NovelToon NovelToon
Tumbal Pasung Perjanjian Gaib

Tumbal Pasung Perjanjian Gaib

Status: sedang berlangsung
Genre:Horror Thriller-Horror / Suami Hantu / Iblis / Roh Supernatural / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Tumbal
Popularitas:870
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Hal yang mengejutkan dialami oleh Nurhalina, gadis penjaga toko swalayan. Ia menjadi korban penculikan dan dijadikan tumbal untuk sebuah perjanjian dengan sebelas iblis. Namun ada satu iblis yang melanggar kesepakatan dan justru mencintai Nurhalina.

Hari demi hari berlalu dengan kasih sayang dan perhatian sang iblis, Nurhalina pun menaruh hati padanya dan membuatnya dilema. Karena iblis tidak boleh ada di dunia manusia, maka dia harus memiliki inang untuk dirasukinya.

Akankah cinta mereka bertahan selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kepergian Orang Tua

...Nurhalina...

...────୨ৎ────...

Adzan berkumandang, itu tandanya matahari sebentar lagi akan muncul. Lega, akhirnya aku bisa mengakhiri ketakutan ini. Sejak pemukulan semalam, Ndaru menarik anak buahnya ke rumah depan, meninggalkanku di rumah tua ini sendirian. Dan pintu depan di kunci sehingga aku tak bisa kabur dari sini.

Rumah ini cukup aneh menurutku. Tak ada perabotan sama sekali di dalamnya. Hanya dua buah pintu yang ada di depan dan belakang sana. Namun aku tak berani mencoba membuka pintu yang ada di belakang, karena selain gelap, semalaman penuh seperti ada sosok besar yang mondar-mandir menjaganya. Bayangan hitam dan sekelebat-sekelebat percikan cahaya.

Di dalam sini juga dingin, banyak nyamuk yang singgah di badanku, apalagi kebaya yang kukenakan sudah tak menyerupai baju lagi, lebih seperti kain lap  kompor.

Mataku jatuh ke suara langkah kaki yang mulai dekat. Suara itu datang dari arah pintu belakang yang gelap.

Aku benar-benar gemetar.

Jika aku teriak minta tolong, yang ada 3 pria cabul itu datang lagi dan menjamahiku dengan buas. Jadi lebih baik kubiarkan rasa takut ini untuk sementara.

"Lariii...." suara itu tampak tak asing.

Aku tutup mata dengan kedua tangan dengan lutut menekuk di dada. Bulu leherku mulai berdiri.

"Lariii..." suara itu berhembus di telingaku. Aku menggeliat. "Lari atau matiiii..." suaranya serak, berat, basah. Sama seperti pipiku sekarang.

Suara yang sama saat aku berada di sumber air.

"Matiiiiiiii," kian memekik, mencekik dan aku mulai panik. Aku sulit bernapas, berat dan .....

...NGIIIIING...

..............

Rumahku atau istanaku?

Tapi aku lebih memilih istanaku. Karena aku memiliki dua orang yang spesial di dalam hidupku. Satu pangeran dan satu Ratu yang menghasilkan aku. Dan sekarang aku sudah berada di depan pintu istana. Meski tak semegah istana seperti di film-film, tapi di sinilah tempat semua kisahku di mulai.

"Assalamualaikum!" riangku menarik gagang pintu dan mulai melepas sepatu. "Buk, aku remidi lagi matematika. Hehehe!"

Seperti biasa, aku selalu melepas sepatu dengan duduk di mulut pintu sambil menghadap jalan, sebelum masuk dan rebahan di depan TV.

Biasanya Ibuk langsung menjewer telingaku saat dengar kabar nilaiku yang hancur, tapi kali ini, mungkin dia sudah mulai menerimanya, atau dia lagi sibuk goreng sesuatu di dapur?

Apa pun itu, aku lega. Setidaknya telingaku tidak bengkak hari ini.

Aku taruh sepatu di rak depan dan masuk menuju dapur, tapi tak ada siapa-siapa.

"Buuk! Nur pulang... Asalamualaikum..." salamku berulang kali. Tapi memang sepertinya tak ada orang di rumah. Anehnya kenapa pintunya tak di kunci?

Kudengar ada sesuatu yang jatuh di kamar Ibuk, jadi aku lekas masuk.

"Loh, Bukkk?!" jeritku kaget. Aku cepat-cepat menadah kepalanya yang kejang-kejang hebat. "Ibuk kenapa?"

Aku heran dengan mereka. Selain Ibuk, bapak juga tampak kejang-kejang.

"Buk, bangun Buk!" tanganku menyeka mulutnya yang berbusa. "Pak. Ini kenapa??!!"

"Maafin Bapak, Nduk." jawabnya ringkih. Air mataku terjun, bergantian menatap mereka. "Ada sisa gajiannya Bapak di tas. Kamu gunain dengan baik, ya Nduk."

"Ngomong apa, sih Pak?" Aku hanya sesenggukan. Memangku kepala Ibu. "Paaaaaakkkkk!!!"

"Maafin Bapak sama Ibukmu, Nduk. Kita semua sayang, Nur...."

"Ibuk kenapa Pak? Paaakkk!!" jeritku melihat Bapak yang kini juga mulai berbusa. "Kalian ini habis......"

..............

...NGIIIINGGGGG...

"Hey, hey cantikku. Hei!" Tangan kekar sedang memegang kedua pipiku. "Tenang-tenang... Kamu udah aman!"

Ndaru berdiri memelukku.

