MAS MONTIR KU SAYANG, TERNYATA ORANG KAYA!! Mungkin begitu judul clickbait yang cocok untuk novel ini😉
Seharusnya pernikahan dilangsungkan bersama pria matang yang sedari kecil digadang-gadang menjadi jodoh Khadijah.
Namun, takdir berkenan lain hingga masa lajang Khadijah harus berakhir dengan pemuda asing yang menabraknya hingga lumpuh.
Kedatangan Athalla di Kalimantan Barat untuk memenuhi panggilan balap liar, justru disambut dengan jodoh tidak terduga-duga.
Pasalnya, kecelakaan malam itu membuat calon suami Khadijah lebih memilih menikahi adik kandungnya; Nayya.
Khadijah dibuat remuk oleh pengkhianatan calon suami dan adiknya. Lantas, di waktu yang sama, Athalla menawarkan pernikahan sebagai bentuk tanggung jawabnya.
Romantis/Komedi/Sangar mendekati keseharian. Thanks buat yg sudah mampir ya💋❤️🫂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ISTALLA DUA TIGA
"Terima kasih, Suster."
Khadijah mengunci pintu kembali. Setelah barusan Suster Nelly dan Suster Linda mendorongnya masuk ke dalam kamar.
Selama ini, Khadijah selalu mandi dengan bantuan dua suster. Di awal memang risih meminta minta bantuan orang lain, tapi, setelah satu bulan berjalan, Khadijah mulai terbiasa bahkan mereka sudah seperti teman.
Lagi pula, Suster hanya dipanggil saat Khadijah mengalami kesulitan saja. Sebab ada hal yang sedikit sulit dilakukan kakinya tapi banyak juga yang memang bisa sendiri.
Athalla masih tidur menelungkup. Di pagi hari begini, mata yang baru saja terbuka disambut tubuh molek Khadijah.
Gadis itu mulai mengeringkan rambut hitam panjangnya dengan handuk kecil. Duduk di kursi roda dengan belitan handuk di setengah badannya.
Mata kantuk Athalla mendadak segar rasanya. Belahan dari dua bulat itu, paha dan betis mulus itu, Athalla termanjakan olehnya.
"Ehm--" Khadijah langsung menatap bangkitnya sang suami. Rambut basah yang dia keringkan setengah menutupi wajah.
Athalla mendatangi kursi rodanya. Lantas, menyingkap surai yang basah, sebelum mengambil alih sisir demi membantunya.
"Biar aku yang sisir."
Athalla putar kursi roda Khadijah, mulai menyisir pelan-pelan. Mata yang nakal, mencuri pandang area pundak mulus hingga dada sintal yang membulat milik Khadijah.
Khadijah merasa, perilaku ini seperti perilaku Hariman sang ayah. Sikap Athalla mengingat kan dirinya kepada kehangatan Hariman.
"Rontok." Khadijah mendengus pelan menerima helai demi helai rambut panjang yang Athalla ulurkan. "Setiap datang bulan pasti rontok begini," lirihnya.
"Nanti kita atasi ke dokter."
Khadijah sedikit menyesal dengan gerutunya barusan, dia lupa kalau dia menikahi laki-laki yang sedikit-sedikit datang ke Dokter.
"Biasanya berapa hari datang bulan?"
Khadijah menahan tawa untuk pertanyaan malas Athalla. "Lima hari selesai."
Semalam, Athalla baru saja akan memberikan sentuhan tipis-tipis, dan Khadijah bilang dengan tawa ringan, ia tengah halangan.
"Tumben, aku bangun sebelum kamu pake baju. Pasti aku kepagian."
Khadijah tertawa, bukan Athalla yang kepagian justru Khadijah yang kesiangan karena ulah nakal Athalla semalam. Athalla sempat merengek meminta bantuan agar supaya tidak khilaf menodai kesucian matras.
Khadijah sempat terkejut takut, dan drama tidak tega membuat Athalla berakhir bersolo karir. Khadijah hanya tertawa-tawa setelah itu, hingga tidur kembali dan harus terbangun kesiangan.
"Jangan dibuang rambutnya."
Khadijah meraih sisir yang Athalla pegang, Khadijah memang memiliki kebiasaan menyimpan rambut yang rontok saat haid.
"Buat apa memangnya? Mau kamu jual?"
Khadijah tertawa. "Ini kebiasaan dari kecil, jadi memang begitu kebiasaan, Dijah, menyimpan rambut dan potongan kuku di dalam toples saat haid."
"Memang ada syariatnya? Atau, aku yang kudet soal ini?"
Khadijah kembali tertawa. "Memang tidak ada. Nggak ada satu syariat-pun baik dalam al-Quran maupun hadits yang menganjurkan perempuan mengumpulkan potongan kuku sama rambut yang rontok selama haid. Ini murni kebiasaan dari kecil, sejenis petuah yang sudah mendarah daging."
"Oh." Athalla rasa, sebagai gadis yang hidup di daerah, Khadijah terlalu banyak petuah.
"Kamu pernah pesantren?"
Akhir-akhir ini, Athalla cukup penasaran dengan asal usul istrinya. Athalla baru tahu juga, kalau ternyata, Khadijah istrinya baru berusia 20 tahun, dan hanya selisih satu tahun dari usia Nayya adik iparnya.
Khadijah menghela lemas. "Sempat, tapi hanya beberapa tahun di pesantren kota, setelah itu, Nayya harus kuliah ke Jawa."
"Kamu nggak kuliah?"
Khadijah menggeleng pelan. "Rasanya nggak mungkin. Lagian sudah menikah kan? Jadi, buat apa lagi?"
"No, no, no!!" Athalla menggeleng, ia tidak setuju dengan pendapat sudah menikah dan tidak harus kuliah. "Gimana kalau kita kuliah sama-sama, mau?" tawarnya serius.
