Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuduhan dan Sebutan Perawan Tua
Dinda saat ini berada di rumah salah satu tante-nya yang saat ini tengah menggelar acara pengajian karena besok anak dari tante Dinda ini akan melangsungkan pernikahan. Awalnya tak ada yang aneh, acara pengajian berlangsung dengan lancar tanpa ada gangguan sedikit pun hingga akhirnya selepas acara pengajian selesai, Dinda yang tengah duduk seorang diri menikmati hidangan yang tersaji dihampiri oleh salah seorang tante-nya yang bernama Widuri.
"Dinda, Tante pikir kamu gak akan datang ke acara pengajian ini."
"Sebenarnya aku malas datang Tante tapi dari tadi mama maksa aku supaya datang. Jadinya aku pulang dari kantor langsung ke sini."
"Ngomong-ngomong apalah kamu juga sudah ada calon? Maksud Tante, ya apakah kamu udah punya pacar?"
"Saat ini aku masih fokus sama karir Tante."
"Bener cuma karena karir? Bukan karena kamu ini suka sesama jenis?"
Sontak saja Dinda melotot tak percaya dengan apa yang Widuri katakan barusan, bagaimana bisa tante-nya ini sembarangan dalam menuduh seseorang penyuka sesama jenis?
"Apa maksud Tante menuduh aku sebagai penyuka sesama jenis?!"
"Iya abisnya kamu selama ini Tante perhatikan gak pernah bawa pasangan, wajar dong kalau Tante pikir kamu ini lesbi?"
Belum sempat Dinda membalas ucapan Widuri, nampak putri Widuri yang bernama Salsa datang dengan menggandeng suaminya yang berwajah bule karena memang suami Salsa adalah duda kaya raya asal Jerman dan Salsa selama ini tinggal bersama suaminya di Jerman dan baru kali ini pulang ke Indonesia.
"Mama kenapa di sini?"
"Oh Mama hanya mengobrol dengan Dinda. Udah lama Mama gak ngobrol sama Dinda karena selama ini Dinda kan gak pernah mau datang ke acara keluarga besar."
"Bilangin mama kamu ini jangan suka untuk mengatakan hal yang bukan-bukan," adu Dinda pada Salsa.
"Memangnya apa yang sudah mama katakan padamu?" tanya Salsa penasaran.
"Mama kamu bilang kalau aku ini adalah seorang penyuka sesama jenis padahal aku sudah mengatakan bahwa aku ini normal suka lawan jenis namun mama kamu tetap saja menuduhku begitu."
****
Salsa tersenyum miring pada Dinda, alih-alih membela Dinda dari ucapan jahat sang mama justru Salsa malah ikut-ikutan menghina Dinda.
"Apa yang mamaku katakan juga gak sepenuhnya salah Dinda. Wajar dong kalau orang berpikiran kamu ini penyuka sesama jenis, habisnya selama ini kamu gak pernah memperkenalkan laki-laki pada keluarga kita."
Seketika mood Dinda sudah hancur akibat hinaan demi hinaan yang dilakukan oleh Salsa dan Widuri. Keduanya memang sangat membenci Dinda padahal Dinda merasa tak pernah membuat masalah dengan mereka namun entah kenapa mereka selalu cari masalah dengan dia.
"Mbak Widuri, apa yang Mbak lakukan pada anakku?" tanya Herlin pada sang kakak saat melihat Widuri dan Salsa kompak mengerubungi Dinda.
"Kami hanya sedang berbincang santai Lin, kamu kenapa panik begitu wajahnya?"
"Dinda mau pulang sekarang."
Dinda sudah siap untuk pulang namun tangannya langsung dicekal oleh Herlin, bundanya itu tahu bahwa saat ini Dinda sedang tidak baik-baik saja.
"Lepaskan aku Bunda."
Herlin membawa Dinda ke tempat yang agak sepi untuk mereka bisa bicara.
"Apa yang sudah mereka katakan padamu?" tanya Herlin saat mereka sudah sampai di tempat yang sepi.
"Mereka mengatakan aku seorang penyuka sesama jenis."
