"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Xander menghentikan mobilnya di depan sebuah gang sesuai perintah Serra. Pintu mobilnya tetap dibiarkan terkunci meski mobil sudah berhenti, Xander tidak membiarkan Serra turun begitu saja dari mobilnya karna masih ada yang ingin dia bicarakan dengan gadis itu.
Serra menatap Xander sambil cemberut setelah gagal membuka pintu mobil. "Buka pintunya Dok, Serra mau turun." Pintanya.
"Nanti setelah saya bicara sama kamu." Kata Xander. "Mulai sekarang kamu nggak perlu datang lagi ke apartemen, tugas kamu sudah selesai. Kamu juga nggak perlu pusing mikirin uang yang selama ini sudah saya kasih ke kamu, saya nggak akan minta uangnya kembali." Xander tidak sedang bercanda, dia sudah mempertimbangkan keputusan ini sejak beberapa hari lalu. Berhenti berhubungan dengan wanita manapun adalah keputusan terbaik yang telah dia ambil. Xander tidak akan memaksakan diri untuk sembuh dengan membayar wanita seperti yang dia lakukan pada Serra.
"Dokter nggak serius kan.?" Serra menatap sedih. 3 bulan lebih dia menjalin kedekatan dengan Xander, entah berapa kali melakukan kegiatan yang intim, Serra sampai terbawa suasana dan menyukai kedekatannya bersama Xander. Sekarang dia tiba-tiba di minta tidak menemui Xander lagi. Itu tidak akan mudah bagi Serra untuk dilakukan.
"Memangnya selama ini kamu pernah dengar saya bercanda.?" Ucapan Xander mempertegas bahwa dia serius menyuruh Serra tidak menemuinya lagi.
Serra menggeleng. "Serra nggak mau selama Dokter nggak ngasih alasan yang tepat. Kalau memang Dokter udah nggak tertarik sembuh, seharusnya kita masih bisa ketemu kan.? Kita bisa jadi temen curhat, nggak harus melarang Serra menemui Dokter." Nada protes Serra bisa dirasakan oleh Xander. Gadis bermata bulat itu menatap Xander dengan tatapan memohon. Ekspresinya seperti orang yang menolak di putuskan oleh kekasihnya.
"Dok,," Serra merengek, dia menarik lengan Xander untuk dipeluk. "Jangan larang Serra main ke apartemen Dokter ya.? Serra senang dekat sama Dokter, rasanya beban hidup Serra sedikit berkurang setelah kenal Dokter. Please, ijinkan Serra main lagi ke apartemen."
Xander menghela nafas. Wajah menyedihkan Serra membuat Xander tidak tega. Sejujurnya dia juga merasa beban hidupnya mulai berkurang, lebih rileks menjalani hari-harinya dan cukup terhibur dengan keberadaan Serra, namun kondisi fisiknya membuat Xander tidak percaya diri untuk terus mempertahankan Serra disampingnya sebagai sugar baby. Lama kelamaan dia malu pada Serra karna kekurangannya.
"Serra, saya nggak bisa mengajak kamu bersenang-senang. Kamu cari lagi saja pria sempurna di luar sana." Lirih Xander menegaskan.
"Apa Dokter berfikir Serra hanya ingin senang-senang di atas ranjang.? Serra minta maaf kalau ada ucapan Serra yang menyinggung Dokter. Sera memang terkesan memaksa Dokter untuk sembuh, tapi sejujurnya bukan untuk kesenangan Serra, melainkan ingin melihat Dokter sembuh." Tutur Serra menjelaskan.
Setelah di pahami lagi, Serra bisa menangkap maksud Xander dan alasan apa yang membuat Xander ingin mengakhiri kedekatan mereka. Xander mungkin merasa beberapa minggu terakhir dia seperti dipaksa untuk cepat sembuh oleh Serra. Dari situ, Xander mungkin semakin kehilangan kepercayaan dirinya dan menjadi insecure di depan Serra.
"Bagaimana kalau sekarang kita jadi teman curhat dan berbagi keluh kesah saja.? Serra janji nggak akan ada kontak fisik lagi." Tawarnya penuh semangat.
Xander terdiam untuk menimbang tawaran Serra, tatapan matanya tidak lepas dari wajah menggemaskan dan tampak polos itu.
"Dok, kita masih bisa jadi bestie." Bujuk Serra sambil menggoyang lengan Xander karna pria itu masih bungkam. Xander menahan tawanya mendengar Serra menyebut istilahnya bestie.
"Kamu ingin saya sahabatan sama anak kecil.?" Ujar Xander yang mulai bisa menunjukkan senyumnya.
Bibir Serra mencebik, Xander selalu menyebutnya anak kecil. Padahal usianya sudah beranjak dewasa, tapi selalu dianggap anak kecil.
"Dokter nyebelin. Udah ah, Serra mau turun. Pokoknya nanti Serra mau datang lagi dan lagi ke apartemen Dokter, jangan larang Serra.!" Omelnya memaksa.
