Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 3
Julian menarik napas panjang seraya menatap lekat pintu kamar yang masih tertutup. Dia tengah dilanda dilema antara mendobrak pintu tersebut atau membiarkan tamu tak diundang itu tetap berada di dalamnya.
"Apa yang harus ku lakukan?"
Begitu menerima laporan, Julian bergegas menyelidiki latar belakang wanita yang memaksa masuk ke kamar bosnya. Dan begitu mengetahui identitas wanita tersebut, dia merasa sedikit lega karena bukan musuh yang menyelinap. Hanya seseorang yang salah memasuki kamar. Mungkin.
"Tuan Julian, Tuan Derren sangat menjaga tubuhnya dari sentuhan wanita selain Nona Zara. Jika kita tidak segera menyeret wanita itu keluar dari sana, bukankah itu sama saja dengan membangunkan singa yang sedang tidur?" tanya salah satu pengawal merasa resah. Dia dan rekan kerjanya yang lain terancam menjadi pengangguran jika bos mereka sampai mengamuk.
"Nona Zara ya?" Julian tiba-tiba menyeringai tipis. Satu ide cemerlang melintas di kepalanya. Setelah itu Julian berbalik menatap satu-persatu kepada para pengawal. "Tuan Derren dan wanita itu akan tetap berada di dalam kamar. Tak etis jika kita mengganggu kesenangan mereka sekarang."
"Tapi .... "
"Tidak ada tapi-tapian. Ini perintah!"
"Em baiklah."
"Aku yang akan menjamin keselamatan kalian besok saat Tuan Derren murka. Sekarang kita berbagi tugas untuk menjaga kenyamanan Tuan Derren. Pastikan tidak ada siapa pun yang mengganggu mereka malam ini."
Drtt drtt
Begitu Julian selesai memberikan perintah, ponsel milik bosnya bergetar. Satu alisnya tampak naik ke atas saat membaca id dari si pengirim pesan. "Ck, tak tahu malu. Setelah menjajakan tubuhnya pada pria lain, masih berani dia memanggil Tuan Derren dengan sebutan sayang. Ternyata memang benar kalau j*lang itu nyata keberadaannya."
Sementara itu di dalam kamar, dua insan yang sama-sama berada di bawah pengaruh alkohol terlihat sibuk bergumul sambil menyentuh di sana sini. Separuh tubuh mereka sudah tidak tertutup kain, hanya dililit selimut yang bentuknya sudah tidak karu-karuan.
"Uhh kau berat sekali. Aku sulit bernapas,"
"Bukankah ini yang kau sukai dari Keenan?"
"Keenan? Apa itu semacam nama kue? Ouhh, pelan-pelan. R*masanmu terlalu kuat, bodoh! Kau menyakitiku!"
"Jangan berlagak seolah kau baru pertama kali diperlakukan seperti ini. Kau ... j*lang. Dan sialnya aku mencintaimu."
Samar-samar Ailen seperti mendengar seseorang menyebutnya sebagai j*lang. Pandangan yang mengabur serta tubuh yang seringan kapas, membuatnya seperti tak memiliki kekuatan untuk sekadar mendorong seseorang yang tengah menindihnya. Belum lagi dengan rasa panas yang begitu membakar badan, membuat Ailen tak kuasa menolak setiap sentuhan yang dilakukan oleh orang ini. Meski terkadang kasar dan menyakitkan.
"T-tubuhku sangat panas dan rasanya sangat aneh. Tolong aku," keluh Ailen sembari meraba perut pria di atasnya. Walau pun sedang mabuk, otaknya bisa mencerna seberapa banyak deretan roti sobek yang ada di sana. Ailen tersenyum, mesum. "Kau sangat sempurna. Pasti rasanya akan sangat memuaskan jika kita menghabiskan malam bersama sekarang."
"Malam bersama?" Derren menghentikan gerakan bibirnya yang tengah asik berkelana di bagian dada. Penglihatannya agak buram. "Zara, selama ini aku sangat berusaha keras menjaga hawa napsuku agar tidak menyentuhmu. Tetapi malam ini ... apa yang baru saja kau katakan? Kau ingin menghabiskan malam denganku?"
"Ya. Apa kau keberatan?"
"Tentu saja tidak. Kau sendiri yang datang menawarkan diri, jadi jangan menyesal dan menuduhku telah melecehkanmu. Ingat, sebelum datang kemari kau telah lebih dulu bercinta dengan Keenan. Mengerti?"
"Y-ya aku mengerti."
Terbakar gelora napsu dan juga kekecewaan, Derren tak lagi mengulur waktu. Dengan sedikit sempoyongan dia beranjak dari atas tubuh Ailen kemudian melepas semua pakaian yang masih tersisa. Melihat hal itu pun Ailen tidak tinggal diam. Segera dia men*lanjangi diri dan membuang semua pakaian di lantai. Posisi perut Derren yang berada tepat di depan wajahnya membuat Ailen bergerak cepat dengan mengusap deretan roti sobek tersebut.
