Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jujur
Sepulang sekolah, Raja meminta Regas, Tian, Peti, dan Alana untuk berkumpul di sebuah kafe. Permintaan ini cukup mengejutkan teman-temannya karena biasanya Raja jarang sekali menghabiskan waktu di luar rumah setelah jam sekolah.
“Tumben banget lo ngajak kita nongkrong,” ujar Regas sambil menatap Raja penuh rasa ingin tahu.
“Iya, biasanya lo buru-buru pulang mulu, Raja,” tambah Tian, mengerutkan kening.
Raja hanya tersenyum tipis tanpa memberikan jawaban. Ia menatap Chilla di sampingnya, yang tampak gelisah. Chilla memegang tangan Raja erat-erat, berusaha menenangkan diri. Setelah menarik napas panjang, ia menghembuskannya dengan kasar, mencoba mengumpulkan keberanian.
“GUE SAMA RAJA UDAH NIKAH!” seru Chilla cepat, suaranya terdengar jelas di tengah keramaian kafe.
Keempat teman mereka terdiam membeku. Regas, Tian, Peti, dan Alana saling berpandangan, mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Chilla.
“APA?!” teriak mereka bersamaan, membuat beberapa pengunjung kafe menoleh ke arah mereka.
“Tunggu-tunggu,” kata Peti, mencoba memastikan pendengarannya tidak salah. “Lo nggak lagi halu, kan, Chilla? Dulu Raja benci banget sama lo, tapi sekarang lo bilang kalian udah nikah? Kita masih bisa maklumi kalau kalian bilang lagi pacaran. Tapi ini... nikah?” tanyanya dengan nada tak percaya.
“Kenapa kalian bisa nikah?” tanya Alana, suaranya pelan tapi penuh rasa ingin tahu.
Raja menghela napas, menatap teman-temannya satu per satu. “Masalah ini nggak usah dibahas. Yang pasti, gue sama Chilla udah nikah selama tiga bulan,” ucapnya tegas, mencoba menghentikan pertanyaan lebih lanjut. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah video dokumentasi acara akad nikah mereka. Dalam video itu terlihat jelas Raja dan Chilla di hari bahagia mereka, mengenakan pakaian adat lengkap dengan penghulu dan saksi-saksi.
“Wah... patah hati gue,” kata Tian sambil menggelengkan kepala, mencoba mencerna kenyataan itu. “Niatnya kalau Raja nggak mau sama Chilla, gue yang bakal maju,” tambahnya dengan nada bercanda, meskipun ada sedikit kejujuran dalam kata-katanya.
Raja langsung menatap Tian tajam, membuat pria itu tertawa canggung. “Bercanda, Ren. Gue tahu gue nggak punya peluang sama Chilla,” katanya cepat.
“Wah, selamat ya, Raja, Chilla,” ujar Regas tulus, memberikan senyuman hangat. “Kita nggak nyangka sama sekali, tapi tenang aja. Kita bisa jaga rahasia kalian berdua. Ini urusan kalian, kita nggak akan ikut campur,” tambahnya. Regas tahu pentingnya menjaga privasi teman-temannya, terutama dalam situasi seperti ini.
“Gue juga punya satu kabar lagi buat kalian,” ucap Chilla tiba-tiba, membuat semua mata kembali tertuju padanya.
“Apa lagi?” tanya Peti cepat, matanya membulat penuh rasa ingin tahu.
Chilla menatap Raja sejenak sebelum kembali memandang teman-temannya. Dengan senyuman kecil di wajahnya, ia berkata, “Kalian bakal punya keponakan. Gue hamil.”
Sekali lagi, keempat teman mereka terdiam, lalu serempak berseru, “APA?!” lebih keras dari sebelumnya.
“Serius, lo?!” ujar Alana sambil menatap perut Chilla, meskipun belum ada perubahan yang terlihat. “Lo udah ngecek?”
Chilla mengangguk mantap. “Udah, dan hasilnya positif. Gue beneran hamil.”
“Gila, lo bener-bener bikin hidup jadi plot twist, Chilla,” ujar Peti sambil terkekeh. “Tapi serius, selamat ya! Lo bakal jadi ibu muda.”
“Ren, gue harap lo udah siap jadi ayah,” tambah Tian sambil menepuk bahu Raja dengan tawa kecil.
Raja hanya tersenyum tipis. “Siap nggak siap, ini tanggung jawab gue. Gue bakal jagain Chilla sama anak gue,” jawabnya tegas, menatap Chilla dengan penuh kasih.
Percakapan itu berlanjut dengan canda dan tawa, meskipun ada sedikit keterkejutan di antara mereka. Keputusan Raja dan Chilla untuk jujur pada teman-teman mereka membawa kelegaan, terutama bagi Chilla yang merasa beban di hatinya sedikit berkurang. Kini, dengan dukungan dari teman-temannya, mereka merasa lebih siap untuk menghadapi segala hal yang akan datang.
