— END 30 BAB —
Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik mata dan rambut merahnya, ada kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan.
Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman. Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.
Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar, oh tidak apa yang akan terjadi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabilla Apriditha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3: Pendirian Kembali
.......
.......
.......
...——————————...
Setelah berbulan-bulan berlatih di bawah bimbingan Arlon, Endalast merasa lebih siap dan percaya diri. Dia tahu bahwa langkah berikutnya adalah mengumpulkan sekutu.
Sekutu yang akan dia kumpulkan berguna untuk membantu merebut kembali takhta, dia membutuhkan dukungan dari kerajaan-kerajaan tetangga yang pernah menjadi sekutu ayahnya.
Di dalam gua yang menjadi markas sementara mereka, Endalast duduk bersama Sir Alven, Sir Cedric, dan Arlon. Mereka membahas rencana untuk mencari dukungan.
“Kita harus mulai dengan Kerajaan Ethoria,” kata Sir Alven. “Mereka adalah sekutu setia Raja Thalion selama bertahun-tahun. Raja Edmund adalah sahabat karib ayahmu, Pangeran.”
Endalast mengangguk, mengenang cerita-cerita yang pernah didengarnya tentang persahabatan antara ayahnya dan Raja Edmund.
“Aku setuju. Ethoria adalah tempat yang tepat untuk memulai. Tapi kita harus pintar dalam meyakinkan mereka. Musuh kita sangat kuat, dan kita butuh semua dukungan yang bisa kita dapatkan.”
Arlon menambahkan, “Kita harus menyusun argumen yang kuat dan menunjukkan kepada mereka bahwa kita bisa berhasil. Kita juga perlu memikirkan cara untuk melindungi mereka dari ancaman yang mungkin datang dari Lurian dan Raja Norval.”
Mereka menghabiskan beberapa hari berikutnya merencanakan perjalanan mereka dan mempersiapkan argumen yang kuat untuk disampaikan kepada Raja Edmund. Endalast memutuskan untuk turun tangan langsung, menunjukkan tekad dan keberaniannya.
Setelah perjalanan yang melelahkan, Endalast dan rombongannya tiba di gerbang besar Kerajaan Ethoria. Dinding tinggi dan menara penjagaan menjulang di hadapan mereka, menunjukkan kekuatan dan kemegahan kerajaan ini.
Para penjaga segera mengenali lambang keluarga Ganfera pada pakaian Endalast dan mengizinkan mereka masuk. Endalast membuang nafas lega karena dia diterima baik di kerajaan Ethoria.
Di dalam istana, Raja Edmund duduk di atas takhta, dikelilingi oleh para penasehat dan pejabat tinggi. Dia adalah seorang pria tua dengan rambut abu-abu dan mata yang tajam. Meski usianya sudah lanjut, wibawanya masih terasa kuat.
“Pangeran Endalast,” Raja Edmund menyambut mereka dengan suara berat namun ramah. “Aku mendengar tentang nasib malang yang menimpa keluargamu. Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?”
Endalast berlutut dengan hormat di hadapan Raja Edmund. “Yang Mulia, saya datang untuk meminta dukungan anda. Kerajaan kami telah jatuh karena pengkhianatan paman saya sendiri, Lurian, yang bekerja sama dengan Raja Norval. Saya bertekad untuk merebut kembali takhta dan mengembalikan kehormatan keluarga Ganfera. Tetapi saya tidak bisa melakukannya sendiri. Saya membutuhkan bantuan anda.”
Raja Edmund mengangguk perlahan. “Thalion adalah sahabatku. Kami telah melalui banyak hal bersama. Aku berhutang budi padanya. Tapi situasi ini sangat berbahaya, Pangeran. Lurian dan Norval adalah musuh yang kuat. Bagaimana kau berencana untuk melawan mereka?”
Endalast mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Saya telah berlatih di bawah bimbingan Arlon, tabib yang bijaksana. Saya telah belajar banyak tentang strategi dan taktik perang"
"Saya juga telah mengumpulkan beberapa prajurit setia yang siap berjuang bersama. Namun yang paling penting, Saya memiliki tekad untuk memenangkan ini. Saya percaya bahwa dengan dukungan kerajaan Ethoria, kita bisa berhasil.”
Raja Edmund menatap Endalast dengan mata yang tajam, seolah menilai ketulusan dan keberanian pangeran muda itu. Setelah beberapa saat, dia berbicara lagi. “Aku melihat cahaya yang sama dalam dirimu seperti yang kulihat dalam diri ayahmu. Thalion adalah raja yang bijaksana dan penuh keberanian, dan aku percaya kau mewarisi sifat-sifat itu.”
Endalast merasa bangga dan terharu mendengar kata-kata itu. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu.”