Glukk
"Kau sangat perkasa. Bisakah kita segera memulai?" Ailen kembali menelan ludah. "Aku tak sabar,"
Bak terbangun dari mimpi buruk, kedua mata Derren langsung membulat lebar begitu tersadar kalau wanita yang dia kira Zara ternyata adalah orang lain. Tubuhnya membeku di tempat. Apalagi sekarang wanita ini tidak mengenakan apa-apa lagi. Gundukan dua bukit kembar yang terlihat kenyal dan lembut, juga dengan bibirnya yang sedikit terbuka serta wajah yang memerah, seakan mengundangnya untuk segera memberi sentuhan.
(A-apaan ini? Siapa dia dan kenapa tidak memakai baju? Apa yang terjadi? Dan ... di mana Julian? Mungkinkah wanita ini adalah seseorang yang dia bayar untuk menemaniku? Sialan! Aku tak tahan!)
"Hei, kenapa diam? Tidakkah kau ingin menyentuhku?" tanya Ailen tak sabaran. Enggan menunggu, dia menarik satu tangan pria ini kemudian dia letakkan di bagian dada. Tatapan Ailen begitu sayu, sangat amat mendamba sentuhan yang akan pertama kali dia rasakan. "Aku menunggumu. Mari lakukan."
"Kau siapa?"
"Aku?"
"Aku tidak mengenalmu."
"Bercinta tidak harus saling mengenal lebih dulu, Tuan. Selama kita sama-sama menginginkan, kenapa tidak?"
Derren terpaku diam. Pandangannya kemudian beralih ke dada wanita ini. Benarkah dia akan menolak sesuatu yang sangat menggiurkan?
"Uhhh panas. Tolong aku, Tuan. Panas," Ailen tiba-tiba memekik. Walaupun suhu ruangan sudah cukup dingin, itu tak membuat keringatnya berhenti mengalir. Setelah itu Ailen merebahkan tubuhnya ke ranjang kemudian menggeliat menahan sakit. Dia mengerang sambil menyentuh di sana sini. "Tolong aku. Please,"
(Wanita ini ... mungkinkah seseorang telah memberinya obat? Brengsek! Dia bisa mati kalau keinginannya tidak tersalurkan. Arggghhhh!)
"Siapa namamu?" tanya Derren melunak. Dia kemudian berbaring di samping wanita yang terus merintih kesakitan. Tak tega, tapi akal sehatnya masih bisa bekerja dengan baik. Derren tak mau dianggap sedang memanfaatkan kesempatan. "Dengan siapa kau datang ke club ini?"
"Tuan, ku mohon tolonglah aku. Rasanya tubuhku seperti dipanggang di dalam oven. Sangat panas. Tolong aku," sahut Ailen setengah menghiba. Dia benar-benar sangat kesakitan sekarang.
"Jawab dulu pertanyaanku. Siapa namamu dan dengan siapa kau datang kemari."
"Aku Ailen. Aku datang bersama teman-temanku."
"Di mana mereka sekarang?"
"Di langit."
Hampir saja tawa Derren menyembur keluar saat mendengar jawaban dari wanita yang ternyata bernama Ailen. Berusaha mempertahankan kesadaran, dia menelisik dalam wajah wanita ini. Cantik, juga lucu.
"Ailen, kau tahu tidak apa yang akan terjadi jika aku menyentuhmu?"
Ailen tak menjawab. Dia sibuk menggeliat sambil memohon agar segera disentuh.
"Kita orang asing dan sedang sama-sama terpengaruh alkohol. Kau yakin memintaku untuk menidurimu?" Kembali Derren memastikan.
"Apapun itu tolong segera lakukan, Tuan. Aku benar-benar sudah tidak kuat lagi. Rasa ini sangat menyiksa. Please," jawab Ailen dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Pria ini terlalu mengulur waktu. Padahal dia sudah sangat kesakitan.
"Baiklah kalau memang itu maumu. Jangan salahkan aku jika besok kau terbangun dalam pelukan pria asing ini."
Dan pergumulan itu pun akhirnya terjadi. Derren yang sedang patah hati, seperti menemukan obat ketika mendengar suara d*sahan Ailen yang begitu indah. Pun dengan Ailen juga. Rasa sakit yang membakar tubuhnya seperti mendapatkan obat penawar begitu menerima sentuhan diberbagai tempat sensitif. Malam itu mereka menghabiskan waktu dengan penuh gelora. Tak terhitung berapa kali Ailen mendapat pelepasan. Yang jelas, mereka baru tertidur setelah tenaga di di tubuh masing-masing telah terkuras habis.
***