Warning⚠️
Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.
_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.
Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.
"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."
"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"
Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Dr Aisyah
"Kau itu tidak paham situasi sekarang ini, Man. Seandainya kau mau merawat bocah ini, apa kau mampu menjaganya? Kau taukan bagaimana keadaan rumah kita? Kau lengah sedikit, si Alex bisa saja mengerjai bocah ini? Atau kau lebih tega melihat bocah ini mati di tangan bang Togar. Ayo lah Man, kita ini hanya penjual barang haram. Hukum gantung sudah menanti kita di depan sana. Setelah itu terjadi, siapa yang akan menjaga bocah ini? Atau kau ingin mengajak dia mati sekalian?" Jack coba memberi pandangan kemungkinan buruk yang belum tentu terjadi. Ia takut, bocah itu hanya akan mendatangkan masalah baru jika sahabatnya tetap mempertahankannya. Contoh saja tadi, Taleben jatuh pingsan akibat tendangan maut sahabatnya. Kemarin, seorang wanita juga di hajar Firman karna membela bocah itu.
"Kau tidak ada prikemanusiaan. Tadi kau sudah lihat sendiri kan? Bagaimana cara bajingan itu memperlakukan bocah ini? Apa kau tega membiarkan dia mati di sana? Aku tahu, aku ini bukan orang baik. Kita meracuni orang-orang dengan barang-barang haram yang kita jual. Tapi, aku tidak bisa membiarkan bocah tidak berdosa ini mati di tangan bajingan itu. Sekarang terserah kau lah, Jeck! Kalau kau tidak suka. Kau bisa tinggalkan aku disini! Aku bisa pulang sendiri! Hentikan mobil ini!" pinta Firman.
"Man, sadarlah. Kita tidak ada hubungan apa-apa dengan bocah ini. Kalau kau kasihan dengan dia, titipkan saja dia ke panti asuhan. Kau tidak ada hak menjaga dia," balas Jack. Permintaan Firman menyuruhnya menghentikan mobil diabaikannya saja.
Firman berdecak lidah. Kepala dialihkan ke samping kiri. "Kau lupa ya? Di tempat si Taleben tadi juga penampungan anak-anak yatim. Tapi kau bisa lihat sendiri apa yang di lakukannya terhadap bocah ini tadi?" Firman tetap dengan pendiriannya. Hatinya benar-benar telah luluh karna sering di panggil 'yayah' oleh bocah itu.
Jack mengeluh kecil. Tak tahu lagi harus berkata apa. "Baiklah, terserah kau saja Man. Tapi aku nasehatkan kau untuk terakhir kali. Aku peduli dengan kau, Man. Aku hanya tidak mau kau terlibat masalah baru. Bocah ini hanya akan memberi masalah saja untuk kita, karna kehidupan dia dan kita berbeda."
"Aku tahu itu. Tapi...." Firman tersenyum perih. Apa salahnya ia ingin mencoba menjaga bocah ini?
Dulu sebelum terjun ke dunia hitam ini, ia juga pernah tinggal seorang diri tanpa ada tempat bergantung hidup. Saat itu tidak ada yang peduli dengan tangisannya. Betapa sakitnya hati yang menanggung rasa kala itu.
Jack menghentikan mobil yang di kemudikannya di pinggir jalan. Lalu ia menoleh pada sahabatnya yang masih memalingkan wajah ke arah berlawanan. "Begini saja, Man. Kalau kau kasihan dengan bocah ini. Kita buat laporan kehilangan anak. Siapa tahu Ibu dan Ayah bocah ini juga sedang menjari anaknya sekarang. Kasihan mereka, Man." Jack masih berusaha membujuk.
"Baiklah," balas Firman.
"Kalau begitu, nanti kita suruh orang untuk membuat laporan ke polisi." Di tepuk bahu Firman beberapa kali sebelum kembali melajukan mobil. "Man, sekarang kita pergi ke klinik mana?" lanjut Jack bertanya.
Firman menoleh dan tersenyum pada sahabatnya.
***
"Saya tidak punya kartu berobat anak ini," ucap Firman memberitahukan pada petugas resepsionis yang memintanya menunjukkan kartu berobat bocah itu.
"Mohon maaf, pak. Kalau bapak tidak membawa kartu tersebut, bapak bisa pulang dulu mengambilnya. Karna kami tidak bisa mengobati anak sebelum memasukkan data kedalam sistem," balas petugas itu dengan senyum ramahnya. Wanita yang bertugas itu kembali fokus pada komputernya.
"Dokter kemarin saja membiarkan saya masuk. Dan dokter itu juga yang menyuruh saya datang kembali kesini jika ingin memeriksa bocah ini," balas Firman agak nyolot.
"Maaf ya, pak? Dokter yang mana yang bapak maksud?" tanya petugas itu.
