Banyak wanita muda yang menghilang secara misterius. Ditambah lagi, sudah tiga mayat ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Selidik punya selidik, ternyata semuanya bermula dari sebuah aplikasi kencan.
Parahnya, aparat penegak hukum menutup mata. Seolah melindungi tersangka.
Bella, detektif yang dimutasi dan pindah tugas ke kota tersebut sebagai kapten, segera menyelidiki kasus tersebut.
Dengan tim baru nya, Bella bertekad akan meringkus pelaku.
Dapatkah Bella dan anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DYD3
Bertumpuk-tumpuk lembaran kertas-kertas memenuhi meja kerja Bella. Tumpukan kertas yang tak lain tak bukan merupakan laporan tentang para orang-orang yang menghilang secara misterius dari kota tesebut.
"Totalnya ada sebelas orang yang menghilang dalam tujuh bulan terakhir ini," jelas Taufik pada Bella.
Sang kapten hanya manggut-manggut saja, seraya mendengarkan penjelasan dari anggotanya.
"Bagaimana dengan cctv?" tanya Bella sembari menyandarkan tubuhnya yang cukup lelah. Maklum saja, ia baru saja menempuh perjalanan darat selama enam jam.
Taufik yang ditanyai, hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal seraya menatap rekannya, Abirama.
Bella cepat tanggap dan mengacungkan jari telunjuknya pada Abirama, ia menatap tajam pria itu.
"Kemari!" Titah Bella seraya menggerakkan ujung telunjuknya.
Abirama berdiri dan memutar malas bola matanya, ia melangkah lemah. Harga dirinya serasa dipijak-pijak saat menuruti perintah dari seorang yang ber-gender wanita.
"Jelaskan!" titah Bella kala Abirama sudah di hadapan nya.
"Semua cctv lenyap begitu saja saat saya meminta rekaman tersebut," jelas Abirama. "Ada yang menghapus rekaman khusus di tanggal kejadian."
Bella manggut-manggut sembari mengetuk-ngetuk ujung jarinya di atas meja. Kedua matanya terpejam dan fokus berpikir. Namun, konsentrasi nya buyar saat telepon salah satu anggotanya berdering.
Bella menatap lekat sang anggota yang tengah tegang mendengarkan laporan warga.
Sang anggota mendekati Bella begitu menutup telepon kabel di meja kerjanya.
"Ada apa, Rinol?" tanya Bella sembari menatap name-tag yang melekat pada seragam pria yang tengah berdiri di depan mejanya.
"Ada laporan dari warga, Kapt! Seorang warga kembali menemukan mayat!" jelas Rinol.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kedua tangan Bella sudah terbungkus dengan sarung tangan nitril hitam yang biasanya sering digunakan oleh petugas penegak hukum, pemasyarakatan, dan keamanan. Wanita sedikit menunduk, mengamati kondisi mayat dengan teliti.
Abirama hanya berdiri di belakang sang kapten yang tak disukainya, seraya melipat kedua tangan di dada. Ia memperhatikan apa saja yang Bella lakukan.
Pemilik rambut sebahu itu kini duduk bercangkung di sisi mayat, jemarinya meraba luka sayatan di leher dan juga dada. Kedua alisnya kini bertaut.
"Carving knife?" gumam Bella.
Abirama mengernyit mendengar perkataan sang kapten. Penasaran, ia akhirnya ikut berjongkok di samping Bella.
"Senter police." Bella menadahkan tangannya pada Abirama.
Pria itu memutar bola matanya dengan raut kesal, ia belum sanggup menerima kenyataan. Dengan ogah-ogahan, ia memberikan alat penerang portabel kepada sang kapten.
Bella segera menyambar benda bulat hitam dan panjang itu. Pemilik raut tegas itu lekas mengarahkan cahaya pada bibir mayat yang menganga, seolah memastikan sesuatu.
"Luka apa itu?" tanya Rama yang ikut mengintip.
"Yang jelas itu bukan luka dari sebuah pisau," jelas Bella.
Abirama manggut-manggut.
"Apa kau menciumnya?" tanya Bella tiba-tiba.
"Ha?" Abirama tak mengerti.
"Aroma ini." Dengan berbalut masker, Bella mengendus-endus aroma mayat tersebut. Hidungnya menelusuri seluruh lekuk tubuh sang mayat, membuat perut Abirama mual seketika melihatnya.
