"Kamu serius Jas? Kamu merestui mama pacaran sama Arjuna? Temen kamu?" tanya Cahaya tak percaya. Senyum lebar mengembang di bibirnya.
"Lo nggak bohong kan Jas? Lo beneran bolehin gue pacaran sama nyokap Lo kan?" tanya Arjuna. Meskipun merasa aneh, tapi dia juga cukup senang. Berharap jika Jasmine tidak mengecewakan mereka.
Jasmine melihat sorot kebahagiaan dari mamanya dan Arjuna. Hatinya terasa sesak, benci. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa Mamanya bahagia bersama Arjuna.
*
*
*
Hmm, penasaran dengan kelanjutannya? baca sekarang, dijamin bakal suka deh:)))
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Kayak Pinang Dibelah Dua
Tatapan tajam Jasmine tertuju kepada bibi Kate. Seakan menvsuk. Ucapan bibinya barusan bukannya membuatnya senang tapi justru membuatnya kesal. Ia lantas menjawab, "Tapi aku nggak suka di miripin sama mama Bi. Aku malah suka kalo di bilang mirip sama papa. Bukan mama!" katanya, suaranya sedikit meninggi, menunjukkan rasa kesalnya.
Bibi Kate mengerutkan keningnya, mengangguk mengerti. "Iya Bibi tau kemarahan kamu sama mama kamu. Kamu nggak suka kalau dibilang mirip sama dia. Tapi kenyataannya kamu mirip sama mama kamu Jas.
Bahkan Bibi berani bilang kalau kamu itu seperti kembaran mamamu sewaktu muda. Kamu mau lihat foto mamamu? Bibi ada bawa kalo kamu mau liat," bibi Kate lalu meraih ponselnya yang ia taruh di meja, lalu membalikkannya, membuka casingnya dan mengambil secarik foto yang ada di dalam casing itu.
Dia memberikan foto itu kepada Jasmine, yang dari sorot matanya terlihat enggan untuk menerimanya.
"Ambil Jas. Itu foto mamamu waktu masih muda dulu," akhirnya Jasmine menerima foto itu. Pandangannya tertuju pada gambar tersebut, dan seketika matanya melebar, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Jasmine menoleh kearah bibinya. "Bi, kok mama..." Jasmine tidak melanjutkan ucapannya. Bibi Kate tahu apa yang akan Jasmine katakan, ia pun tersenyum lantas menjawab,
"Mama kamu mirip sama kamu kan? Udah bibi bilang Jas, kamu dan mamamu itu kayak pinang dibelah dua. Bibi sampai heran, dulu Mamamu makan apa ya waktu ngandung kamu, sampe bisa bikin muka kamu mirip dia gitu?
Padahal kan setahu bibi kalo anak cewek itu lebih mirip sama ayahnya ya? Tapi kamu malah lebih mirip sama mamamu." Bibi Kate terus memandangi Jasmine, membuat Jasmine bingung sendiri harus bagaimana bersikap karena bibinya terus memandanginya.
Bibi Kate lantas menoleh kearah jam dinding yang ada di depannya. "Udah mau jam sepuluh Jas. Kamu mau tidur?" tanya bibi Kate, menoleh ke arah Jasmine.
"Nggak Bi. Aku mau nungguin Arjuna dulu. Tadi katanya mau mampir kesini. Mungkin lagi di jalan," jawab Jasmine.
Bibi Kate mengerutkan keningnya. "Arjuna? Ngapain Jas dia kesini? Malem-malem lagi? Kenapa nggak nunggu besok aja?" tanya bibi Kate.
Jasmine menoleh. "Ada yang mau di bicarain Bi. Arjuna setelah pulang kerja mau mampir kesini katanya. Aku mau nungguin dia. Kalo bibi ngantuk bibi bisa tidur duluan. Nanti aku tidur setelah Arjuna pulang," katanya.
Tak lama setelah itu terdengar deru mesin motor berhenti di depan rumah. Jasmine dan bibi Kate saling pandang, lalu berdiri.
"Mungkin itu Arjuna, Jas," kata bibi Kate.
Jasmine mengangguk, lalu bersama Bibi Kate, mereka berdua melangkah menuju pintu dan membukanya. Di halaman depan, motor Arjuna sudah terparkir, dan Arjuna sendiri sudah terlihat berjalan ke arah mereka.
