Berjuang sendirian sejak usia remaja karena memiliki tanggungan, adik perempuan yang ia jaga dan ia rawat sampai dewasa. Ternyata dia bukan merawat seorang adik perempuan seperti apa yang dirinya sangka, ternyata Falerin membesarkan penghianat hidupnya sendiri.
Bahkan suaminya di rebut oleh adik kandungnya sendiri tanpa belas kasihan, berpikir jika Falerin tidak pernah memperdulikan hal itu karena sibuk bekerja. Tapi diam-diam ada orang lain yang membalaskan semua rasa sakit Falerin. Seseorang yang tengah di incar oleh Faldo, paparazi yang bahkan sangat tidak sudi menerima uangnya. Ketika Faldo ingin menemui paparazi itu, seolah dirinya adalah sampah yang tidak pantas di lihat.
Walaupun Falerin terkesan selalu sendiri, tapi dia tidak sadar jika ada seseorang yang diam-diam melindunginya. Berada di saat ia membutuhkan pundak untuk bersandar, tempat untuk menangis, dan rumah yang sesungguhnya. Sampai hidupnya benar-benar usai.
"Biarin gw gantiin posisi suami lo."
Dukungannya ya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angel_Enhy17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋇⋆CHAPTER 2 : APALAH DAYA⋆⋇
Sesampainya di kediamannya sekarang, wanita itu langsung masuk ke dalam kamar. Hanya saja, tiba-tiba saja tangannya terasa seperti ada yang menariknya dengan keras, membuat badannya terbentur dinding dan, tebak siapa pelakunya? Tentu saja, tuan besar Faldo.
"Why?" Tanya wanita itu dengan sangat enteng, tentu saja. Dia bahkan tidak tahu di mana letak kesalahannya sekarang. Ini cukup aneh, jika saja Faldo tidak bersikap kasar sekali saja, apakah dia akan kram?
"What why? Kau harusnya tahu di mana letak kesalahan mu, bagaimana jika tiba-tiba ada wartawan yang memotret mu bersama Harka saat itu? Kau mau menjatuhkan ku?" Ucapnya, apa dia menanyakan sesuatu yang tidak penting sekarang?
Falerin tidak mengharapkan pertanyaan itu, sebagai seorang wanita sekaligus seorang istri untuk perannya sekarang. Dia hanya menunggu pertanyaan, kenapa kamu dekat dengannya? Hanya itu saja. Tapi untuk menaruh harapan kepada Faldo sepertinya ia terlalu membuat banyak angan-angan yang menjatuhkan diri sendiri.
"Jangan asal bicara, aku mempromosikan Harka ke produser film untuk membuatnya berkarir lebih jauh. Tapi apakah kau juga berkaca soal itu? Apa kau tidak malu bergandengan tangan dengan adik ipar mu begitu mesra di depan orang-orang? At least joke around before you judge someone, sir."
Dengan penuh tenaga, Falerin menepis tangan Faldo yang menahan pergelangan tangannya dengan kesar. Sikap pria itu terkadang membuatnya tidak bisa percaya dengan siapa pun, sampai di mana dia pergi ke kamar dan mengunci dari dalam.
Sedangkan Faldo yang masih di luar seketika terdiam kesal, pria itu terkadang terlalu banyak berbicara dan menuduh sembarangan. Dia selalu memikirkan karirnya sendiri, tidak memikirkan orang lain, atau bahkan sekedar perasaan manusia yang lain. Dia sama sekali tidak memikirkan hal itu, Faldo menggeram menahan amarahnya dan meninju dinding dengan keras.
Kenapa Falerin sangat sulit ia kuasai? Apakah dia memang terlalu keras kepala? Bahkan di saat semua wanita tunduk kepadanya, tidak dengan Falerin yang selalu ingin berada tidak mau kalah di atasnya.
Sedangkan di dalam kamar, perempuan itu menahan diri agar tidak emosi. Hanya saja, emosinya kalah dengan sakit hatinya. Sikap Faldo selalu sukses membuat perempuan itu menangis kesakitan. Sikap kasarnya seolah hanya kepada Falerin, padahal posisinya Falerin adalah istri sah pria itu sendiri. Tapi kenapa tidak ada satu pun sikap lembut yang seharusnya dia lakukan?
Ini terlalu kejam, walaupun di depan pria itu Falerin seolah berdiri di kaki sendiri. Tetapi, ia sebagai seorang istri juga mau di perhatikan. Tapi kenapa? Kenapa harus ada wanita lain di antara mereka yang bahkan lebih melangkah maju? Kenapa?
"Apakah aku saja masih kurang di matanya? Apakah aku kurang?" Tangisan memilukan, yang tidak akan pernah Faldo dengar. Di sana seorang istri menangis dengan begitu banyak kepedihan, kenapa harus ada kata berbagi di dunia ini?