****
Akibat ucapan Widuri dan Salsa membuat Dinda enggan hadir di acara akad dan resepsi pernikahan sang sepupu yang sebenarnya Dinda sudah mendapatkan seragam khusus untuk keluarga besar namun Dinda enggan memakainya apalagi datang ke acara itu. Kemarin sebenarnya bukan hanya Widuri saja yang mengatainya sebagai seorang penyuka sesama jenis namun kala istirahat di kantor, ia sempat mendengar bisik-bisik tak mengenakan dari beberapa bawahannya di kantor yang menggunjingnya sebagai perawan tua.
"Iiiih sebal!"
Dinda meninju bantal yang sedang ia peluk saat ini untuk melampiaskan kekesalannya saat ini. Setelah dirasa sudah cukup melampiaskan kekesalannya maka Dinda langsung pegi ke dapur untuk mengambil minum. Ketika di dapur itulah, ia mendengar suara pintu apartemennya terbuka dan tak lama kemudian ia bisa melihat adiknya datang ke sini.
"Sudah aku duga kamu ada di sini."
Dinda menatap tajam sosok Melvin yang berdiri tak jauh darinya.
"Mau apa kamu datang ke sini?"
"Aku disuruh bunda mengecek keadaan kamu. Bunda takutnya kamu depresi dan bunuh diri setelah mendengar ucapan tante Widuri dan Salsa kemarin."
Dinda tertawa sumbang mendengar ucapan Melvin barusan.
"Kamu pikir aku selemah itu sampai-sampai memutuskan untuk bunuh diri setelah mendengar ucapan mereka? Kamu salah Melvin."
"Apa yang kamu rasakan saat ini?"
****
Dinda tak pernah bercerita panjang lebar dengan seseorang mengenai masalah pribadinya namun entah kenapa saat ini ia melakukan semua utu dengan Melvin. Melvin sendiri mendengarkan semua keluh kesah kakaknya yang nampak sudah tak bisa menahan diri dari kekesalan akibat tumpukan masalah yang selama ini dipendam.
"Ditambah tidak lama lagi kamu akan menikah juga. Pasti aku akan dibanding-bandingkan dengan kamu. Aku sebenarnya bisa saja menutup telinga namun kalau orang-orang toxic itu selalu mendatangiku dan tetap memberikan racun maka apakah aku harus diam saja?"
Melvin menganggukan kepalanya, ia mengatakan pada sang kakak bahwa ia akan membicarakan ini dengan bunda mereka.
"Apakah sebelumnya kamu pernah bercerita pada bunda mengenai hal ini?"
Dinda menggelengkan kepalanya, Dinda mengatakan bahwa ia tak mau membebani sang bunda dengan ucapannya karena masalah yang bundanya alami juga pasti tidak mudah. Ia tak mau membebani dengan ceritanya yang mungkin saja bisa membuat bundanya kepikiran dan jatuh sakit.
"Namun kalau menurutku bunda juga harus tahu isi hatimu, Kak. Aku yakin bunda akan memahaminya."
Setelah berbincang panjang lebar akhirnya Melvin pamit dari apartemen Dinda. Selepas Melvin pamit maka Dinda menghela napasnya panjang, ia merasa sedikit lega setelah berbincang dengan Melvin barusan. Ponsel yang Dinda letakan di atas meja berdering menandakan ada panggilan masuk, ia melihat ada sebuah nomor asing yang menghubunginya saat ini dan Dinda langsung saja menjawab telepon itu.
****
Keesokan harinya, Dinda tiba mendapatkan kabar bahwa dirinya harus pergi ke Bintan sebagai wakil perusahaan mereka dalam upaya perusahaan menggandeng kerja sama dengan perusahaan asal Singapura untuk memperbesar dan memperluas jaringan mitra. Dinda yang pagi ini dikirimi tiket pesawat secara online dari kantor mau tak mau harus pergi. Ia tiba di bandara pukul 10 pagi dan sudah duduk di ruang tunggu setelah tadi ia pikir ia bakal ketinggalan pesawat namun kenyataannya justru pesawatnya mengalami delayed selama 2 jam.
"Pesawatnya delayed Mbak, gimana ini?" tanya rekan Dinda yang saat ini ditugaskan ikut bersamanya.
"Saya sudah mengirim pesan pada pak Widodo soal ini. Semoga saja mereka bisa paham."
Dinda tiba-tiba saja mau buang air kecil, ia pun gegas menuju toilet namun karena saking buru-burunya ia secara tak sengaja menabrak seseorang yang melintas dari arah yang berlawanan.
"Sorry."
bungkam tuh mulut bude Duri /Joyful/