Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Dada Arumi tiba-tiba sesak ketika menerima kabar dari Yanti bahwa Adeline hilang. Ia terpaku di kursi seperti orang nglinglung. Merasa tanganya ada yang mengetuk dengan pulpen, Arumi tersadar menatap dosen kosong.
"Kamu kenapa Rumi?" Dosen itu bingung melihat perubahan Arumi setelah terima telepon.
"Anak saya hilang Pak, permisi" Arumi meninggalkan dosen dengan langkah lebar.
"Anak? Setahu aku Arumi belum menikah, apalagi punya anak" bantah dosen tetapi sudah tidak didengar Arumi.
Sementara Arumi berlari menuju parkiran, tidak lagi menyahut sapaan teman-teman yang mengenal dirinya.
Begitu tiba di parkiran, Arumi tancap gas lalu pulang. Tiba di halaman rumah mewah itu, pintu dalam keadaan terbuka. Suara tangis dua wanita terdengar dari luar ketika Arumi menginjak teras rumah.
"Bibi... apa yang terjadi" Arumi masih mencoba untuk tenang walaupun hatinya berantakan.
"Tadi saya sedang membersihkan rumput di sini Non" bibi menunjuk halaman rumah nampak tergeletak sapu lidi, parang dan juga pengki yang belum bibi benahi. "Lalu Adel ikut bermain bersama saya, tapi ketika saya tinggal ke dalam sebentar, Non Adeline sudah tidak ada" papar bibi di tengah-tengah isak tangis.
"Sudah dicari di dalam Bi" Arumi masih berpikir bahwa Adel yang banyak akal itu bersembunyi di salah datu ruangan, seperti biasanya jika Adel seringkali mengerjai Yanti dan bibi.
"Sudah kami cari di mana-mana, bahkan di rooftop pun tidak ada Non" Yanti yang juga sedang menangis angkat bicara.
"Kamu memangnya kemana Yanti, bukankah saya sudah menitipkan Adel?" Arumi hanya manusia biasa yang mempunyai amarah juga, akhirnya bertanya dengan intonasi tinggi.
"Maaf Non, saya tadi sedang mencuci" Yanti pikir Adel sudah aman bersama bibi, tentu tidak menyangka akan begini jadinya..
Arumi menarik napas berat, marah pun tidak ada guna. Ia menyuruh Yanti dan bibi sama-sama mencari Adel. Bibi dengan Yanti berpencar mengelilingi komplek elite sekitar kediaman Davin, sementara Arumi menjalankan motornya mencari ke jalan raya.
"Adel... kamu kemana sayang..." Arumi sudah berputar-putar setengah hari, tetapi tidak menemukan Adel. Di pinggir jalan dia berhenti untuk beristirahat sejenak.
Arumi duduk di atas motor, niatnya tidak akan memberi tahu Davin jika Adel belum dia temukan, tetapi Arumi tidak kuat menghadapi ini sendiri. Suaminya marah sudah pasti, tapi harus ia hadapi karena merasa lalai menjaga Adel.
"Aaagghhh... kenapa nomor Mas Davin belum aktif juga sih..." Arumi prustasi, lagi-lagi tidak bisa berpikir jika Davin sedang dalam perjalanan pulang, tentu masih di dalam pesawat dan tidak bisa dihubungi.
Rumi lalu menghubungi Derman, tiga kali dering lalu diangkat.
"Hallo"
"Bang Derman, Adel hilang, tolong bantu saya untuk mencari" Arumi tidak sanggup bicara lagi karena air matanya bercucuran, lantas memutus sambungan.
Tink!
"Kamu bicara yang jelas Arumi, Adel hilang bagaimana?" Begitulah chat Derman.
"Pokoknya Bang Derman temui saya dulu, nanti saya ceritakan" balas Arumi diakhiri emote menangis..
"Sekarang kamu di mana, saya segera datang"
Arumi mengirimkan lokasi lalu menutup hape, saat ini ia benar-benar butuh teman yang bisa diajak berunding, bagaimana caranya agar Adel bisa secepatnya ditemukan.
"Rum" ucap pria yang tengah melongok dari kaca mobil, setelah 10 menit kemudian.
"Bang Derman" Arumi mengelap mata dan hidung ketika Derman sudah berhenti di depanya. "Adel hilang Bang, bagaimana ini" lanjutnya, mata yang sudah Rumi keringkan kembali basah. Walaupun tersendat-sendat akhirnya bercerita.