...♡♡♡...
Harka meminum alkoholnya dengan tenang, diam-diam dia memikirkan seseorang yang seharusnya tidak ia pikirkan. Dia hanyalah seorang pria yang kesepian, mencintai seseorang dengan jangka waktu lama, tapi sepertinya sia-sia dan terkesan membuang banyak waktunya saja.
Tidak, Harka tidak membuang banyak waktu. Dia sudah berhasil berada di posisi seperti ini karena perjuangannya. Ia berusaha mengimbangi perempuan yang ia cintai, kenyataannya yang terlalu tinggi. Orang biasa seperti dirinya hanya mampu berjuang sampai setinggi mungkin, dengan berbagai keringat dan darah yang menetes. Tidak pernah ia perdulikan, setelah fakta yang ia ketahui. Yang membuat Harka semakin ingin memiliki perempuan itu.
"Bang? Lo jangan kebanyakan minum, kalau lo pulang bisa kena paparazi wartawan berkeliaran-"
"Gw gak perduli." Ucapnya dengan acuh tak acuh, pikirannya tengah buyar. Ia terus memikirkan perempuan itu di saat ia tengah berada di titik perjuangannya saat ini, tapi sepertinya ia tidak akan bisa melepaskan sosok yang terus berputar di dalam kepalanya.
"Bang, udah... Ayo gw anter pulang ke apartemen lo, besok lo ada janji sama orang kan? Ayo gw anter pulang-"
"Apa gw kelewatan? Dia pasti sedih karena omongan gw tadi, gw juga gak tau kenapa bisa gw ngomong kayak gitu. Gw kesel banget sama cowok gak bertanggung jawab itu, gw gak suka sama dia. Dia gak tau gimana susahnya gw perjuangin dia, dia gak bajak tau... " Harka ambruk di sana, kesadarannya hilang separuh. Pandangannya sudah tidak lagi jelas, kepalanya terasa sangat berat.
Tapi rasa berat di dadanya jauh lebih mendominasi. Apa lagi ketika saat ia kembali mengingat sesuatu, di mana ia mengingat ekspresi perempuan itu. Ekspresi sakit hati, penuh harap dan penuh dengan cinta yang bahkan tidak pernah ia dapatkan. Tidak, mungkin iya jika Harka cemburu.
Karena keadaan pria itu semakin memburuk, Galen membantu Harka berdiri dan menuntunnya ke kamar tamu. Tidak mungkin ia mengantar Harka dalam keadaan seperti ini, Bila-bila ada skandal besar nantinya. Apa lagi sekarang karir Harka tengah dalam masa naik daun, tentu saja akan ada banyak berita yang meliputnya.
Berpikir jernih, Galen akan memilih keputusan lain demi kebaikan kakaknya itu. Dia berusaha agar karir Harka tidak roboh dalam sekejap, karena ia tahu perjuangan Harka sampai ada di titik sekarang bukanlah hal yang mudah di capai. Mereka orang biasa, orang biasa berada di titik tinggi seperti ini perjuangan yang terlalu berat. Jadi tidak bisa mengambil keputusan secara sembarangan.
Galen membaringkan Harka di atas ranjang, ia susah payah membaringkan Harka. Karena badannya jelas kalah dengan Harka yang jauh lebih besar, Galen saja masih berusia 18 tahun dengan badan besar pria berusia 25 tahun itu. Jelas terlihat kalah, walaupun tinggi badan yang tidak jauh berbeda.
"Kapan gw bisa buat dia senyum sama usaha gw? Apa gw harus terus liat dia nangisin cowok brengsek itu terus?"
"Kak, udah jangan di pikirin. Lo tidur aja, lo butuh istirahat banyak... " Jujur saja, Galen terkadang merasa iba dengan Harka.
Kisah cinta kakaknya itu ternyata terlalu pedih untuk sekedar di buat cerita, apakah masih ada pria yang terlalu banyak berjuang seperti Harka? Menurunkan pikiran zaman batu orang-orang, beranggapan jika orang biasa tidak akan bisa mengimbangi keluarga konglomerat? Harka mungkin akan mematahkan semua kata-kata itu. Karena manusia itu hanya perlu banyak proses untuk hidup seperti apa yang di inginkan.
Galen beranjak dari sana, meninggalkan kakaknya itu untuk beristirahat. Walaupun terkadang Harka akan bersikap aneh sekaligus konyol di depan semua orang. Topengnya terlalu tebal untuk sekedar menyembunyikan kesedihan yang dia buat, apakah akan ada kebahagiaan untuk kakaknya itu? Terkadang ia tidak bisa melihat Harka seperti ini terus. Tapi, kehidupan memang begini bukan? Jika bukan bahagia, sedih, marah, dan menyedihkan.