Raja Edmund tersenyum tipis. “Baiklah, Pangeran. Ethoria akan mendukungmu. Aku akan mengirimkan pasukan dan persediaan untuk membantu perjuanganmu. Kita akan melawan bersama-sama.”
Kegembiraan meliputi ruangan itu saat para penasehat dan pejabat tinggi menyatakan dukungan mereka. Endalast merasa beban di pundaknya sedikit berkurang. Dengan dukungan Ethoria, langkah pertama dalam rencananya telah berhasil.
Di malam hari, Endalast dan Raja Edmund duduk bersama di ruang pribadi raja, membahas detail rencana mereka. Sir Alven dan Arlon juga hadir, memberikan masukan dan strategi.
“Kita harus bergerak cepat,” kata Sir Alven. “Setiap hari yang berlalu, Lurian semakin memperkuat posisinya. Kita harus melancarkan serangan secepat mungkin.”
Raja Edmund mengangguk setuju. “Aku akan memerintahkan pasukan untuk bersiap. Kita akan menyerang dari beberapa arah, mengejutkan musuh dan memotong jalur komunikasi mereka.”
Arlon menambahkan, “Kita juga harus berhati-hati dengan mata-mata musuh. Mereka mungkin akan mencoba menyabotase rencana kita.”
Endalast mendengarkan dengan seksama, menyerap setiap saran dan strategi yang diberikan. Dia merasa lebih siap dan yakin dengan setiap keputusan yang diambil. “Kita akan memenangkan ini. Demi ayahku, demi rakyat Ganfera.”
Malam itu, di kamar pribadinya, Endalast merenung tentang semua yang telah terjadi. Dia merasa bangga dengan dukungan yang dia dapatkan, tetapi dia juga menyadari tanggung jawab besar yang ada di pundaknya. Dia harus memastikan bahwa setiap langkah yang dia ambil adalah langkah yang tepat.
Hari berikutnya, persiapan dimulai. Pasukan Ethoria bersiap untuk perang, sementara Endalast dan kelompoknya bekerja keras untuk memastikan semua rencana berjalan lancar. Mereka mengirim utusan ke kerajaan-kerajaan tetangga lainnya, mencari lebih banyak dukungan.
Selama beberapa minggu berikutnya, Endalast dan Raja Edmund terus merencanakan dan mempersiapkan. Pasukan mereka mulai bergerak, menyusup ke wilayah musuh dan mengumpulkan informasi penting.
Mereka menemukan bahwa Lurian dan Raja Norval sedang memperkuat pertahanan mereka, tetapi mereka belum sepenuhnya siap untuk serangan besar.
“Kita harus menyerang sekarang, sebelum mereka siap sepenuhnya,” kata Endalast kepada Raja Edmund. “Ini adalah kesempatan terbaik kita.”
Raja Edmund menyetujui rencana itu. “Kita akan melancarkan serangan malam ini. Semua pasukan sudah siap. Semoga dewa-dewa bersama kita.”
Malam itu, pasukan Ethoria dan prajurit setia Ganfera bergerak dalam kegelapan, menyusup ke wilayah musuh dengan hati-hati. Endalast memimpin pasukannya dengan keberanian, menunjukkan keteguhan hati yang dia warisi dari ayahnya.
Mereka melancarkan serangan mendadak, mengejutkan pasukan Lurian dan Raja Norval. Pertempuran berlangsung sengit, tetapi dengan keberanian dan strategi yang tepat, mereka berhasil memukul mundur musuh.
“Kita berhasil, Pangeran!” seru Sir Cedric setelah pertempuran usai. “Ini adalah kemenangan besar bagi kita.”
Endalast mengangguk, merasa lega namun tetap waspada. “Ini baru permulaan. Kita masih harus melanjutkan perjuangan ini. Tapi aku percaya, dengan dukungan dari Ethoria dan sekutu lainnya, kita akan menang.”
Dengan kemenangan pertama ini, semangat dan tekad Endalast semakin kuat. Dia tahu bahwa perjalanan masih panjang dan penuh bahaya, tetapi dia siap menghadapi segala rintangan.
Dengan dukungan sekutu-sekutu yang setia, dia akan terus maju, membawa kehormatan dan keadilan bagi kerajaan Ganfera.
Dan di bawah bimbingan Arlon dan dukungan Raja Edmund, Endalast melangkah ke depan siap untuk merebut kembali takhta yang menjadi haknya dan mengembalikan kejayaan keluarganya.
Perjuangan ini baru dimulai, dan dengan setiap langkah yang dia ambil, Endalast semakin dekat dengan tujuannya yakni membalas dendam atas kematian keluarganya dan memulihkan kehormatan kerajaan Ganfera.
...——————————...
Setelah berhasil mendapatkan dukungan dari Kerajaan Ethoria, langkah berikutnya bagi Endalast adalah mencari sekutu di Kerajaan Rirval.
