata dia mata keranjang juga," ucapnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri, sambil menatap Mentari dengan tatapan yang sulit dibaca.
Mentari yang merasa gugup tidak tahu bagaimana harus merespons, sementara Arga tampak tidak terlalu terkejut, seakan sudah memprediksi hal ini. Ia lalu meletakkan ponsel itu dan berkata dengan suara lebih serius, "Jangan khawatir, ini cuma tes. Kita harus hati-hati dengan langkah berikutnya."
Sementara itu, Alya yang sedang memanjakan dirinya di salon tampaknya tak menyadari apa yang terjadi di rumah. Di luar, satpam dan supir sedang duduk bersantai di halaman, menikmati ketenangan yang terasa kontras dengan ketegangan yang ada di dalam rumah. Semua ini menciptakan atmosfer yang penuh dengan teka-teki, terutama bagi Mentari yang merasa semakin bingung dalam permainan ini.
Mentari masih terlihat bingung, ponsel yang diberikan oleh Arga terasa begitu berat di tangannya. "Dia mengajak bertemu, Pak. Bagaimana ini?" tanyanya ragu, matanya mencari jawaban di wajah Arga yang terkesan tenang, tapi dalam hatinya, Mentari merasa ada sesuatu yang tak beres.
Arga menyeringai tipis, matanya tajam menatap ponsel itu. "Terima saja," jawabnya datar, namun ada nada sinis yang mengiringinya. "Nanti saya dan Rian akan mengawasi dari kejauhan. Mungkin dia kesepian, kan? Kekasihnya sibuk di salon," lanjut Arga, suara pelan namun penuh nada tajam yang tak bisa disembunyikan.
Dia membayangkan betapa menjijikannya situasi itu. Bayangan Alya yang sedang menghabiskan waktu di salon, jauh dari suaminya, dan Reza yang terus mendekati Mentari dengan niat yang tak jelas, membuat Arga merasa cemas sekaligus marah. Tapi, kemarahan itu disembunyikan di balik senyuman sinis yang mulai muncul di wajahnya.
Mentari yang mendengar perkataan Arga terdiam, merasa tidak nyaman dengan situasi yang semakin rumit. "Pak, apakah ini benar-benar langkah yang tepat?" tanyanya dengan ragu, meskipun dalam hati ia tahu, Arga tidak akan pernah mengubah keputusannya begitu saja.
Hari itu, Arga dan Rian tampak sibuk menyusun rencana mereka, sementara Mentari hanya diam kikuk, merasa tidak nyaman dengan situasi yang semakin sulit dipahami. Alya tidak ada di rumah karena menghabiskan waktu di salon, dan ini memberi Arga keleluasaan untuk melangkah lebih jauh dengan rencananya.
Tanpa banyak bicara, Arga memutuskan untuk membawa Mentari ke salon lain. Rian mengikuti dengan diam, menyadari betapa pentingnya langkah ini. Begitu tiba di salon, Arga memberi instruksi kepada para pelayan salon untuk membuat Mentari secantik mungkin. Mentari merasa canggung dengan perhatian yang diberikan, tetapi dia tidak berani membantah.
Para penata rambut, makeup artist, dan stylist salon bekerja dengan cekatan. Mereka memberi sentuhan profesional pada penampilan Mentari, mulai dari rambut yang ditata dengan rapi hingga makeup yang membuat wajahnya terlihat lebih segar dan menawan. Mentari hampir tidak bisa mengenali dirinya di cermin, dengan wajah baru yang lebih cerah dan penuh percaya diri.
Setelah selesai, Arga dan Rian memasuki ruangan dan langsung tertegun. Mereka tak bisa menyembunyikan kagum pada penampilan Mentari yang baru. Arga menatapnya dengan tatapan penuh kekaguman, meskipun ada perasaan lain yang mengendap di hatinya. "Kau benar-benar terlihat berbeda," ucapnya dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan kekaguman yang sulit dia bendung.
Rian juga tak kalah terkejut, meskipun dia lebih cenderung mengamati situasi dengan hati-hati. "Luar biasa," komentarnya singkat, namun ada nada yang menyiratkan kekaguman.
Mentari hanya bisa menunduk, merasa sedikit canggung dengan perhatian yang diberikan kepadanya. "Terima kasih, Pak," ujarnya pelan, meskipun hatinya merasa cemas tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Arga dan Rian mengamati dari kejauhan dengan penuh perhatian, menyaksikan bagaimana Mentari dengan lihai mengobrol dan menggoda Reza. Namun, saat Reza hampir meraih tangan Mentari, dia dengan cepat menarik tangannya kembali sambil tersenyum, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Gerakannya tampak alami, meskipun Arga tahu bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum itu.