"Aroma apa ini? Aroma nya sangat familiar!" Gerutu Bella berusaha mengingat aroma yang sangat menyengat tersebut.
Abirama tersenyum miring melihat sang kapten, sebenarnya pria tampan itu sudah tau aroma apa yang dipertanyakan Bella, jelas dia sudah sempat menyelidikinya dari kasus-kasus sebelumnya.
Abirama tak hentinya tersenyum remeh, matanya seolah mencemooh. Tak mungkin Bella langsung bisa menebak hanya dengan sekali endus, begitu pikirnya. Namun, senyuman remeh itu seketika sirna kala sang kapten berkata.
"Isopropil alkohol! C3H8O! -- Benar, ini aromanya!"
Abirama terhenyak. Bagaimana Bella bisa tau? Begitu batinnya. Pria itu mengulas senyuman tipis.
'Sepertinya, dia bukan tipe wanita yang akan menyusahkan!' batin Abirama. Bibirnya tersenyum tipis seraya menatap Bella.
Yang ditatap lekas berdiri, keningnya berkerut dalam. Ia sibuk membatin.
'Isopropil alkohol? Bukankah larutan ini seringkali digunakan sebagai pembersih alat-alat medis?'
Bella menatap para anggota nya yang tengah memungut apa saja yang kemungkinan bisa menjadi bukti.
Bella menatap Abirama, dengan penuh makna.
Pria yang tengah ditatap itu seketika tersentak, ia kelabakan saat tatapan mereka beradu. Jantungnya berdegup kencang kala sang kapten mendekat.
Bella membisikkan sesuatu pada telinga pria itu. Abirama mundur selangkah, menjauhkan telinganya dari bibir sang kapten. Ia menatap serius Bella, lalu mengangguk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kamu tunggu di parkiran aja, Fik. Biar aku ke dalam sendirian. Tidak lama kok, aku sudah mendaftar via online tadi." Tukas Rama yang lekas melangkah masuk ke area rumah sakit.
Taufik yang menunggu di parkiran hanya geleng-geleng kepala.
Usia Taufik sepantaran dengan Rama. Selain rekan kerja, Taufik merupakan sahabat baik Rama. Bahkan, bagi Rama, Taufik adalah keluarga nya.
Hubungan mereka tak dapat dideskripsikan dengan kata-kata. Dua pria itu sama-sama tumbuh bersama di sebuah yayasan. Taufik dan Abirama merupakan anak yatim piatu. Taufik layaknya seorang bapak dan juga ibu bagi Abirama.
Setelah mereka dewasa, mereka mencari kerja di bidang yang sama. Beruntung sekali, mereka bisa menjadi satu tim.
Taufik menatap langit yang menggelap pagi itu, rintik-rintik hujan mulai turun.
"Sial!" umpat Taufik, ia lekas berteduh.
Pria itu jadi memikirkan Abirama. Sahabatnya itu sangat membenci hujan.
Di dalam gedung, jari jemari Abirama bergetar hebat. Ia masih dapat mendengar suara hujan di luar sana. Dadanya riuh bergemuruh.
"Pak Abirama?" Seorang suster menatap Rama, pertanda sudah giliran pria itu untuk menjalani pemeriksaan.
Pria yang sedang tidak sakit apa-apa, alias sedang menjalankan tugas itu lekas masuk ke ruangan poli umum.
"Selamat pagi, Pak Abirama. -- Usia 28tahun ya ... Keluhannya apa?" Tanya seorang Dokter berperawakan tampan, dengan sebuah stetoskop yang menggelayut di leher pria itu.
Abirama menatap sang dokter lekat, bola matanya menelisik kedua tangan sang dokter yang cukup banyak tertutup dengan beberapa tattoo.
Sebuah nametag yang melekat di jas sang dokter ditatap lekat oleh Abirama.
'Dokter Tommy?' batin Rama.
*
*
*
Edwin psikopat yang udah ... entahlah sulit menjelaskannya 😀
Keren kamu Kak❤️
tolong triple up 🤭
jantungku kicep tor 😩
udah kyk nonton film Hollywood.
sama film horor korea, yg cowoknya jatuh ke dalam peti yg ada pakunya itu looo, lgsg nancep ke muka 😩