Khadijah terdiam cukup lama. Tundukan wajahnya tanda bahwa dia dilema. Antara ingin tapi tidak ingin merepotkan siapa-siapa lagi dengan kondisi kakinya yang patah.
Athalla berjongkok, serta merangkum kursi roda istrinya. "Setidaknya jadikan ini alasan untuk kamu bertahan menikah dengan ku. Mumpung aku kaya dan bisa membiayai mu. Pura-pura saja cinta mati padaku, Dijah."
Khadijah mendadak tertawa. Tapi, tatapan mata Athalla seolah sangat-sangat serius dengan ajakannya.
"Aku serius mau mendaftarkan kamu ke kampus ku. Kita belajar sama-sama. Sebentar lagi aku lanjut S2. Dan kamu S1, kamu mau?"
Khadijah mengangguk. Entahlah, haru yang kemudian menyeruak di dada Khadijah membuat gadis itu tak bisa berkata-kata.
Terkadang, Khadijah merasa, ia tidak pantas mendapatkan Athalla, tapi di lain sisi Khadijah juga sering merasa, Athalla jawaban dari sujud panjang yang dia lakukan selama ini.
Sempat Khadijah berharap, tolong, jangan ambil manusia manis ini. Bukan perkara kaya rayanya saja, tapi tindakan-tindakan tulusnya.
"Terima kasih untuk semuanya." Khadijah peluk lembut, Athalla. Sementara pria muda itu justru menghela napas panjang.
"Kamu tahu nggak apa yang lebih berat dari pada rindunya Dylan ke pacarnya?"
"Apa?"
"Saat, dadamu menyentuh dadaku. Dan, kamu bilang, kamu datang bulan." Khadijah memukul punggung Athalla yang tertawa.
..."**"--__--"**"...
Tadinya Athalla sempat berpikir, Alessia hanya bergurau atau sekedar mencari simpati agar tidak diputuskan. Bahkan, Athalla sempat meminta bertemu lagi saat Alessia menarik informasi kehamilannya.
Alessia memberikan pesan, bilang bahwa dia hanya kalut saat mengatakan dia hamil, semua itu Alessia katakan demi membuat Om Gantara tidak memutuskan pertunangan mereka, dan yah ... Athalla sempat percaya informasi baru itu.
Namun, setelah dia selidiki lebih lanjut, dia menemukan rekam medis yang kongkrit, di mana Alessia memang pernah memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit Jakarta Barat.
Bukankah kasus ini menjadi blunder? Jadi, sesuai titah Pak montir, Athalla bertekad mengungkap teka teki kehamilan Alessia agar tidak ada masalah di masa depan.
Bel Athalla tekan beberapa kali. Pintu tinggi coklat kayu baru saja terbuka bersamaan dengan munculnya Alessia. "Athalla--"
Gadis itu tampak sumringah menjumpai tunangannya tiba. Gadis cantik ber-pashmina dan bergamis seperti kesehariannya.
"Akhirnya kamu datang ke sini lagi."
"Hmm." Athalla tersenyum. "Lama juga aku nggak ke sini. Dan ternyata, suasananya sudah berbeda," ujarnya.
"Iya, semuanya memang berbeda sejak Papa nikah lagi sama Mama." Alessia bergelayut di lengan, Athalla. Pria itu masih menyisir segala sudut ruangan.
Rumah yang klasik, banyak perabotan klasik, juga lampu-lampu kristal klasik. Benar-benar suasana yang berbeda dari rumah yang dulu.
"Tha ... jadi, kamu masih mau lanjut hubungan sama aku kan?"
"Hmm." Athalla mengangguk, seraya ia melepaskan rangkulan Alessia pelan-pelan.
Tampaknya, Alessia bahagia. "Aku yakin, alasan kamu nikah sama Khadijah cuma karena tanggung jawab. Aku yakin, cinta kamu masih hanya untuk aku."
Athalla menyengir. Dalam hatinya, ia merasa bersalah pada istrinya. Seharusnya, ia tidak lagi menemui mantan tunangannya dengan alasan apa pun.
"Mau minum apa?"
"Apa saja yang ada." Athalla mengikuti langkah kaki Alessia. Di depan sana Alessia berlari ke arah dapur, sementara Athalla berakhir duduk di kursi meja makan panjang.
"Om Ragil ke mana?"
Seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Alessia masih sudi tersenyum menyikapi kembalinya Athalla. "Dia masih di kantor."
Bersamaan dengan jawaban itu, mata Athalla menangkap pria tinggi bidang. Pemuda tampan yang cukup familiar di matanya. Pemuda itu berdiri di balik dinding kaca transparan. Tepatnya di lantai dua rumah klasik ini.
"Dio?" Ngomong-ngomong, untuk apa musuh besarnya berdiri di atas sana? Dan, apa hubungan Dio dengan Alessia?
"Aley." Masih menatap Dio di lantai atas, Athalla mendekati Alessia, gadis itu masih fokus dengan jus kiwi yang tengah dibuat.
"Iya?"
"Siapa cowok yang di sana?"
"Hh--" Alessia sedikit membuka mata yang seolah terkejut, ia bahkan menelan saliva setelah mengikuti arah pandangan Athalla.
Jujur, gelagat aneh Alessia membuat Athalla mencurigai-nya. Lihat, tangan di gelas tampak gemetar setelah dicecar. "Siapa, Ley?"
"A-abang ... Dia anak Mama Milia."
Alessia lantas menuang jus kiwi kesukaan Athalla ke dalam gelas tinggi. Walau sedikit tumpah karena getaran tangannya.
kangen aku tuhhh😭
😂
aq padamu kak Pasha💓😄