Xander membuka pintu mobilnya, dia membiarkan gadis itu turun sambil melambaikan tangannya dengan senyum ceria.
"Bye Dok,, makasih udah antar Serra pulang. Dokter hati-hati di jalan." Serunya kemudian segera menutup pintu mobil lagi.
Dari dalam mobil, Xander melebarkan senyum ketika melihat tubuh mungil Serra berjalan riang memasuki gang. Rambut panjangnya yang di kuncir kuda tampak meliuk-liuk, mengikuti gerakan tubuhnya. Xander terkadang merasa bahwa Serra memiliki mental yang kuat. Kisah hidupnya tidak seperti kebanyakan orang yang tumbuh besar bersama orang tuanya. Dia tidak memiliki orang tua disisinya sejak dilahirkan ke dunia, namun Serra tumbuh menjadi gadis yang ceria, seolah-olah tidak memiliki beban di hidupnya.
...******...
Serra menghentikan langkahnya beberapa meter sebelum rumah Tante Sila. Mobil mewah di pinggir jalan yang terparkir di depan rumah sang Tante membuat Serra bertanya-tanya tentang pemilik mobil tersebut.
Langkah Serra kembali mengayun, dia berhenti di depan rumah, tepat di balik tembok ruang tamu. Samar-samar Serra mendengar suara gaduh di dalam sana.
"Setelah 17 tahun, aku pikir kalian sudah berubah, ternyata tetap nggak punya hati.!!" Teriak Sila penuh amarah, tidak peduli meski orang-orang didepannya punya kuasa, Sila tidak takut mengeluarkan kata-kata yang pantas untuk orang-orang kejam seperti itu.
"Saya akan membiayai kuliah Serra di luar negeri jika kalian bersedia mendonorkan sumsum belakangnya untuk Zayn." Sudah itu terdengar berat dan penuh wibawa. Pembawaannya sangat tenang walaupun Sila sudah menunjukkan taringnya.
Sila senyum mengejek. "Sejak dalam kandungan, Serra harusnya menjadi tanggungjawab mu.! Kenapa baru sekarang datang mencarinya dan ingin menguliahkannya dengan menukar sumsum belakang Serra.?! Kalian bukan cuma nggak punya hati, tapi nggak pantas disebut manusia.!" Caci Sila semakin tersulut emosi.
"Mah, jangan terlalu terbawa emosi." Lirih Beny yang mengkhawatirkan kondisi istrinya.
Sila tidak menggubris, dia kemudian menunjuk wajah pria berusia 52 tahun di depannya. "Gara-gara ulahmu, kami semua harus kehilangan Sena.!! Kamu penyebab Kakak ku meninggal.! Kamu membuat Serra kami hidup tanpa seorang Ibu.! Apa kamu pikir, selama ini hidup Serra baik-baik saja.!!" Tangis Sila pecah, dia sakit hati mengingat kematian Kakaknya dan harus menyaksikan hidup keponakannya dalam kesulitan.
"Sebaiknya kalian pergi.! Sampai matipun, aku nggak akan mengijinkan kalian menyentuh Serra walau seujung kuku.! Apalagi untuk mendonorkan sumsum tulang belakangnya.!" Geramnya.
"Kamu jangan egois.! Zayn juga keponakan mu, apa kamu tega melihat Zayn meninggal.?" Seru wanita paruh baya yang tak lain adalah istri dari Ayah kandung Serra.
"Kalian saja tega mengambil Zayn, hingga membuat Kak Sena syok dan meninggal.!" Ujar Sila geram, dia sama sekali tidak peduli dengan kondisi Zayn meski dia juga keponakannya. Jika memang Zayn ditakdirkan untuk meninggal, Sila akan menganggap semua itu balasan atas kejahatan Darwin dan Marta.
"Sudah Pah, sebaiknya kita pergi dari sini. Kita bisa menemui Serra di sekolahnya besok pagi." Ujar Marta sambil menarik lengan suaminya untuk meninggalkan rumah itu.
"Jangan sentuh Serra.!! Apa kalian tuli.!! Aku melarang kalian menemui Serra.!!" Amuk Sila yang hampir melemparkan gelas ke dua orang itu, namun langsung dicegah oleh Beny. Mereka bisa dilaporkan ke polisi dan dijebloskan ke penjara kalau melakukan kekerasan pada mereka.
"Jangan gegabah, kita nggak akan bisa melindungi Serra kalau kita di penjara." Lirih Beny menasehati.
"Cepat pergi dari sini.! Kalian sudah membuat kekacauan disini.!" Sentak Beny.
Darwin dan Marta pergi dari sana dengan menahan kekesalan di wajahnya
Serba salah.
Anna kasihan juga karena Zayn nya cuek, tapi ya gimana.. kan cinta ga bisa dipaksakan. Tapi kita ga tau juga sih perasaan Zayn ke Anna sebenarnya gimana, soalnya tadi waktu Aron narik pergelangan tangan Anna, Zayn tiba² termenung. Entah apa maksudnya.