"Hmm, dokter. Dokter Raisya," jawab Firman. Ia memang tidak begitu ingat nama dokter tersebut. Tapi wajah dokter itu masih melekat di ingatannya.
"Apa yang bapak maksud dokter, Aisyah?" Petugas kembali bertanya.
"Saya lupa nama dia. Tapi kening dokter itu agak lebar. Bola matanya warna almond. Tingginya kira-kira sebahu saya," jawab Firman.
Petugas itu tersenyum kecil mendengar Firman menceritakan ciri-ciri dokter Aisyah yang merupakan pemilik klinik ini.
"Sekarang silahkan bapak duduk dulu, nanti akan saya sampaikan pada dokter Aisyah," ucap petugas itu.
Firman mengangguk kecil, lalu berjalan mendekati tempat duduk yang telah di sediakan di ruangan itu. Sekilas matanya melihat jam dinding yang ada di ruang tunggu. Pantas saja perutnya terasa keroncongan karna jam sudah menunjukkan pukul satu siang.
Dari pagi, Firman, Jack dan bocah yang bersamanya belum ada memakan apa-apa.
Firman berdendang kecil sambil menepuk-nepuk pelan bahu bocah itu. Matanya mengedar ke sekeliling sebelum petugas tadi menyapanya.
"Pak Firman. Sekarang bapak boleh masuk kedalam, karna dokter Aisyah sudah menunggu di dalam," ucap petugas itu. Firman diantarnya ke ruangan yang ada tulisan, Dr. Aisyah yang tertempel di daun pintu.
Ketika pintu di buka, wajah wanita berjas putih yang kemarin pernah di lihat Firman tersenyum menyambut ke hadirannya.
"Silahkan duduk, pak." Dengan ramah dokter Aisyah mempersilahkan Firman duduk di kursi yang ada di hadapannya.
Firman mengangguk, lalu melabuhkan duduk di kursi yang di tunjuk dokter Aisyah.
"Pasti pak Firman lupa lagi membawa kartu kesehatan anak, kan?" Sengaja dokter Aisyah menanyakan pertanyaan itu untuk mendekatkan diri pada orang tua pasiennya.
Firman hanya tersenyum kikuk, menampilkan barisan gigi putihnya. Kemarin memang itu alasannya ketika dokter muda itu menanyakan pertanyaan seperti ini.
"Ya sudah, tidak apa-apa. Ohya bagaimana keadaan anak bapak sekarang?" tanya dokter Aisyah lagi.
"Hmm, Bu dokter. Sebenarnya saya tidak punya kartu kesehatan anak ini." Pertanyaan awal dokter tadi di jawab Firman.
"Oooh, jadi di simpan istri bapak?" Dokter Aisyah menganggukkan kepala tanda mengerti.
Firman kembali tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Saya tidak punya istri, bu dokter."
"Oh, jadi bapak Firman duda?"
"Eh, bukan. Dia ini bukan anak saya. Saya hanya menemukan anak ini di tepi jalan," jawab Firman.
"Nanti kita lanjutkan lagi mengobrol masalah itu. Sekarang kita harus bersihkan dulu luka si ganteng ini," ucap dokter Aisyah seraya berdiri. Sempat matanya menangkap senyum manis di wajah Firman. Senyum yang mengingatkannya pada seseorang.
Firman pun ikut berdiri, lalu membaringkan bocah yang sejak tadi tak lepas dari gendongannya.
Dokter Aisyah memulai pekerjaannya dengan beberapa peralatan medis untuk membersihkan luka di kaki bocah kecil itu.
Sempat bocah itu meringis kesakitan, namun Firman lekas membujuknya.
"Apa lukanya pernah terkena air?" tanya dokter Aisyah.
"Tidak ada bu dokter. Saya hanya membilas badannya saja," jawab Firman.
Dokter Aisyah mengangguk, sambil mengusap lembut rambut anak kecil itu setelah selesai membersihkan lukanya.
"Jadi, apa yang akan anda lakukan dengan anak ini?" tanya dokter Aisyah. Panggilannya pun sudah di ubah dari bapak jadi anda.
"Rencananya saya mau membuat laporan ke polisi. Jika dalam seminggu tidak ada orang yang mengambil dia. Saya yang akan merawat dia," jawab Firman mantap.
Dokter Aisyah mengangguk. "Saya pun tidak menyangka kalau anak ini bukan anak anda. Tadinya saya mengira anda ini suami orang." Dokter Aisyah tertawa kecil.
"Saya juga mau berpesan. Jika anda benar-benar ingin menjaga anak ini, jaga lah dia baik-baik. Karna saya lihat, anak ini sepertinya benar-benar sayang dengan anda," pesan dokter Aisyah sambil memperhatikan bocah yang duduk manis di pangkuan Firman. Bocah itu asyik saja memainkan telapak tangan Firman.
