Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 30 Ngidam Pertama
Naya tidak diperbolehkan untuk bekerja oleh Naufal hingga waktu belum ditentukan. Dia hanya berdiam diri di rumah hanya di temani Bibi di dapur dan tv yang selalu menemani kebosanannya.
Berkali-kali Naya menekan tombol remote, acara yang lewat tidak Naya sukai, dia hanya bolak balik dengan acara tv itu saja. Dua gelas susu sudah diminum dengan kue kering yang menandinginya.
“Bosen banget sih, acaranya itu-itu nggak ada acara yang lain apa,” gerutu Naya.
Di tengah kebosanan itu, seseorang mengetuk pintu rumah mewah itu. Saat Naya ingin beranjak membuka pintu, sudah didahului Bibi yang membuka.
“Biar aku aja, Bi,” sahut Naya.
“Kata Aden Naufal, Non Naya nggak boleh capek-capek,” ujar Bibi.
Naya berdecak kesal, suaminya begitu posesif padahal usia kandungan bayinya masih kecil Naya juga bisa melakukan aktivitas lainnya.
“Naya!” teriakan seseorang sukses membuat wajah Naya yang tadinya cemberut menjadi sumringah.
Dengan wajah bahagia Naya berlari menghampiri Airin, sudah siap menerima pelukan.
“Airin, kangen banget tau.”
Naya menggandeng tangan Airin untuk duduk di ruang tamu, dia juga meminta Bibi untuk membuatkan minum dan kecil untuk menemani mereka, mereka akan mengobrol banyak.
“Selamat ya Naya, bentar lagi lo akan jadi Ibu,” ucap Airin.
“Aish, lo tau dari mana kalau gue hamil?” tanya Naya.
“Taulah, tadi gue ke Butik lo, terus kata karyawan lo Bos nya lagi cuti karena hamil,” terang Airin.
Naya memasang muka cute, berkali-kali dia memeluk Airin mungkin karena sudah lama tak jumpa.
“Tapi gue bosen dirumah terus Rin, gue nggak dibolehin ngelakuin apapun sama Naufal, dia suruh gue buat istirahat,” ungkap Naya menceritakan keluh kesahnya.
“Wajar Nay, Naufal khawatir sama lo, dia sayang banget lo sama, patutnya lo tuh bersyukur punya suami kaya Naufal. Nggak kaya suami gue.” Airin menundukkan pandangannya.
Ada banyak kesedihan, Naya bisa melihat itu dari matanya. Walaupun Airin tidak menceritakan langsung, tetapi mata tidak pernah berbohong.
“Emang kenapa sama suami lo?” tanya Naya, ia ingin lebih dalam tau tentang kehidupan Airin.
“Dia sibuk terus, dia nggak pernah ada waktu buat gue,” ungkap Airin, dia berusaha menahan air matanya.
“Jangan di tahan, keluarin aja!” Naya mengerti, Naya mengambil tisu dia sudah siap menampung kesedihan Airin saat ingin bercerita.
Walaupun Airin hanya bisa menjelaskan dengan air mata, tetapi Naya bisa merasakan kesedihan dan sakit yang dialami sahabatnya itu. Mungkin berat bagi Airin untuk menceritakan ini semua, biar menjadi privasi baginya dan keluarga.
🥀
Setelah selesai menangani para pasien, Naufal membagikan kue-kue kering kepada para dokter dan para pekerja di rumah sakit itu, sebagai rasa syukur karena dia akan menjadi seorang ayah.
“Selamat ya Dokter, semoga dede bayinya sehat-sehat.”
Tidak sedikit orang yang mengucapkan selamat, bukan hanya kalangan dokter, suster ataupun pekerja disana orang-orang pun banyak yang mengucapkan selamat.
Tetapi dari kebahagiaan Naufal itu, mereka tidak menyadari ada hati yang begitu terluka dengan berita gembira ini. Pandangan matanya terus berpusat pada Naufal tersenyum bahagia menerima uluran tangan para dokter yang memberi selamat padanya. Bukannya Diva tidak menerima kue kue itu, tetapi dia hanya sedikit berjarak pada mereka hati sudah melewati batas kepedihan.
“Fal, andai yang hamil itu aku pasti kita akan bahagia, kan. Andai kalau perempuan itu nggak masuk dalam kehidupan kamu, mungkin aku udah sama kamu, Fal.” Diva tersenyum dengan air mata yang menjadi penghiasnya, entah apa yang dipikirkan wanita itu. Dia tidak memperdulikan orang-orang yang lewat di hadapannya, Diva terus berbicara sendiri di tengah-tengah lorong rumah sakit yang cukup ramai.
