Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Barisan DVD
Sutradara berdiri di tengah lokasi syuting dengan megafon di tangan, menghadap para aktor yang telah berkumpul.
‘’Baik, kita mulai dengan pertempuran besar antara Dewi Iblis Agung dan Tujuh Dewa. Pertempuran yang mengakhiri segalanya, mengorbankan nyawa mereka. Tapi takdir tidak berhenti di sana. Mereka dilahirkan kembali di bumi sebagai manusia biasa, tanpa ingatan tentang siapa mereka di masa lalu.’’
Ia memandang Peat dan ketujuh aktor satu per satu. ‘’Kalian harus menggambarkan perjuangan ini seolah-olah itu adalah segalanya. Nyawa kalian, dunia kalian, semuanya dipertaruhkan. Tunjukkan emosi yang mentah, kemarahan, keputusasaan, dan keagungan pertarungan terakhir.’’
Peat mengangguk kecil, wajahnya berubah menjadi dingin dan anggun, menggambarkan karakter Dewi Iblis Agung yang siap menghancurkan dunia. Ketujuh aktor, yang masing-masing memerankan Dewa dengan kepribadian unik, berdiri di formasi mereka, menyiapkan diri untuk pertarungan epik.
‘’Semua kru, bersiap di posisi masing-masing! Efek visual, ingat untuk memaksimalkan semburan energi dan kehancuran di sekitar. Kamera, fokus pada ekspresi dan gerakan. Jangan sampai kehilangan detail!’’
Setelah memastikan semua siap, sutradara berteriak, ‘’Ready and action!’’
......................
Fort duduk di sofa, menggoyangkan kakinya dengan gelisah. Rumah itu terlalu besar, terlalu sepi, dan terlalu membosankan.
‘’Bagaimana orang bisa tinggal di tempat sebesar ini tanpa merasa seperti tersesat?’’ bingungnya sambil bangkit dari sofa.
Ia mulai menyusuri rumah, berharap menemukan sesuatu yang menarik. Langkah-langkahnya membawanya ke ruang kerja Peat, tempat lemari kaca besar memamerkan koleksi penghargaan aktris itu.
Fort berdiri di depan lemari, mengamati deretan piala emas, medali perak, dan plakat kristal yang bersinar di bawah lampu. Di salah satu penghargaan tertulis: Aktris Terbaik - Dewi Drama Tahun Ini.
‘’Dewi Drama, ya? Kurasa julukan itu tidak berlebihan.’’
Matanya kemudian tertarik pada rak di samping lemari penghargaan. Ada barisan DVD dengan sampul film-film Peat. Ia memiringkan kepala, membaca judul-judulnya.
‘’Cinta di Balik Bayangan, Dewi Langit yang Jatuh, Takdir dalam Kabut Merah.’’
Sebagian besar film itu adalah drama romantis dengan sentuhan fantasi.
Fort mengambil salah satu DVD yang terlihat cukup baru, lalu membolak-balikkan kotaknya. Pada sampulnya, Peat terlihat mengenakan gaun putih panjang dengan latar belakang bulan purnama yang magis.
......................
Ruang Keluarga
Ia menyalakan pemutar DVD dan memasukkan salah satu lempengan disk itu. Seketika layar televisi menampilkan intro film yang penuh cahaya bintang dan musik orkestra melankolis.
Fort merebahkan diri di sofa dan mulai menonton. Film itu menampilkan Peat sebagai seorang putri yang jatuh cinta dengan seorang penyihir dari dunia gelap. Akting Peat begitu memukau, ekspresi wajahnya, gerakan tubuhnya, semuanya sempurna.
Ketika adegan romantis muncul, Fort tidak bisa menahan ekspresinya, apalagi saat penyihir menyatakan perasaan cintanya. ‘’Dari mana dia belajar tentang kata-kata manis itu? Heh.’’
Ia lanjut menonton hingga sampai pada adegan klimaks, di mana karakter Peat mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan dunia. Akting emosionalnya membuat Fort tanpa sadar terdiam.
‘’Dia memang hebat.’’
Ketika film berakhir, Fort mematikan televisi dan bersandar di sofa. Ia memandang ke arah jendela besar, di mana matahari mulai turun ke ufuk.
‘’Peat... Dewi Drama, ya? Tapi di rumah, dia tetap saja wanita keras kepala yang suka mengomeliku,’’ katanya dengan senyum kecil.
Pikirannya melayang ke Peat yang sedang syuting, membayangkan bagaimana ia terlihat dalam kostum besar dan beradu akting dengan aktor-aktor lain.
Fort menghela napas panjang, mengacak-acak rambutnya. ‘’Kenapa aku harus peduli? Tapi, apa yang dia lakukan sekarang?’’