"Bu dokter. Apa normal, kalau anak kecil sayang dengan orang asing?" tanya Firman polos. Matanya kembali memandang dokter muda yang sedang memperhatikan bocah di pangkuannya.
"Biasanya anak-anak usia dini, hanya akan dekat dengan orang tuanya saja. Karna itulah, tadinya saya mengira anak ini anak anda. Tapi nyatanya, dia tidak ada hubungannya dengan anda, kan?"
Raut wajah Firman berubah seketika.
"Maaf, kalau kata-kata saya tadi terlalu lancang." Dokter Aisyah jadi tidak enak hati dengan perkataannya barusan, karna mungkin telah menyinggung hati pria itu. "Tapi saya lihat dia begitu nyaman dengan anda. Tidak banyak bergerak, hanya duduk manis saja di pangkuan anda. Biasanya kalau anak-anak lain, sudah berlari kesana kemari," sambung dokter Aisyah dengan senyum manisnya.
"Hmm.." Firman menanggapi dengan senyum pahit..
"Pak Firman kenapa? Apa ada masalah?" tanya dokter Aisyah.
"Itu lah yang saya khawatirkan, bu dokter. Dia tidak aktif seperti anak-anak lain. Selalu saja tidur di pangkuan saya. Tadi malam pun badannya panas. Hari ini saya tau kalau dia mengalami masalah jantung. Apa karna itu dia tidak aktif?" Senyum pahit masih terukir di wajah Firman menceritakan bocah itu pada dokter Aisyah.
"Dari mana anda tau dia punya penyakit jantung?" tanya dokter Aisyah.
"Ada yang memberi tahu saya," jawab Firman sambil mengusap kepala bocah itu.
"Kalau itu benar, kita perlu melakukan proceed check up dengan dokter ahli jantung. Anda harus cepat-cepat memeriksakan ini kerumah sakit." Dokter Aisyah pun ikut cemas mengetahui penyakit serius yang dialami anak kecil itu.
"Dokter, biasanya berapa biaya harus di keluarkan untuk mengobati penyakit jantung ini?" tanya Firman.
"Seperti yang saya katakan di awal tadi, perlu di lakukan pemeriksaan dulu untuk memastikan. Dan jika memang perlu di lakukan tindakan operasi. Mungkin akan memakan biaya diatas 50 juta.,"
Jawaban dokter Aisyah membuat Firman terdiam. Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu?
"Anda tidak perlu terlalu mengkhawatirkan masalah biaya. Nanti saya akan coba urus beberapa berkas agar dapat peringanan biaya. Anda bisa mencatat nomor ponsel saya. Dan kalau ada apa-apa yang terjadi dalam waktu dekat ini, anda bisa hubungi saya. Dan kalau dia kembali demam. Anda harus bawa lagi dia ke puskesmas, atau klinik terdekat."
"Terimakasih, bu dokter. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Firman.
"Iya, sama-sama. Ini resep obat untuk si kecil dan kartu nama saya. Nanti bisa di tebus di luar. "
Kertas yang di ulurkan dokter muda itu diambil Firman sebelum berdiri. Ia tersenyum senang. Lega karna merasa urusannya telah di mudahkan. Setelah ini, dia bisa tanya-tanya pada dokter muda dan cantik itu kalau ada masalah kesehatan dengan bocah ini.
"Pak Firman. Siapa nama anak itu?"
Firman yang telah berdiri kembali berbalik badan menghadap ke arah dokter Aisyah. "Saya juga tidak tau."
"Bagaimana kalau anda berikan dia nama, agar nantinya anda muda memanggilnya," saran dokter Aisyah.
"Nama?" Kening Firman berkerut. Wajah bocah dalam gendongan di pandangnya. Otaknya lansung memikirkan nama yang cocok untuk anak itu. "Umar." Nama itu yang terpikir olehnya.
"Paling tidak sekarang dia sudah ada nama, walaupun hanya nama sementara, iya kan Umar?" ucap dokter Aisyah dengan senyumnya.
Bocah itu tertawa kecil dengan sikap dan perlakuan dokter peramah itu. Sejak tadi dokter itu begitu baik melayaninya.
"Da..dadahh..." Umar melambaikan tangan ketika Firman mulai melangkah meninggalkan ruangan itu.
dan tentunya semua itu tergantung Author yaa....hihihiiiii 🤭
soalnya tanggung ini, kopi hampir habis tapi malah kalah cepat sama bab terakhir yang lebih dulu habis...
🤤😩
lanjutkan Thor 👍
kopi mana kopi....🤭
bab awal yang keren menurut saya, ilustrasi kehidupan keras dengan di bumbui seorang bocah berusia 2 tahun...
semoga tokoh Firman di sini, author bisa membawa nya sebagai figur ayah angkat yang hebat.
salut Thor...lanjutkan 👍👍👍