"Yang sabar Rum, kita cari bersama-sama" Derman menenangkan Arumi. Tanpa diperintah, Derman memarkir motor istri bos nya itu di tempat yang aman, kemudian minta Arumi masuk ke mobil milik Davin.
"Aku takut jika Adel diculik Bang" lirih Rumi.
"Kita cari ke orang-orang terdekat kamu dan Bos Davin Rumi, siapa tahu ada yang melihat atau mengajak Adel.
Arumi mengangguk saja walaupun hati kecilnya tidak yakin, Adel bukan anak yang mudah diajak oleh siapapun. Apalagi jika orang itu hanya bertemu sekali atau dua kali.
"Coba kita cari ke kantor, siapa tahu Anjani, atau Mbak Siska tahu" Derman belok kanan menuju kantor.
"Iya Bang" Arumi lagi-lagi menurut, walaupun di hatinya membantah. Tidak mungkin Anjani yang lagi kerja mengajak Adel, apa lagi tidak minta izin kepadanya.
Tiba di kantor, Arumi menemui satpam agar memanggil Anjani di ruang produksi, dan memerintahkan satpam itu agar mengumumkan seisi kantor. Siapa yang melihat Adel agar lapor kepada Derman.
"Aku akan menyelidiki siapa yang mengajak Adel, Rum" ucap Derman lalu menemui Siska setelah Arumi setuju. Sementara Arumi menunggu Anjani di ruang kerja Davin.
"Arumi..." Anjani kaget ketika tiba di ruang kerja Davin, memandangi bahu Arumi yang sedang bergetar karena menangis.
Arumi yang telungkup di atas meja mengangkat kepala. "Anjani... Adel hilang" Arumi bukan bertanya apakah Anjani mengajak Adel, karena ia tidak yakin jika Anjani bersama Adeline. Tapi justru memberi tahu jika Adel pergi entah kemana.
"Hilang bagaimana maksudnya Rumi" Anjani tidak mengerti, lalu duduk berhadapan dengan Arumi.
Arumi menceritakan seperti apa yang dikatakan bibi. "Aku bingung An, Adel kemana..." Arumi menggoyang lengan Anjani.
"Yang sabar Rum, aku akan membantu mencari Adel" Anjani usap punggung tangan Arumi yang tengah bersedih dan syok.
Berita Hilangnya Adel sudah menyebar ke seluruh kantor, mereka mencari Adel dengan caranya masing-masing.
Arumi pun akhirnya pulang.
Malam itu sepi dan sunyi, di dalam kamar yang biasanya penuh dengan celotehan Adel. Arumi duduk memeluk boneka milik putrinya itu hingga basah dengan air mata. Sepi jiwa raganya, rindu Adel yang tanya ini, tanya itu, hingga kadang sampai tertidur. Arumi menyesal karena merasa gagal menjadi ibu. Jika sampai Adeline tidak bisa ditemukan tentu tidak akan memaafkan diri sendiri.
"Non Arumi, sebaiknya makan dulu Non" bibi masuk kamar Adel membawa nampan, karena Arumi belum makan selain minum teh tadi pagi.
"Bawa kembali ke dapur Bi, nanti saya cari makan sendiri" titah Arumi. Mana mungkin ia bisa makan dalam keadaan seperti ini.
"Baik Non, tapi jangan lupa makan" pesan bibi, sambil membawa nampan kembali.
"Aku harus telepon Mama" Arumi beranjak ambil handphone lalu menghubungi mertua.
"Hallo..."
"Maaa..." Arumi tidak bisa bicara hanya tangis kencang yang masuk ke sambungan telepon.
"Arumiiii... kamu kenapa? Jangan pikirkan Davin, dia pasti akan tiba di Indonesia besok pagi" Rose mengira jika Arumi memikirkan Davin.
"Bukan itu masalahnya Ma, tapi Adel hilang"
"Apa? Kamu jangan bercanda Arumi"
"Saya tidak bohong Ma, Adel memang hilang" Arumi menangis terisak-isak.
"Baiklah, Mama sama Papa pulang sekarang"
Tut.
Tok tok tok
Setelah Arumi matikan handphone, pintu kamar ada yang mengetuk. Arumi menyuruh masuk.
...~Bersambung~...