*****
Setelah selesai berbincang dengan teman-temannya di kafe, Raja segera membawa Chilla ke klinik kenalan keluarga Raja, dr. Melda, seorang dokter kandungan. Raja ingin memastikan kondisi kandungan Chilla sekaligus mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kehamilan tersebut. Meskipun mereka sudah menikah, mereka berdua sepakat untuk menjaga kabar ini sementara waktu, termasuk dari orang tua mereka.
Chilla mengenakan sweater longgar yang dipadukan dengan celana jeans sederhana. Ia sengaja menutupi seragam SMA-nya karena tidak ingin menimbulkan pertanyaan yang tidak perlu. Baginya, mengenakan seragam ke klinik kandungan bisa memicu anggapan buruk, seperti hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas. Padahal, kenyataannya ia sudah resmi menjadi istri Raja.
Setibanya di klinik, Raja dan Chilla langsung masuk ke ruangan Tante Melda. Dokter itu menyambut mereka dengan senyuman hangat.
“Wah, Raja! Tumben banget kamu ke sini. Mau cek kandungan, ya?” tanya Tante Melda dengan nada menggoda sambil menatap ke arah Chilla.
Raja tersenyum kecil dan mengangguk. “Iya, Tante. Chilla, istri aku, udah telat datang bulan. Kemarin kami cek pakai test pack, hasilnya garis dua,” jawabnya jujur.
Tante Melda tersenyum lebar. “Wah, selamat ya! Jadi, kamu bakal jadi ayah, Raja,” katanya dengan antusias.
Raja mengangguk, sementara Chilla tampak sedikit gugup. “Iya, Tante. Makanya kami ke sini, mau pastikan kondisi kandungannya,” tambah Raja.
“Baiklah, ayo kita periksa dulu,” kata Tante Melda sambil bersiap memulai pemeriksaan.
Chilla naik ke tempat tidur periksa dengan bantuan Raja. Meski sedikit canggung, ia berusaha untuk tenang. Tante Melda memulai pemeriksaan USG dan mengamati layar dengan teliti. Raja berdiri di samping Chilla, menggenggam tangannya erat untuk menenangkan istrinya.
Setelah beberapa saat, Tante Melda tersenyum. “Hasilnya jelas, Chilla memang sedang hamil. Usia kandungannya masih sangat muda, sekitar lima minggu,” ujarnya.
Chilla dan Raja saling pandang, lalu tersenyum lebar. Meski masih sedikit kaget, mereka merasa bahagia dengan kabar tersebut. “Wah, jadi aku beneran bakal jadi ayah?” tanya Raja, masih belum percaya sepenuhnya.
“Iya, Raja. Selamat, ya. Tapi, karena usia kandungan masih sangat muda, Chilla harus lebih hati-hati. Jangan terlalu lelah, dan jaga pola makan. Kalau ada keluhan seperti mual berlebihan atau perdarahan, segera konsultasi lagi, ya,” jelas Tante Melda.
“Pasti, Tante. Aku bakal pastikan Chilla nggak terlalu capek,” sahut Raja, menatap Chilla dengan penuh perhatian.
Setelah selesai pemeriksaan, mereka kembali duduk di meja konsultasi. Tante Melda memberikan beberapa catatan dan saran untuk menjaga kehamilan Chilla. Namun, sebelum mereka pergi, Raja menatap Tante Melda dengan serius.
“Tante, tolong jangan bilang orang tua kami dulu, ya. Kami mau kasih kejutan ke mereka nanti,” pinta Raja.
Tante Melda tersenyum dan mengangguk. “Tenang saja, Ren. Ini rahasia dokter dan pasien. Tapi kalian harus segera memberi tahu mereka, ya. Kehamilan ini kabar bahagia, mereka pasti senang,” katanya.
“Iya, Tante. Kami cuma butuh waktu untuk menyiapkan semuanya,” jawab Raja.
Setelah selesai, mereka berpamitan dengan Tante Melda dan keluar dari klinik. Di perjalanan pulang, Chilla masih memegang hasil USG kecil yang diberikan Tante Melda. Tangannya gemetar, tetapi wajahnya menunjukkan senyuman bahagia.
“Ren, ini beneran ya? Aku bakal jadi ibu?” tanyanya pelan, masih seolah tidak percaya.
Raja meraih tangan Chilla, menggenggamnya dengan lembut. “Iya, Chilla. Kamu bakal jadi ibu, dan aku bakal jadi ayah. Kita bakal jaga bayi ini sama-sama,” ujarnya penuh keyakinan.
Chilla tersenyum kecil. “Aku takut, Ren. Takut nggak bisa jadi ibu yang baik. Kita masih muda banget, masih sekolah pula.”
Raja menghentikan langkahnya dan menatap mata Chilla dalam-dalam. “Chilla, denger ya. Aku bakal ada di samping kamu. Kita bakal belajar bareng, saling dukung. Kamu nggak sendiri,” katanya meyakinkan.
Chilla mengangguk pelan, merasa sedikit lega dengan kata-kata Raja. Mereka melanjutkan perjalanan pulang ke apartemen dengan perasaan campur aduk, antara bahagia, gugup, dan penuh harapan. Kini, mereka tahu bahwa kehidupan mereka akan berubah sepenuhnya, tetapi mereka siap menghadapi semuanya bersama.