DIBUANG ANAKNYA, DIKEJAR-KEJAR AYAHNYA?
Bella tak menyangka akan dikhianati kekasihnya yaitu Gabriel Costa tapi justru Louis Costa, ayah dari Gabriel yang seorang mafia malah menyukai Bella.
Apakah Bella bisa keluar dari gairah Louis yang jauh lebih tua darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Bella merasakan dinginnya udara malam menusuk kulitnya saat Louis menariknya keluar dari mobil. Di depan mereka, sebuah mansion besar berdiri megah di bawah sinar rembulan. Jantung Bella berdebar kencang, namun ia tidak bisa berhenti memikirkan orang tuanya.
"Di mana orang tuaku?" tanya Bella.
"Mereka sudah bebas. Seperti yang kujanjikan. Sekarang giliranmu, Bella. Kamu milikku."
"Aku bukan barang yang bisa kamu klaim begitu saja!"
"Sudah terlambat, kamu sudah ada di sini," kata Louis.
Tanpa peringatan, Bella merunduk dan dengan gigitan cepat, ia menggigit lengan Louis sekuat tenaga. Louis mengumpat kesakitan dan melonggarkan pegangannya. Bella mengambil kesempatan itu dan berlari secepat yang ia bisa, melesat ke arah kebun yang gelap di sebelah mansion.
"Jangan lari dariku!" teriak Louis, suaranya menggema di antara pepohonan.
Bella tidak menoleh. Dia hanya fokus berlari, berharap menemukan jalan keluar. Namun, langkahnya tersandung akar besar yang tersembunyi di bawah rumput, membuatnya jatuh tersungkur ke tanah. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya terasa lemas.
Seketika, tangan dingin Louis kembali mencengkeram lengannya kemudian menariknya berdiri.
"Kamu pikir bisa kabur dariku? Kamu milikku sekarang. Terima saja!" kata Louis.
"Aku tidak akan pernah jadi milikmu," teriak Bella.
Louis tertawa pelan, suara rendahnya membuat bulu kuduk Bella meremang.
"Kamu akan berubah pikiran. Cepat atau lambat."
Louis menariknya kembali ke mansion, kali ini dengan cengkraman yang lebih kuat.
"Jangan coba-coba melawan lagi atau kamu akan menyesal," kata Louis.
Bella merasakan cengkraman kuat di lengannya saat Louis menyeretnya menaiki tangga. Langkah kaki mereka bergema di sepanjang lorong mansion yang gelap. Hatinya berdegup lebih cepat dari sebelumnya, sementara ia terus berusaha mencari cara untuk melarikan diri. Namun, cengkraman Louis terlalu erat, seperti tidak akan pernah membiarkannya pergi.
Setibanya di sebuah kamar besar di ujung lorong, Louis membuka pintu dengan kasar dan mendorong Bella masuk. Ruangan itu penuh dengan bayangan, lampu hanya menyala redup dari sudut yang jauh. Suasana begitu mencekam, hampir seperti gua tanpa cahaya.
Bella memandang sekeliling dengan gelisah. Tidak ada jendela besar, hanya tirai tebal yang membuat hawa dingin terasa menusuk. Louis berdiri di ambang pintu lalu mengamati Bella dengan tatapan yang membuat bulu kuduknya berdiri.
Louis mulai melepaskan jaketnya dengan tenang, lalu kemejanya. Gerakan itu perlahan, seakan Louis menikmati reaksi Bella yang semakin tegang. Bella menelan ludah, napasnya tersengal ketika menyadari situasi ini semakin buruk.
"Kamu seharusnya berterima kasih padaku. Aku menyelamatkanmu. Orang tuamu, mereka sekarang aman berkat aku," kata Louis.
"Kamu pikir aku akan berterima kasih padamu? Karena apa? Karena kamu memperlakukanku seperti tawanan? Menyeretku ke sini seperti seorang tahanan," ucap Bella.
"Semua ini untuk kebaikanmu. Kamu tidak tahu apa yang bisa terjadi di luar sana. Aku satu-satunya yang bisa melindungimu," jawab Louis.
"Melindungi? Kamu gila, Louis. Kamu hanya mencari alasan untuk memanfaatkan anak kecil sepertiku. Aku ini mantan pacar anakmu!"
"Kamu akan mengerti pada waktunya. Tidak ada yang bisa melindungimu seperti aku," kata Louis.
Begitu Louis lengah, Bella segera bergerak cepat. Dia berlari menuju pintu, membuka kenop dengan gemetar, dan berhasil keluar dari kamar sebelum Louis sempat menghentikannya. Jantungnya berdentum kencang saat kakinya membawa dirinya menyusuri lorong panjang yang gelap. Cahaya remang-remang dari beberapa lampu dinding membuat bayangannya sendiri terlihat seperti hantu yang mengikutinya.
"Gabriel! Gabriel!"
Bella berteriak keras, suaranya menggema di seluruh mansion. Dia tahu ini gila, tapi hanya satu nama yang muncul di pikirannya saat itu yaitu Gabriel.