"Jas, sorry ya kalo lama, tadi ada kerjaan bentar," kata Arjuna setelah dia tiba di depan Jasmine.
"Ajak Arjuna masuk Jas, ngobrol di dalem aja," bibi Kate berbalik dan berjalan masuk, diikuti Jasmine dan Arjuna yang juga berjalan masuk.
Jasmine dan Arjuna duduk berdua di ruang tamu. Sementara bibi Kate melangkah ke kamar Jasmine untuk tidur.
"Jadi gimana Jun? Dapet lowongannya?" tanya Jasmine pada Arjuna. Ia tidak sabar menunggu jawaban Arjuna.
Arjuna terlihat berpikir. Lama dia terdiam, menundukkan kepalanya. Lalu ia menaikkan kepalanya kembali, menatap kearah Jasmine. "Lo kerja di perusahaan nyokap Lo aja Jas," jawab Arjuna.
Jasmine terkejut, lantas menyanggah, "Nggak. Jun, gue kan udah sering bilang ya sama lo kalau gue itu nggak mau kerja di perusahaan mama. Kemarin lu kan janji sama gue buat bakal cariin gue lowongan kerja di bengkel itu. Terus sekarang kenapa lu tiba-tiba nyuruh gue kerja di perusahaan mama?!"
Nada bicara Jasmine sedikit meninggi, menunjukkan kekecewaan. Dia tidak mau, bahkan menolak mentah-mentah ajakan Arjuna untuk bekerja di perusahaan mamanya.
Arjuna menatap Jasmine dengan mata sendu, penuh harap. "Gue tau lo bakal nolak, tapi Jas, ini kesempatan bagus buat lo. Lo bisa kerja di perusahaan nyokap lo dan akhirnya nanti jadi CEO di sana. Lo--" Jasmine tiba-tiba memotong ucapan Arjuna.
"Lo kenapa maksa banget sih Jun?! Kenapa lo tiba-tiba nyuruh gue kerja di perusahaan mama? Bukannya kemarin-kemarin Lo dukung gue, kenapa sekarang kesannya kayak lo itu berpihak ke Mama?" Jasmine mengerutkan kening, matanya tajam menatap Arjuna.
Arjuna hanya bisa menatap Jasmine dengan memohon, berharap Jasmine mau mengubah keputusannya.
"Gue tetep dukung lo kok. Gue cuma menyarankan yang terbaik aja. Perusahaan nyokap lo itu besar dan suatu saat akan menjadi punya Lo. Apa Lo nggak mau mencoba buat belajar dan mengenal dunia perusahaan?" tanya Arjuna.
Tapi Jasmine yang keras kepala tidak juga mau menerima apa yang Arjuna katakan. Baginya Arjuna sudah berpihak kepada mamanya, yang membuatnya semakin curiga. "Gue nggak mau Jun! Berapa kali lagi sih gue harus bilang kalau gue itu nggak mau kerja di perusahaan mama?!" Ketus Jasmine.
Arjuna menarik napas panjang, lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat tebal.
Ia mengulurkan amplop itu kepada Jasmine, yang masih menatapnya dengan tatapan tajam. "Ini apa?" tanya Jasmine, belum juga menerima amplop itu.
"Terima aja. Lo butuh uang kan? Ini buat memenuhi semua kebutuhan lo. Biaya makan, kuliah dan lain-lain," jawab Arjuna. Jasmine dengan ragu menerima amplop itu, lalu membuka dan melihat isinya. Keningnya mengerut, matanya membulat tak percaya.
Uang. Tumpukan uang berwarna merah yang ada di dalam amplop coklat itu membuat jantungnya berdetak kencang.
Jasmine menoleh ke Arjuna, matanya berkilat tajam. Amplop di tangannya disodorkan kembali, "Gue nggak mau nerima apapun dari mama. Lo ambil aja, buat lo!"
Arjuna sudah menduga jika Jasmine pasti akan menolaknya. Jasmine tidak akan pernah mau menerima apa pun dari mamanya.
Tiba-tiba saja sebuah ide muncul di benaknya, membuat Jasmine tersenyum miring. Dia merenung sejenak, memikirkan ide tersebut. Ketika yakin, Jasmine menatap Arjuna. "Tadi Lo nyuruh gue buat kerja di perusahaan Mama kan? Gue bakal kerja di perusahaan mama asal lo mau ngikutin perintah gue. Gimana, Lo mau?"
