Hari pernikahan adalah hari bahagia, dimana di satukan nya dua hati dalam satu ikatan suci. Tapi sepertinya, hal itu tidak berlaku untuk Keyra.
Tepat di hari pernikahannya, ia justru mengetahui pengkhianatan calon suaminya selama ini dan hal itu berhasil membuat hati Keyra hancur. Dia menyesal karena tidak mendengarkan keluarganya dan memilih percaya pada calon suaminya.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur dan Keyra harus menerima semua konsekuensinya.
Keyra dengan tegas membatalkan pernikahan mereka di depan tamu undangan. Tapi, ia juga berkata jika pernikahan ini tetap akan di gelar dengan mengganti mempelai pria. Dia menarik seorang pria dan memaksanya menikah dengannya tanpa tahu, siapa pria itu.
Bagaimana kehidupan Keyra selanjutnya? Akankah pernikahan Keyra berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Pintu kamar terbuka pelan, dan Alexio masuk dengan langkah yang nyaris tak bersuara. Matanya segera tertuju pada sosok Keyra yang terbaring di tempat tidur, wajahnya terlihat tenang dalam lelap. Hanya suara napasnya yang teratur memenuhi keheningan ruangan. Alexio berhenti di tepi tempat tidur, tatapannya terhenti pada wajah Keyra.
Ada sesuatu dalam sorot matanya—perpaduan antara kekaguman, kebingungan, dan mungkin sedikit rasa suka. Ia berdiri di sana cukup lama, memerhatikan setiap detail wajah wanita itu, dari lengkung halus alisnya hingga rambut yang terurai berantakan di atas bantal.
"Dia pasti sangat lelah, sampai-sampai melewatkan makan malamnya," gumam Alexio.
Ponsel Alexio tiba-tiba bergetar di sakunya. Ia merogohnya dengan cepat, melihat nama yang tertera di layar.
Dengan sedikit ragu, ia menggeser ikon hijau dan menempelkan ponsel ke telinganya. “Halo, Tuan,” sapanya, suaranya ditekan agar tidak membangunkan Keyra.
“Alexio,” suara tegas dan wibawa itu terdengar dari seberang. “Maaf mengganggu malam-malam begini. Aku hanya ingin memastikan Keyra baik-baik saja. Bagaimana dia?”
Alexio melirik Keyra yang masih terlelap. “Dia baik, tuan,” jawabnya singkat, mencoba membaca maksud dari telepon ini.
Kevin, orang yang saat ini menghubungi Alexio, terdengar tertawa di seberang sana. “Rasanya, aneh sekali kau memanggil mertuamu dengan sebutan Tuan. Apa Keyra juga melakukan hal itu?"
"Tidak, dia memanggil orang tuaku, sama sepertiku," sahut Alexio.
"Lalu, kenapa kau tidak melakukan hal yang sama? Apa kau dendam pada kami, hah?"
Alexio hanya tersenyum kecil dan menjawab dengan lembut. "Tentu tidak, hanya saja, aku masih merasa sedikit canggung. Apalagi, kita belum pernah bertemu."
"Jika itu masalahnya, kita bisa membuat janji untuk bertemu. Kita bisa makan malam bersama dengan keluarga besar, bagaimana?"
"Aku tidak masalah, kapanpun aku pasti akan datang. Hanya saja, Keyra ... "
Kevin menghela nafas panjang , seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. "Dulu, Keyra sangat manja, dia selalu mencoba menarik perhatian kami. Tapi walaupun begitu, dia sangat penurut. Awalnya dia akan membangkang, tapi setelahnya, ia akan melakukan apa yang kami minta. Tapi sejak menjalin hubungan dengan Frans, dia berubah. Jadi, aku harap kau bersabar menghadapinya."
Alexio memandang Keyra lagi. Memang, apa yang Kevin itu benar. Keyra, wanita pembangkang, tapi pada akhirnya ia akan menuruti apa yang dia katakan. Tapi untuk manja? Entahlah, dia belum melihat hal itu darinya. Atau mungkin, wanita itu berusaha sok kuat di depannya?
