Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan Menghindar
Mia meminta izin pada para seniornya, untuk turun sejenak menemui sahabatnya, begitu mereka kembali dari makan siang. Dia membawa paper bag berwarna hitam titipan dari pemilik perusahaan.
Andita mengatakan tengah menunggunya di pinggir jalan samping gedung kantor. Perempuan berstatus janda itu mengatakan akan menjalani profesinya sebagai driver taksi daring.
Sebagai sahabat, Mia jelas hafal mobil Andita, dia mengetuk kaca mobil, dan meminta agar membuka pintu samping, karena ada yang ingin dia bicarakan, selain menyerahkan titipan dari Rumi.
Andita tersenyum lebar, begitu menerima oleh-oleh dari mantan rekan kerjanya. Dia juga mengintip sedikit isi di dalamnya.
"Gue jadian sama Pak Jaka." Seru Mia tiba-tiba.
"Wow, temen gue udah laku. Selamat yaa ..."
"Sialan, Lo! Tapi gue lagi galau,"
"Lah aneh. Di mana-mana orang abis jadian itu berbunga-bunga, tapi Lo malah galau. Aneh Lo, mbak!"
Mia lalu menceritakan tentang apa yang dikatakan Aryan, juga kejadian kemarin sore, saat Jaka mengatakan ingin menidurinya.
"Parah banget sih! Belum lama jadian udah diajak bobo bareng aja, jangan mau, mbak! Gue yang udah janda aja masih perawan ting-ting. Masa Lo yang masih gadis tapi nggak perawan."
"Maka dari itu, gue mau putus, tapi alasannya apa? Gue bingung." Mia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil.
Andita melakukan hal yang sama, dia bahkan mengerutkan keningnya, tanda kalau dia tengah berpikir serius.
Tak ada yang angkat bicara dari dua perempuan itu, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Hingga ... "Satu-satunya cara biar cowok ilfil adalah dengan berselingkuh, saran gue Lo selingkuh sama cowok, yang bisa Lo ajak kong-kalikong," saran Andita. Janda perawan itu hari ini mengenakan Hoodie ungu tua.
"Temen cowok yang gue kenal sekarang dan Deket, cuman temen kerja doang."
"Temen sekolah dan kuliah mungkin, atau mantan pacar."
"Gue putus komunikasi sama mantan, lagian dia udah nikah, terakhir gue dapat kabar, kalau udah punya anak satu."
"Kalah Lo, mbak!" Ejek Andita.
"Sialan Lo!" maki balik Mia.
Keduanya meledakan tawa, lalu perlahan mereda, gara-gara panggilan masuk pada ponsel Mia. "Nih dia telepon, dari kemarin gue cuekin." Dia menunjukkan layar ponselnya.
"Angkat lah." Saran Andita.
"Gue takut, Andita." Sahut Mia.
"Terserah elo lah, Mbak!" ujar Andita pasrah. Lalu terbetik ide di kepalanya. "Mbak ke Jogja, yuk! Kangen sama Angga deh." Cetusnya.
"Boleh deh, tapi Elo yang bayarin tiketnya." Mia menahan tawanya.
Andita mendelik, "Yang lagi galau elo, yang butuh hiburan, elo mbak! Masa gue yang bayarin."
Belum sempat Mia menyahuti perkataan sahabatnya, sebuah notifikasi kembali masuk, kali ini dari grup khusus staf keuangan kecuali Raisa. Indah mengirim, sebuah bukti transfer, pinjaman kantor, yang Mia ajukan dari bulan lalu, untuk keperluan kuliah Nia, adik perempuannya.
"Dita, Gas entar malem kita ke Jogja."
"Hah ...? Serius?"
Mia mengangguk, dan menunjukkan saldo rekeningnya, "pinjaman gue langsung di ACC, malah di lebihi lagi, gas kita healing." Dia begitu bersemangat, dengan dia pergi ke luar kota, dia bisa menghindari pacarnya.
"Terus naik apaan kita ke sana? Mau pake mobil?" Tanya Andita.
"Kalau naik mobil, entar Lo nyetir sendiri, kita nggak bisa gantian. Mending naik kereta aja lah, kita bisa tidur." Mia mengutak-atik ponselnya. "Gue pesan tiket PP dulu."
"Ini serius, mbak?" tanya Andita sekali lagi.
"Hmmm ... Bentar-bentar, nomor KTP Lo masih gue simpan, terus tempat duduknya di tengah ..." Mia begitu serius. "Gue bayar dulu." Lalu dia menunjukan layar ponselnya. "Udah gue pesenin tiket PP."
"Dasar Lo, mbak! Galau Lo ngabisin duit. hampir sejuta buat ongkos doang." Andita juga mengambil ponselnya, dan membuka aplikasi M-banking miliknya, untuk mentransfer nominal harga tiketnya pada sahabatnya. Beberapa saat kemudian, dia juga menunjukkan layar ponselnya. "Udah gue bayar, ya!"