Arjuna tertegun melihat perubahan Jasmine yang begitu cepat. Namun, tak lama kemudian, senyum lebar merekah di wajahnya. Menyingkirkan rasa heran yang masih membayangi, Arjuna mengangguk.
"Lo mau apa Jas, katakan aja, gue siap memenuhinya," ujar Arjuna dengan tegas. Dia benar-benar siap untuk memenuhi apapun yang Jasmine inginkan jika dengan itu Jasmine mau untuk bekerja di perusahaan mamanya.
Senyum licik mengembang di bibir Jasmine. Tatapannya tajam, penuh dengan strategi terselubung. Dengan nada santai ia menjawab,
"Gue mau Lo ngelakuin tiga hal buat gue. Pertama, gue pengen Lo ngundurin diri dari kantor nyokap gue. Kedua, gue mau Lo minta duit dari nyokap gue sebesar tiga puluh juta terus Lo kasih duit itu ke gue.
Dan yang ketiga Jun. Hmm, gue mau Lo jadi...pacar gue. Gimana? Lo nggak keberatan kan?"
Jasmine semakin yakin Arjuna tidak akan menerima permintaannya. Arjuna tercengang menatapnya, matanya membulat seperti bola pingpong.
"Jas, Lo kok...ini gue...gue nggak bisa!" Suara Arjuna tersendat, terputus-putus. Matanya berkedut gugup, seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Dan Jasmine, dengan intuisinya yang tajam, langsung menyadari itu.
Jasmine memicingkan matanya menatap curiga ke arah Arjuna. Dia semakin yakin jika Arjuna adalah...
Pacar mamanya.
************
Permainan dengan Arjuna usai, Cahaya melaju pulang dengan mobilnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Rasa lapar mulai muncul, ia memutuskan untuk singgah di sebuah restoran. Restoran itu tampak sepi, mungkin karena sudah larut. Cahaya memarkirkan mobilnya dan melangkah masuk.
Aroma masakan yang menggugah selera langsung menyambutnya. Ia memilih meja di sudut, jauh dari keramaian. Cahaya membuka menu dan menelusuri pilihan hidangan yang tersedia.
"Nasi goreng seafood, satu ya," ucap Cahaya kepada pelayan yang baru saja datang.
"Baik, nyonya. Silakan tunggu sebentar," jawab pelayan itu ramah.
Cahaya mengangguk, lalu mengeluarkan ponselnya untuk mengecek beberapa pesan dari teman-temannya. Beberapa saat kemudian, dia mendongak dan melihat sekeliling restoran.
Hanya ada beberapa meja yang terisi, dan kebanyakan pengunjung adalah pasangan muda. Cahaya menghela napas.
"Ah, sepi sekali," gumamnya pelan.
"Iya, Nyonya. Biasanya restoran ini ramai, tapi mungkin karena sudah malam jadi sepi," sahut pelayan yang baru saja membawa pesanannya.
Cahaya tersenyum tipis. "Oh, ya. Terima kasih ya."
Dia mulai menyantap nasi gorengnya dengan lahap. Sambil makan, dia kembali membuka ponselnya dan melihat-lihat media sosial.
Setelah menghabiskan makanannya, Cahaya memanggil pelayan untuk meminta tagihan dan menyelesaikan pembayaran. Dengan perut yang kenyang, dia berdiri dan melangkah keluar dari restoran.
Malam itu, udara terasa sejuk dan segar. Cahaya melangkah santai di trotoar beton, menikmati gemericik air dari kolam kecil di dekatnya. Lampu-lampu temaram di depan restoran menciptakan suasana tenang di sekelilingnya.
Sesampainya di mobil, Cahaya membuka pintu dan memasukkan kunci ke dalam kontak. Dia menyalakan mesin dan menyalakan musik lembut yang mengalun di dalam mobil.
Saat melaju di jalanan yang sepi, pikirannya melayang ke rencana besok. Ia akan mengungkapkan hubungannya dengan Arjuna kepada Jasmine dan yang lain.
"Semoga besok bisa berjalan baik," bisiknya pada diri sendiri, sebelum akhirnya mengarahkan mobilnya pulang ke rumah.
Bersambung ...