Rian yang melihat hal ini berkomentar dengan nada sedikit terkejut, "Gak lihat, Mentari sangat liar di sana," ucapnya kepada Arga, yang juga masih terfokus pada apa yang terjadi.
Arga mengamati dengan serius, matanya tajam mengamati setiap gerak-gerik Mentari. Memang benar, dia terlihat sangat piawai memainkan perannya. Awalnya, Arga mengira Mentari adalah perempuan yang polos dan lugu, yang tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Namun, di hadapannya, Mentari tampak seperti perempuan penggoda yang tahu bagaimana menarik perhatian pria, termasuk Reza.
Saat itu, Arga melihat Reza memandang Mentari dengan penuh kekaguman. Rasa kagum yang tercermin dalam tatapan mata Reza membuat Arga merasa sedikit cemas, meskipun dia tidak mengakuinya. Dia mulai berpikir lebih dalam tentang peran yang dimainkan oleh Mentari, serta dampak dari setiap gerakannya pada rencana yang telah disusun dengan hati-hati.
"Dia benar-benar hebat dalam peranannya," gumam Arga, namun di balik itu, ada kegelisahan yang mulai tumbuh dalam dirinya.
Saat Mentari sedang asyik berbicara dengan Reza, tiba-tiba ponselnya bergetar. Di layar ponsel, terlihat nama Alya muncul. Mentari tersenyum sinis, merasa sedikit puas dengan situasi tersebut. Dia lalu memutuskan untuk menggoda Reza dengan pertanyaan, "Dia siapa?" tanyanya sambil menatap ponsel yang masih bergetar.
Reza terlihat sedikit gelagapan, kemudian menjawab dengan cepat, "Ah, dia tidak penting. Dia hanya orang pengganggu," jawabnya sambil berusaha mengalihkan perhatian.
Namun, Mentari tetap bersikeras bertanya, "Tapi namanya Alya siapa dia?" tanya Mentari, ingin tahu lebih banyak.
Reza kembali mencoba menyembunyikan perasaan tidak nyaman, "Dia orang yang selalu mengejarku, tapi tenang saja, aku tidak akan tergoda dengan dia," ujarnya sambil tersenyum nakal, berusaha terlihat tenang.
Tanpa sepengetahuan Reza, Mentari dengan cerdik merekam percakapan mereka barusan, menyimpan informasi yang mungkin suatu saat bisa berguna. Mentari merasa semakin percaya diri dengan situasi ini, mengingat dia memiliki kendali lebih atas situasi yang ada.
Dengan sedikit senyum, dia melanjutkan obrolannya, namun pikirannya tetap mengingat percakapan itu. Reza mungkin tidak tahu, tetapi Mentari sedang merancang langkah-langkah berikutnya dengan hati-hati.
Mentari segera mengirimkan hasil rekaman percakapan dengan Reza kepada Arga. Dengan langkah cepat, ia melakukannya tanpa ada rasa ragu sedikit pun. Sesaat setelah itu, Arga mendengarkan rekaman tersebut dengan penuh perhatian. Senyum puas muncul di wajahnya saat mendengar betapa mudahnya Reza terbawa perasaan terhadap Mentari.
"Gila bener tuh si Reza. Alya diembat, Mentari diembat, gak sudi gue kalau Mentari tergoda sama Reza," gumam Rian, tak bisa menahan kekesalannya dengan sikap Reza yang begitu percaya diri.
Arga menatap lekat ke arah Rian, mendengar keluhan itu. "Lo suka dia?" tanya Arga, matanya menelisik wajah Rian yang sedikit gelisah.
"Tentu gak," jawab Rian dengan cepat, berusaha menepis perasaan yang mungkin muncul. "Mentari perempuan manis, siapa yang gak suka dia? Bahkan Reza saja menyukainya."
Arga hanya tersenyum sinis mendengar jawaban Rian. "Jangan khawatir, Rian. Semuanya sudah dalam rencana. Mentari tahu bagaimana cara memainkan permainan ini. Reza? Hanya masalah waktu sebelum dia menjadi bagian dari rencana kita," ucap Arga dengan suara datar namun penuh perhitungan.
Meski Rian tampak masih agak khawatir, Arga sudah yakin dengan langkah-langkah yang akan dia ambil berikutnya. Segalanya mulai berjalan sesuai rencana, dan tidak ada yang bisa menggagalkannya.
semangat Thor