Berawal dari permintaan sahabatnya untuk berpura-pura menjadi dirinya dan menemui pria yang akan di jodohkan kepada sahabatnya, Liviana Aurora terpaksa harus menikah dengan pria yang akan di jodohkan dengan sahabatnya itu. bukan karena pria itu tak tahu jika ia ternyata bukan calon istrinya yang asli, justru karena ia mengetahuinya sampai pria itu mengancam akan memenjarakan dirinya dengan tuduhan penipuan.
Jika di pikir-pikir Livia begitu biasa ia di sapa, bisa menepis tudingan tersebut namun rasa traumanya dengan jeruji besi mampu membuat otak cerdas Livia tak berfungsi dengan baik, hingga terpaksa ia menerima pria yang jelas-jelas tidak mencintainya dan begitu pun sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melamar.
Tempat paling indah, yang selalu mampu membuatnya tenang dari seribu satu macam beban hidup, kini tak lagi seindah seperti sebelumnya. hampir semua wahana di pasar malam telah di nikmati oleh Livia bersama Zena, namun tak mampu membuat kegundahan hati Livia sirna. Bayangan suram akan mahligai rumah tangga yang akan ia jalani bersama pria asing terus menyeruak bagai bola panas yang mampu meledakkan jantungnya kapan saja.
Jika dulu Livia kerap kali bersedih karena tidak memiliki waktu untuk mencari tambatan hati, hari ini hal itu yang paling disyukuri oleh Livia. Bayangkan saja jika saat ini ia sedang menjalani hubungan asmara dengan seorang pria, bisa jadi kepalanya akan benar-benar pecah untuk mencari cara mengakhiri hubungan mereka akibat tawaran konyol seorang Abimana Putra Sanjaya. bisa jadi sang kekasih akan berpikir ia telah berkhianat.
"Zena, kita pulang aja yuk!!! Aku udah ngantuk."
Beranjak dari bangku. beberapa kali berakting menguap untuk meyakinkan Zena.
Zena bergeming, namun tetap ikut menyusul langkah Livia. hingga mobil Zena tiba di depan rumah orang tua Livia, kedua gadis tak lagi banyak terlibat obrolan. Sepertinya keduanya terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Sudah malam, masuk gih ....!!!." Sekilas Zena memandang ke arah ibunya Livia yang kini berdiri di ambang pintu. tersenyum ramah sambil mengangguk sopan.
Livia mengangguk, namun ia tak langsung masuk, justru meminta Zena untuk segera pulang mengingat waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Barulah setelah mobil Zena tak lagi terlihat oleh pandangannya, Livia kemudian berlalu.
"Kamu dari mana saja, kenapa jam segini baru pulang nak???." ibunya bergerak masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Livia.
"Via habis main sama Zena, Bu." seperti biasa, Livia menunjukkan wajah seceria mungkin, tak ingin sampai anggota keluarganya sampai menyadari kegundahan hatinya. bagi Livia sudah sepatutnya berbagi kebahagiaan dengan anggota keluarganya, namun untuk kesedihannya biarlah dirinya dan tuhan saja yang tahu. Ia tidak ingin membebani keluarganya dengan permasalahan yang saat ini dihadapinya.
Livia memandang ke arah ayahnya yang baru saja keluar dari kamar. Dari mimik wajah sang ayah sepertinya ingin menyampaikan sesuatu padanya.
"Apa ada yang ingin ayah dan ibu sampaikan sama Via???."
Pria paruh baya yang terkenal dengan sikapnya yang begitu sabar dan penyayang terhadap keluarganya tersebut mengayunkan langkah menuju ruang tengah, lalu menepuk sisi yang kosong di sebelahnya.
Paham dengan maksud ayahnya, Livia pun beranjak, duduk di samping ayahnya.
Livia merasa ada yang berbeda dengan sikap ayah dan ibunya. "Ada apa ayah???.". membalas tatapan ayahnya.
"Apa benar kamu sudah menjalani hubungan dengan tuan Abimana selama dua tahun terakhir ini, nak???."
Livia tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya ketika sang ayah menyebut nama Abimana. berprofesi sebagai pengusaha sekaligus pebisnis muda ternama di Tanah air, tidak heran jika ayahnya sangat mengenal sosok Abimana, terlebih Sanjaya group merupakan perusahaan besar yang setara dengan galaxy group. tapi yang jadi pertanyaan, kenapa ayahnya sampai bertanya demikian???
"Tadi tuan Abimana ditemani asisten pribadinya datang ke sini, nak. dan tujuan kedatangan beliau ke sini adalah untuk melamar kamu." ibunya turut bersuara, seakan paham dengan pertanyaan Livia yang terukir jelas dari sorot mata gadis itu.