Mia meringis menunjukan gigi-giginya, dia senang bukan kepalang. "Ya udah entar gue izin pulang cepat. Entar Lo naik dari Stasiun Pasar Senen, gue naik di Cikarang. Ingat jangan sampai telat." Dia memperingatkan.
"Jadi gue nggak jadi narik nih?"
"Terserah Elo, udh ya, gue gawe dulu." Mia bersiap keluar. "Dadah Andita, sampai ketemu di kereta ..." Dia membuka pintu mobil, dan melangkah masuk menuju gerbang samping gedung kantor tempatnya bekerja.
Sebelum naik ke atas, Mia mampir terlebih dahulu menuju kedai kopi, membelikan beberapa slice kue, sesuai jumlah personil divisinya.
Sialnya saat dirinya sedang menunggu elevator, dari lift khusus petinggi perusahaan, keluar CEO dan sekretarisnya.
Mia menahan napasnya, dan berpura-pura tidak melihat, padahal tadi tatap mata mereka sempat bertemu.
"Pak, sepertinya ada satu berkas tertinggal, saya akan mengambil ke atas terlebih dahulu. Jadi silahkan Pak Dimas duluan."
Mia mencuri dengar percakapan, sekertaris CEO itu. "Oke, tapi jangan lama-lama. Saya tidak mau terlambat." Sahut Dimas.
Pintu elevator berdenting dan terbuka, Mia segera masuk, serta memencet tombol di mana divisinya berada, tak lupa tombol tutup. Tapi pintu justru tertahan oleh tubuh tinggi pria berpakaian formal, dengan wangi yang sangat dia kenal.
Tubuh Mia sontak membeku, dia pikir sekertaris CEO menaiki pintu khusus petinggi. Tapi apa ini?
"Kamu sengaja menghindari, aku?" Tanya Jaka dengan nada dingin nan menusuk, tak ada senyuman atau wajah ramah, yang biasa pria itu tunjukkan untuknya.
Mia menggeleng kaku, "Eng .... nggak. Perasaan kamu doang kali." Dia mencoba untuk tetap tenang.
"Mana ponsel kamu? Kenapa aku wa dan telepon nggak diangkat?"
"Aku sibuk." Mia berdalih.
Pintu elevator terbuka di lantai divisi Mia berada, tapi Jaka justru menahannya, dan memencet tombol tutup. Mia melontarkan protes, tapi tatapan menusuk Jaka, membuatnya seketika bungkam.
Pintu Elevator kembali terbuka, Jaka menggandeng tangan kekasihnya, keluar dari sana, melalui lorong dan berujung pada meja kerjanya. Di sana ada Aryan yang sedang serius menghadap Laptopnya.
"Yan, Lo gantiin gue dampingi bos, bilangin perut gue mendadak mules-mules." Kata Jaka, dia mengambil map berwarna hitam. "Kasih ini ke Bos." Dia menyodorkan pada rekannya.
"Kerjaan gue banyak, Ka!" Aryan menunjukan tumpukan berkas di sampingnya.
"Gue yang kerjain, mending buruan Lo cabut, jangan sampai bos ngomel."
"Iya-iya ..." Aryan mengambil map yang disodorkan padanya, tak lupa membawa ponselnya.
Sepeninggal Aryan, Jaka menggandeng kekasihnya melangkah menuju ruang istirahat. Tak lupa menguncinya.
Mia panik dan berusaha untuk kabur, tapi dengan sigap Jaka menahan pinggangnya. Lalu memepetkan pada dinding, tak lupa mengambil bungkusan yang dipegang kekasihnya dan menaruhnya di kabinet tak jauh darinya.
"Kamu mau ngapain?" Mia mendelik.
"Sekali lagi aku tanya, kenapa semalam kamu pergi begitu saja? Malah membonceng suami orang, kamu selingkuh dengan Haris?" Jaka meninggikan suaranya. "Kamu juga makan siang sama dia, kan?"
Ini kali pertama pria itu meninggikan suara di depannya. Mia menjadi semakin ngeri, dia jadi ingat cerita Haris.
"Jawab Mia, jangan diam aja! Kamu selingkuh dari aku?" Jaka semakin menekannya ke dinding. Dan memberikan tatapan menusuk.
Mia menggeleng, matanya mulai berkaca-kaca, dia benar-benar merasa takut sekarang. "Aku nggak selingkuh, semalam aku takut."
"Takut kenapa?"
Mia tak berani menatap balik kekasihnya, "Aku takut, kamu meniduri aku."
Jaka melepaskan tangannya, dia mundur selangkah, lalu terkekeh. "Astaga sayang! Jadi hanya karena itu, kamu mengabaikan aku?"
Mia mengangguk ragu, sekaligus heran, dengan perubahannya sikap pria di hadapannya. Kenapa bisa secepat itu berubah?
"Aku udah pernah bilang, tanpa persetujuan kamu aku tak akan memintanya. Tapi kalau kamu bersedia, aku akan dengan senang hati melakukannya." Tanpa kekasihnya sadari, Jaka menyeringai.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