*
Tiba-tiba hujan deras mengguyur kota Jakarta, para pekerja kaki lima, dan para pejalan kaki berlarian mencari tempat teduhan. Hujan semakin deras, membuat Vero dan Kayra terpaksa berhenti di halte Bus, kedua terjebak dalam derasnya hujan yang entah kapan berhentinya. Naya mengepalkan kedua tangannya, mencari kehangatan. Vero menyelimuti tubuh Kayra dengan jaketnya agar Kayra merasa lebih hangat. Mata mereka saling bertemu kali ini jarak mereka semakin dekat, cukup lama mereka jadi tatap-tatapan.
Deg
Deg
Deg
Tatapan itu masih sama, terapan sejak pertama kali mereka saling mencintai, memulai awal kisah yang indah. Namun, tatapan itu hanya bisa dirasakan oleh keduanya tanpa menuangkannya bersamaan-sama, sedari teman mungkin sudah cukup bagi mereka.
“Kalau masih dingin, bilang ya,” ucap Vero dengan lembut.
“Terus lo gimana?” tanya Kayra, dia tau Vero juga kedinginan.
“Gue cowok, gue kuat kok.” Vero berusaha menyakinkan.
“Oke deh.”
“Dulu gue takut banget sama yang namanya hujan,” celetuk Vero.
“Kenapa?” tanya Kayra.
“Karena setiap hujan selalu ada petir, gue takut banget. Setiap itu lah gue selalu cari nyokap buat berlindung di pelukan dia,” ungkap Vero, memori itu kembali teringat.
“Seharusnya lo jangan benci dong, karena setiap hujan pasti lo akan dipeluk nyokap lo terus,” timpal Kayra.
“Malahan gue dulu kalau hujan, pengennya hujan-hujanan terus sampai di marahin mama, terus ujung-ujungnya di jewer telinganya,” ungkap Kayra.
Keduanya terkekeh, bercerita tentang masa kecil memang tidak ada habisnya. Walaupun kisah itu tidak pernah akan bisa terulang kembali. Keduanya kembali menatap hujan. Hujan akan menjadi tempat favorit mereka, karena hujan mereka bisa merasakan kehangatan cinta tanpa mengatakan cinta. Kali ini Kayra tidak akan berdoa agar hujan redah, dia akan menjadi hujan sebagai saksi bahwa mereka pernah terjebak berdua di halte Bus.
🌻
Di malam yang begitu sejuk karena hujan tadi sore, menyisakan gelangan-gelangan air di halaman komplek perumahan. Naya tengah sibuk dengan buku novelnya di sofa dengan posisi kepala bersandar di bahu Naufal yang ikut mendengar Naya membaca.
“Jadi Kinara bertemu dengan Kevin di tempat mereka pertama bertemu yaitu di ruang kepala sekolah.”
“Tapi Nay, kita pertama ketemu kan di gerbang sekolah,” celetuk Naufal.
“Aduh Fal, ini kan cerita novel bukan cerita kita,” timpal Naya.
“Iya ini ceritanya Kinara sama Kevin, tapi mirip-mirip sama kita lah, mereka akhirnya menikah ya kan?”
“Tapi aku nggak mau disamain kaya Kinara sama Kevin, kisah mereka sad ending aku nggak mau itu terjadi sama kita.” Naya meletakan buku itu di atas meja, dia membalikkan posisi duduknya menghadap Naufal.
"Sayang, itu kan cerita novel. Nggak ada sad ending di kisah cinta kita."
“Naufal, aku kayaknya ngidam deh.”
Naufal yang tadinya posisinya bersandar di sofa berubah menjadi tegak seakan sudah siap mendengarkan kemauan Naya.
“Kamu mau apa?” tanya Naufal.
Naya mengukir sebuah senyuman di bibirnya.
” Kamu beneran mau ngabulin? Ini cukup susah sih,” ungkap Naya.
“Apa emang sayang, in syaa Allah aku sanggup,” sahut Naufal.
“Aku mau kita ngomongnya bahasa baku kayak Kevin sama Kinara, terus panggilan sayangnya Fafal sama Yaya,” terang Naya.
Naya belum menjelaskan lebih detail saja Naufal sudah menelan selipannya, dia hanya bisa mengangguk mengiyakan permintaan istrinya.
“Itu dimulai sampai kapan?” tanya Naufal.
“Sampai aku bosan,” jawab Naya.
“Hah!” Hehehe.” Naufal nyengir kuda, ia hanya bisa pasrah.
“Itu dimulainya kapan?” tanya Naufal lagi.
“Sekarang.”
Deg
Naufal membulatkan matanya terkejut, dia langsung memijat kedua pelipisnya.