Kerajaan ini memiliki ikatan kuat dengan mendiang ibunya, Ratu Althea. Dengan harapan dan tekad yang membara, Endalast dan rombongannya memulai perjalanan menuju Rirval.
Kerajaan Rirval terletak di lembah yang subur, dikelilingi oleh pegunungan tinggi yang menjaganya dari serangan musuh. Rirval dikenal sebagai kerajaan yang makmur dengan kebudayaan yang kaya dan rakyat yang bahagia.
Istana Rirval, dengan menara-menara indah dan taman-taman yang luas, mencerminkan keagungan dan kebijaksanaan penguasanya.
Endalast tiba di gerbang istana Rirval dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa dia harus membuktikan dirinya di hadapan Raja Rirval untuk mendapatkan dukungan yang sangat dibutuhkannya.
Di ruang tahta, Raja Rirval duduk dengan anggun. Dia adalah seorang pria berusia paruh baya dengan rambut hitam yang mulai memutih di beberapa tempat, dan mata hijau yang penuh kebijaksanaan.
Di sampingnya duduk Ratu Alana, wanita cantik dengan rambut pirang panjang dan senyum lembut yang mengingatkan Endalast pada mendiang ibunya.
“Pangeran Endalast Ganfera,” Raja Rirval menyapa dengan suara dalam. “Kami telah mendengar tentang tragedi yang menimpa keluargamu. Apa yang bisa kami lakukan untuk membantumu?”
Endalast berlutut dengan hormat. “Yang Mulia, saya datang untuk meminta bantuanmu. Paman saya, Lurian, telah melakukan kudeta dengan bantuan Raja Norval."
"Keluarga saya dibantai, dan saya bertekad untuk merebut kembali takhta yang menjadi hakku. Saya membutuhkan dukungan dari kerajaan yang pernah menjadi sahabat sejati keluarga saya.”
Ratu Alana menatap Endalast dengan mata penuh belas kasihan. “Aku mengenal ibumu dengan baik, Pangeran. Althea adalah sahabatku. Kami berjanji untuk selalu saling mendukung. Aku merasakan kesedihanmu dan kehilanganmu.”
Raja Rirval mengangguk setuju. “Kami memiliki ikatan kuat dengan kerajaan Ganfera. Namun, sebelum kami memberikan dukungan penuh, kami ingin melihat tekad dan keberanianmu, Pangeran. Kami ingin tahu bahwa kau benar-benar siap untuk menghadapi tantangan ini.”
Endalast mengerti bahwa ini adalah ujian yang harus dia lewati. “Apa yang harus saya lakukan, Yang Mulia?”
Raja Rirval tersenyum tipis. “Di lembah sebelah selatan, terdapat sebuah gua yang dihuni oleh seekor naga. Naga ini telah menjadi ancaman bagi desa-desa kami. Banyak prajurit yang telah mencoba mengalahkannya, tetapi tidak ada yang berhasil."
"Jika kau bisa mengalahkan naga itu, kami akan tahu bahwa kau memiliki keberanian dan kemampuan untuk memimpin. Kami akan memberikan dukungan penuhmu.”
Endalast merasa beban berat di pundaknya, tetapi dia tidak gentar. “Aku akan menghadapi naga itu dan membuktikan diriku, Yang Mulia.”
Dalam persiapan untuk tugas berat ini, Endalast dan rombongannya mempersiapkan diri dengan matang. Arlon memberikan ramuan dan pengetahuan tentang cara mengatasi luka bakar, sementara Sir Alven dan Sir Cedric membantu merencanakan strategi.
“Pangeran, ini akan menjadi ujian yang berat,” kata Arlon dengan serius. “Naga itu tidak hanya kuat, tetapi juga sangat licik. Kau harus berhati-hati dan tetap fokus.”
Endalast mengangguk. “Aku mengerti. Tapi aku harus melakukannya. Untuk keluargaku, dan untuk masa depan kerajaan kita.”
Mereka berangkat menuju lembah selatan, tempat dimana gua naga berada. Saat mereka mendekati gua, udara semakin panas dan bau sulfur semakin kuat. Endalast bisa merasakan ketegangan di udara.
“Aku akan masuk ke dalam gua sendirian,” kata Endalast dengan tegas. “Ini adalah ujian untukku. Kalian tetap di sini dan bersiap jika aku membutuhkan bantuan.”
Sir Alven dan Sir Cedric saling berpandangan, lalu mengangguk. “Baik, Pangeran. Kami akan berjaga di luar.”
Endalast memasuki gua dengan hati-hati, pedangnya terhunus di tangannya. Di dalam gua, dia bisa merasakan kehadiran naga. Suara napas berat dan gemuruh terdengar semakin dekat.
Tiba-tiba, dari kegelapan, muncullah seekor naga besar dengan sisik hitam berkilau dan mata merah menyala.