"Boleh juga tarianmu, kelihatan lebih seksi kalau begitu." ucapnya sambil mengusap pipiku dengan jempolnya. "Nanti malam kita nari di ranjang, oke? Sekarang mandi dulu!"

Tarian?

Bahkan aku sendiri tak pandai menari. Aku masih tak paham dengan apa yang dia katakan. Tapi setidaknya bersama pria cabul ini jauh lebih baik dari pada aku harus berada di tempat ini sendirian.

Menyeramkan.

Aku diseret menuju kamar mandi. Sedangkan Muis sibuk menimbakan air untukku.

"Masuk cantik! Bersihkan badanmu!" perintah si Bos, "Kalau udah selesai, pakai ini biar makin seksi!"

Aku masuk, tampak cahaya pagi menembus ventilasi. Di luar udara begitu basah dan berkabut. Kulepaskan perlahan semua yang menutupi tubuhku kemudian air sedingin es meluncur dari ujung kepala menuju kaki.

Kuselesaikan pembersihanku dan keluar begitu gaun tipis berwarna putih sempurnya menyembunyikan tubuhku. Bibirku bergetar menahan dingin, ketika pintu kamar mandi kulewati.

"Kenapa?" tanya Si Bos sambil melepaskan tangannya yang bersilang di dada. "Kedinginan ya, cantik?"

Muis kembali menarik rambutku yang masih basah mengikuti bosnya menuju rumah. "Cepetan!"

Setelah pintu besar berukiran wayang itu terbuka, tampak Bahlil sedang menata dupa dan kain merah di lantai. Sepertinya mereka akan mengadakan ritual. Tapi ritual apa yang dilakukan pagi-pagi buta begini?

Rumah ini cukup besar, terlihat sofa dan meja ditarik menempel ke tembok, dan beberapa barang lainnya, hanya tersisa bunga-bunga yang berserakan di atas kain merah di tengah lantai itu. Sehingga wanginya berbaur antara wangi dupa dan bunga.

"Bawa ke sini, Nak!" ujar Bahlil sambil menepuk lantai yang dia duduki. "Jangan lupa semua dalamannya di lepas, dulu."

"Oke, Pa!" sahutnya cepat. "Denger, kan. Buka dulu BH sama Celanamu cantik, nanti di pakai lagi abis acara selesai!"

"Eeeaasrghhh!" jeritku menolak. Tapi tetap saja aku masih tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. "Aaarrgghhh!"

Aku hanya menggeleng keras dan memegangi gaun putih yang kukenakan. Sedangkan Muis dan Ndaru tetap mencoba melepaskannya dengan penuh semangat. Muis sengaja memelukku dari belakang dan Ndaru berusaha menggelitik tubuhku di mana-mana.

Mereka berdua tertawa sampai cecegukan dan aku terus meneriaki, memaki, tapi tak digubrisnya. Dan akhirnya aku menyerah.

"Plis deh, cantik. BH udah robek gini masih aja di pakai!" cicit Ndaru sambil menenteng sebongkah kain bergambarkan Minnie Mouse. "Mending mulai sekarang gak usah pakai aja! Hahaha."

"Besar banget sih! Uhh!" goda Muis, jahil merabaku dari belakang. Aku merasakan ada sesuatu yang keras menyentuh pinggangku dari belakang.

Tanganku memeluk dada yang terbuka, mencoba sekuat tenaga menutupinya dari tiga pria di depanku. Sungguh aku amat malu jika tubuhku di pandangi orang lain seperti ini, apalagi oleh laki-laki.

Tapi apalah daya, cobaan ini ternyata tak berhenti di situ, tangan Ndaru mulai merayap ke bawah, belakang dan kini dia mencoba mengelus lembut bulu halus yang tumbuh di bawah perutku.

"Hey hei.... Nak! Jangan kebablasan!" Suara bahlil mengejutkan kami semua. "Nanti, setelah ritual. Kamu bebas melakukan apa pun kepadanya."

"Dikit aja, sih Pa!" tolak Ndaru dengan manja. Jari telunjuknya nyaris menyentuh bagian itu. "Lima menit—"

"NDARUU STOOP!!" bentak sang Ayah. "Kita butuh darah dari selaput daranya, kalau kamu gituin, ini bakal sia-sia!"

"Aarggh, Papa ini! Iya-iya!" balas Ndaru sambil mengangkat kedua tangannya. "Tuh, puas, kan?"

Akhirnya aku ditelentangkan di tengah kain merah dan dikelilingi oleh dupa. Muis memegangi kedua tanganku, sedangkan Ndaru siaga dengan kedua kakiku, dan Pria tua yang di panggil Bahlil itu perlahan menyibak gaunku dari lutut.

Entah apa yang akan mereka perbuat kepadaku, aku pun tetap tak mampu berbuat apa-apa.

1
Ani
Sungguh wanita bodoh, sudah ada peluang utkmkabur, masih sja mau menuruti aturan. Rasakan, itu krn kebodohan mu, wanita bodoh.
Ani
Bodoh sekali wanita ini, jelas2 dia sudah mendengar tadi bahwa dia mau di jadikan tumbal, ada kesempatan utk. Lari, eh malah mikir nya berulang - ulang, berarti dia memang mau mati percuma, di jadikan tumbal. Dasar wanita bodoh.
Yuli a
loh kk,, disini lagi...
Yuli a: oh... sip lah... biar bisa baca lagi...🥰
Tya 🎀: iya balik lagi, di sebelah nge bug sistemnya
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!