"Melamar????." ulang Livia. Seluruh badannya seakan lemah tak bertulang, namun harus tetap bersikap baik-baik saja di depan kedua orang tuanya. Ia tidak menyangka jika Abimana akan bertindak secepat itu, bahkan sebelum ia kembali ke rumah.
Cukup lama Livia terdiam, kepalanya sungguh berisik saat ini.
"Apa ayah menerima lamarannya????." sungguh pertanyaan konyol. bagaimana mungkin ayahnya menolak sementara pria itu mengaku mereka telah menjalani hubungan selama dua tahun.
"Tentu saja ayah menerimanya, nak."
Ayahnya Livia meraih ponselnya yang berada di atas meja. "Lagi pula kata tuan Abimana, kamu sengaja memintanya datang tanpa kamu, untuk bertemu dengan ayah." ayahnya menunjukkan beberapa foto Livia dan Zena yang tengah asyik menikmati beberapa wahana bermain yang ada di pasar malam. "Tuan Abimana tadi yang mengirim gambar-gambar ini pada ayah." sambung ayahnya.
Livia sampai menutup mulutnya dengan telapak tangannya, tidak menyangka Abimana melakukan semua itu. ternyata pria itu sampai mengirim seseorang untuk memata-matai dirinya demi memuluskan semua rencananya.
*
Di kediaman utama milik keluarga Sanjaya.
"Apa-apaan kamu Abi, kenapa baru meminta persetujuan ibu setelah kamu melamar gadis itu...." meskipun raut wajahnya terlihat sangat geram, namun wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah memasuki kepala lima tersebut, masih mencoba bicara dengan nada setenang mungkin. Tak ingin memancing kemarahan Abimana.
Abimana yang tengah duduk di sofa terlihat tetap tenang. "Aku tidak sedang meminta persetujuan ibu, aku hanya ingin menyampaikan pada ibu bahwa sebentar lagi aku akan segera menikah." raut wajah serta nadanya terdengar sangat datar. seperti itulah Abimana setiap kali berbicara dengan wanita yang merupakan ibu sambungnya tersebut. Meskipun tidak terlalu dekat dengan ibu sambungnya itu, namun Abimana masih menaruh rasa hormat pada wanita itu sebagai istri dari ayahnya. untuk ibu kandung Abimana sendiri jangan di tanya, karena wanita itu telah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya disaat ia melahirkan Abimana.
Jawaban Abimana semakin menambah rasa geram dihati ibu sambungnya kepada sosok wanita yang akan dinikahi putranya.
"Tapi Abi, bukankah sebelum menikahi gadis itu kamu harus mencari tahu terlebih dahulu bibit bebet bobotnya! Bagaimana kalau gadis itu hanya ingin menikmati harta kamu, bukannya tulus ingin berumah tangga denganmu???."
Menatap ibu tirinya dengan tatapan datar seperti biasanya. "Kalaupun ingin menikmati hartaku, lalu apa salahnya??? Bukankah sebagai seorang istri sudah sepatutnya menikmati hasil jerih payah suaminya." kalimat Abimana terdengar menohok di hati ibu sambungnya.
"Abi...." seruan lembut.
"Hem."
"Bukankah masih banyak wanita cantik di luar sana yang sepadan dengan keluarga kita, kenapa harus gadis seperti itu yang akan kamu nikahi."
Sudut bibir Abimana berkedut. Seringai tercipta di sana. "Lalu, wanita seperti apa yang tepat menurut ibu??? wanita seperti Thalia???."
Dengan susah payah ibunya menelan saliva. Ya, Thalia adalah anak dari salah seorang sahabatnya, yang sengaja ia kenalkan pada Abimana. awalnya Abimana menolak, tapi karena ayahnya turut ambil andil dalam meminta dirinya untuk menerima Thalia, pada akhirnya Abimana membuka hati untuk wanita itu. Tapi siapa sangka setelah Abimana jatuh hati padanya, wanita itu justru bersikap semaunya sendiri, termasuk pergi meninggalkan Abimana tanpa alasan yang jelas di saat Abimana sedang sayang-sayangnya.
Tidak dapat dipungkiri kepergian Thalia setahun yang lalu membuat kehidupan Abimana sangat terpuruk.
mulut mu itu pernah ngomong apa ke Livia,coba ingat2 dulu...
😒😒😒😒
blom lagi liat mertua Livia...
istri ngambek itu bahaya lho...
ntar kamu gak dapat jatah ronda lagi 😂😂😂😂
kamu harus tegas,jangan mau di stir Abi...👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