Naga itu mengaum, menyebabkan gempa kecil di dalam gua. Endalast merasakan ketakutan yang luar biasa, tetapi dia tidak mundur. Dia mengingat kata-kata Arlon dan semua pelatihan yang dia jalani.
“Aku datang untuk menghentikanmu, naga,” teriak Endalast dengan suara yang mantap, meskipun hatinya berdebar kencang. “Kau telah menjadi ancaman bagi desa-desa di sekitar sini. Pertarungan kita dimulai sekarang.”
Naga itu mengaum lagi, mengeluarkan semburan api ke arah Endalast. Dengan refleks cepat, Endalast melompat ke samping, menghindari api dan mendekati naga dari sisi yang berbeda. Dia tahu bahwa dia harus menggunakan kecerdikannya untuk mengalahkan makhluk ini.
Dengan serangkaian serangan cepat dan manuver yang cerdik, Endalast berhasil melukai naga di beberapa tempat. Naga itu semakin marah, menyerang dengan lebih ganas.
Endalast tetap tenang, menggunakan taktik dan strategi yang dia pelajari dari Arlon dan para prajurit lainnya.
Setelah pertarungan yang tampak seperti berjam-jam, Endalast akhirnya menemukan titik lemah di bawah perut naga. Dengan satu serangan terakhir yang penuh kekuatan, dia menusukkan pedangnya ke titik itu, menembus kulit keras naga dan mengenai jantungnya.
Naga itu mengaum keras untuk terakhir kalinya, lalu jatuh ke tanah dengan bunyi gemuruh yang mengguncang gua. Endalast terengah-engah, tubuhnya dipenuhi keringat dan luka, tetapi dia telah berhasil. Naga itu mati.
Dia keluar dari gua, membawa kepala naga sebagai bukti kemenangannya. Sir Alven, Sir Cedric, dan Arlon menyambutnya dengan sorak sorai dan pelukan. “Kau berhasil, Pangeran! Kau telah membuktikan keberanianmu!”
Endalast tersenyum lelah tetapi bangga. “Ini baru permulaan. Masih banyak yang harus kita lakukan.”
Kembali ke istana Rirval, Endalast disambut dengan kehormatan besar. Raja Rirval dan Ratu Alana tersenyum bangga melihatnya. “Kau telah membuktikan dirimu, Pangeran Endalast. Kau menunjukkan keberanian yang luar biasa dan tekad yang kuat.”
Ratu Alana mendekat, meletakkan tangannya di bahu Endalast. “Ibumu pasti sangat bangga padamu. Kami akan mendukungmu sepenuh hati. Pasukan Rirval akan bergabung denganmu dalam perjuanganmu merebut kembali takhta.”
Endalast merasa lega dan berterima kasih. “Terima kasih, Yang Mulia. Dukunganmu sangat berarti bagi kami. Bersama-sama, kita akan mengalahkan Lurian dan Raja Norval.”
Dalam beberapa hari berikutnya, pasukan dari Kerajaan Rirval mulai bersiap-siap untuk bergabung dengan pasukan dari Ethoria.
Endalast dan kelompoknya merencanakan langkah berikutnya dengan hati-hati, menyusun strategi untuk menghadapi musuh yang kuat.
Dengan dua kerajaan yang kuat mendukungnya, Endalast merasa lebih siap daripada sebelumnya. Dia tahu bahwa perjalanan masih panjang dan penuh bahaya, tetapi dengan sekutu-sekutu setia di sisinya, dia yakin bahwa kemenangan ada dalam jangkauannya.
Malam itu, saat Endalast beristirahat di kamarnya, dia merenung tentang semua yang telah terjadi. Dia teringat kata-kata ibunya sebelum menyuruhnya kabur, sorot mata penuh dendam yang menaruh harapan untuk membunuh semua orang yang terlibat dalam kudeta.
“Aku berjanji, Ibu,” bisik Endalast kepada dirinya sendiri. “Aku akan membawa keadilan bagi keluarga kita dan mengembalikan kehormatan kerajaan Ganfera. Aku tidak akan berhenti sampai Lurian dan Raja Norval dihukum atas kejahatan mereka.”
Dengan tekad yang semakin kuat, Endalast mempersiapkan dirinya untuk pertempuran berikutnya. Dia tahu bahwa jalan di depan masih panjang dan penuh rintangan, tetapi dengan dukungan dari sekutu-sekutunya, dia yakin bahwa dia bisa mencapai tujuannya.
Di bawah bimbingan Arlon dan dengan dukungan dari Raja Edmund dan Raja Rirval, Endalast melangkah maju, siap untuk melanjutkan perjuangannya.
Setiap langkah yang dia ambil membawanya lebih dekat kepada tujuannya yakni merebut kembali takhta yang menjadi haknya dan membawa keadilan bagi keluarganya.