“Jagalah dia, Alexio,” lanjut Kevin, nadanya terdengar serius sekarang. "Aku tahu, kau pasti kesal karena kami menjodohkan kalian dengan cara tak biasa, tapi kami hanya ingin yang terbaik untuk kalian. Kami yakin, kalian akan bahagia."
Alexio mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, suara mertuanya seakan menjadi beban baru di pikirannya. “Aku akan menjaga Keyra,” katanya pelan namun tegas.
Setelah berbasa-basi, telepon itu berakhir. Alexio menurunkan ponsel dari telinganya, lalu kembali menatap Keyra yang masih tidur dengan tenang.
Ia mendekat, duduk di sisi tempat tidur. Ia menarik napas dalam, mengulurkan tangan untuk menyibak rambut yang menutupi wajah Keyra.
“Jadi, kau dulu sangat manja, dan suka menarik perhatian, hm,” gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada diri sendiri. Tatapannya melembut, tapi tetap sulit diartikan.
"Aku tidak bisa menolak, saat ayahmu menyerahkan mu padaku, bahkan aku sudah berjanji untuk menjagamu. Menurut mu, apa yang harus aku lakukan?" Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa janji kepada mertuanya bukan hanya janji, melainkan tekad yang ia buat untuk dirinya sendiri. Tapi sayangnya, mereka sudah menandatangani surat kontrak pernikahan.
...****************...
Ruangan terasa begitu sunyi, hanya terdengar detak jam dinding yang seperti memaksa waktu berjalan lebih lambat. Frans menunduk, tidak berani menatap pria yang duduk di seberang meja dengannya.
Tatapan tajamnya membuat siapa pun yang tertangkap pandangannya merasa seperti terpanggang.
"Frans.” Marco menyebut namanya dengan nada yang sangat pelan, namun lebih menakutkan daripada teriakan. “Apa yang kau pikirkan saat memutuskan untuk menyinggung Tuan Wiratama, hah? Kau tahu siapa dia, bukan?!”
Frans mencoba membuka mulut untuk menjawab, tapi suara yang keluar terdengar patah-patah. “A-aku ... Aku tidak tahu maksudmu, paman. Bagaimana mungkin aku mempunyai keberanian itu? Aku ... "
“Lalu, kenapa tiba-tiba asistennya memberitahu ku jika tuan Wiratama membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita karena kau sudah menyinggungnya, hah? Apa kau tidak tahu, karena tindakan mu, perusaahan rugi milyaran rupiah." Marco memotongnya dengan nada tinggi, tangannya menghantam meja dengan keras hingga beberapa dokumen terjatuh.
“Karena ulahmu, membuat kita kehilangan salah satu klien terbesar kita! Kau telah merusak reputasi perusahaan yang aku bangun selama puluhan tahun!"
"Ta-tapi aku benar-benar tidak melakukan apapun, paman. Aku ... " Frans teringat dengan berita pernikahan Keyra dan pria yang di duga Tuan muda Wiratama. Lalu, terlintas saat ia memarahi Keyra dan menolak surat pengunduran dirinya. "Tidak mungkin ," batinnya.
Marco berjalan perlahan mendekati Frans, setiap langkahnya terdengar berat namun penuh tekanan. “Aku memberimu kesempatan bekerja di perusahaan bukan karena kau pantas, tapi karena kau keluargaku. Tapi ternyata, itu adalah kesalahan terbesar yang pernah aku buat.”
Frans menunduk, tidak berani menatap mata pamannya yang kini menyala-nyala karena amarah. “Dan satu hal lagi." Suara Marco kembali rendah, tapi setiap kata terdengar seperti palu yang menghantam. “Jangan pernah mengira, karena kau keluargaku, aku akan membiarkan ini berlalu begitu saja. Di perusahaan, tidak ada keluarga—hanya profesionalisme. Kau mengerti?”
Frans hanya bisa mengangguk, wajahnya semakin pucat. Marco kemudian keluar dari ruangan dan menutup pintu dengan keras.
"Kenapa jadi begini? Tidak mungkin jika Keyra benar-benar menikah dengan tuan muda Wiratama, kan?" gumam Frans.
ʙɪᴀʀ ᴍᴀᴍᴘᴜs ᴅʏ
..ᴄᴘ" ᴢ