Mungkin dia bisa menolongku, pikirnya dengan putus asa.
Suara langkah kaki Louis terdengar di belakangnya, membuat Bella berlari semakin cepat. Dia terus berteriak, berharap entah bagaimana Gabriel mendengar atau datang untuk menyelamatkannya.
"Gabriel! Gabriel, tolong aku!"
"Dia tidak di sini," kata Bella.
Bella berhenti, tubuhnya membeku di tempat. Dia menoleh perlahan, dan melihat Louis berdiri beberapa meter di belakangnya, napasnya masih teratur meskipun mereka baru saja berlari.
"Apa maksudmu? Gabriel pasti tahu tentang ini! Dia pasti tahu kamu menyekapku di sini!" ucap Bella.
Louis menggeleng pelan, senyum dingin terbentuk di wajahnya.
"Gabriel bahkan tidak tahu mansion ini."
Napas Bella begitu nya berat, dan tubuhnya terasa lelah. Ia emutuskan kembali ke kamar karena tahu percuma saja mencoba untuk kabur, toh dia tidak tahu ini di mana. Kakinya berat, tapi tidak ada pilihan lain. Ia masuk ke dalam kamar itu lagi.
Pintu tertutup dengan bunyi lembut di belakangnya. Bella berjalan pelan menuju tempat tidur besar yang dingin di sudut ruangan.. Setibanya di tempat tidur, ia meringkuk sambil memeluk lututnya erat-erat, dan menatap ke arah dinding kosong.
"Ini hanya mimpi buruk," gumamnya pelan, berusaha menghibur diri.
Tak lama, pintu kamar terbuka lagi. Louis masuk dengan tenang, tatapannya tetap dingin seperti biasanya. Tanpa berkata sepatah pun, ia berjalan menuju tempat tidur dan naik ke sisi tempat tidur yang lain, tepat di sebelah Bella.
Bella merasakan napasnya tersengal-sengal ketika Louis membaringkan diri di sebelahnya. Jarak di antara mereka hanya beberapa jengkal.
Perlahan, Bella bergeser menjauh, sejauh yang ia bisa di sisi tempat tidur yang luas. Ia ingin berteriak, ingin melawan, tapi tubuhnya kaku. Jantungnya berdegup kencang.
Louis menyadari pergerakan Bella, tapi tidak mengatakan apapun. Dengan suara datar, dia akhirnya berbicara.
"Tidurlah! Ini akan menjadi malam yang panjang dan besok, kamu akan mulai menerima tempatmu di sini."
Bella tidak menjawab, hanya memeluk lututnya lebih erat, berusaha menjaga jarak sebanyak mungkin darinya. Ia tidak bisa tidur.
Beberapa saat kemudian.
Suara dengkuran kecil terdengar. Bella mulai menyadari bahwa Louis tertidur. Ia meliriknya dengan hati-hati, menoleh perlahan untuk memastikan bahwa suara yang didengarnya benar-benar datang dari pria jahat itu.
Dengan hati-hati, Bella menatap Louis. Wajah Louis sangat mirip dengan Gabriel. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Jika dibandingkan dengan Gabriel, Louis lebih dewasa, lebih tegas, dan jujur saja, lebih tampan.
Bella menelan ludah dan tanpa sadar, tangannya mulai bergerak sendiri. Jemari Bella bergerak perlahan menuju wajah Louis. Tangannya menyentuh hidung mancung Louis dengan lembut dan mengikuti garis halus wajahnya.
Tiba-tiba Louis bergerak cepat. Tangan besarnya mencengkram pergelangan tangan Bella dengan kuat, membuatnya tersentak kaget. Matanya yang tadi terpejam kini terbuka.
"Apa?"
Suara Louis rendah dan serak, meskipun masih setengah mengantuk.
"Aku... aku hanya..." Bella tidak bisa menemukan kata-kata untuk menjelaskan apa yang barusan ia lakukan.
"Jangan pernah berpikir untuk mendekatiku tanpa izin!" kata Louis.
"Tapi kamu menyentuhku sesuka hatimu bahkan sangat kasar," ucap Bella.
"Ini sudah malam dan biasanya ularku terbangun," ucap Louis.
"Ular?" gumam Bella bingung.
Bella menyadari apa arti ular dan dia mencoba mundur perlahan. Louis pun melepaskan cengkramannya, tapi tatapannya tetap tajam seolah memperingatkannya sekali lagi untuk tidak melampaui batas.
"Tidur," kata Louis dingin.
"Tapi besok aku harus berangkat kuliah dan sepertinya tempat ini jauh dari kampusku," ucap Bella.
"Aku akan antar."
"Apa?"
"Besok aku akan mengantarmu ke kampus," kata Louis.
"Tidak perlu! Semua orang akan tahu terutama Gabriel, bagaimana responnya jika anakmu tahu kalau kamu menawan mantan pacarnya?"
"Pasti itu seru," ucap Louis dengan wajah datarnya.
Dasar gila! gumam Bella.