Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Takhta Terakhir Endalast Ganfera

BAB 1: Malam Pengkhianatan

.......

.......

.......

...——————————...

Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik matanya yang merah dan juga rambut merah menyala, terdapat kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat.

Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan. Namun, ada ketegangan yang tak kasat mata di antara keramaian. Dia tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang menggelayut di benaknya.

“Endalast, cepatlah. Semua orang menunggumu di aula tengah, apa yang kamu lakukan didalam sana? Ayo keluarlah,” suara ibunya, Ratu Althea, terdengar lembut namun tegas.

Althea adalah wanita berwajah halus dengan mata merah yang tajam, mencerminkan keberanian dan kebijaksanaan. Rambutnya yang hitam panjang selalu tergerai dengan anggun, menambah keanggunannya.

“Ya, Ibu baiklah tunggu sebentar. Aku akan segera ke sana,” jawab Endalast, berusaha menutupi keraguannya dengan senyuman. Dia tahu betapa pentingnya malam ini bagi orang tuanya.

Raja Thalion Ganfera, ayahnya, adalah pemimpin yang bijaksana dan adil. Dengan perawakan yang mirip dengan Endalast yakni rambut merah menyala namun memiliki mata biru tajam yang selalu memancarkan kekuatan dan keberanian, Thalion Ganfera adalah sosok yang dikagumi dan dihormati oleh semua rakyatnya.

Endalast segera berdiri dan mengenakan jubah kerajaan yang telah disiapkan untuknya. Saat dia berjalan menuju aula besar, dia bertemu dengan beberapa pelayan yang membungkuk hormat. Mereka semua tersenyum padanya, tetapi Endalast bisa merasakan kegelisahan di balik senyum mereka walaupun itu sangat samar.

Di aula besar, perayaan sudah dimulai. Meja-meja penuh dengan makanan lezat dan minuman, sementara musik dan tawa mengisi udara. Namun, Endalast tidak bisa menghilangkan perasaan aneh di hatinya.

Dia melihat ayahnya di tengah kerumunan, tersenyum lebar dan berbicara dengan para bangsawan. Thalion adalah seorang raja yang tegas namun penyayang, selalu memperlakukan rakyatnya dengan adil dan bijaksana.

“Endalast kemari, mendekatlah” seru Thalion sambil melambaikan tangan. Endalast berjalan mendekat dan disambut dengan pelukan hangat.

“Selamat ulang tahun, anakku. Malam ini adalah malam yang istimewa,” kata Thalion berbicara dengan suara lembut. “Kita akan merayakan hari ini dengan penuh sukacita.”

Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman.

Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.

“Selamat ulang tahun, Pangeran,” kata Lurian, mendekat dengan senyuman yang tidak sampai ke matanya, tatapan ini sangat mengintimidasi. “Saya berharap tahun ini membawa banyak kebahagiaan dan keberuntungan untuk pangeran.”

“Terima kasih, Paman Lurian,” jawab Endalast dengan sopan, meskipun hatinya penuh keraguan.

Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Malam itu, ketika pesta mencapai puncaknya, tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar istana.

DUARRRR

“Ap- apa itu? Apa yang terjadi diluar sana?!” tanya Endalast, matanya melebar. Semua orang yang berada dan hadir di aula besar mulai panik.

“Tenang, semuanya!” seru Thalion. “Aku akan memeriksa apa yang sebenarnya terjadi.”

Thalion dan beberapa penjaga bergegas keluar, sementara Endalast dan ibunya tetap di dalam. Endalast merasakan tangannya gemetar. Dia tahu ada sesuatu yang salah.

Beberapa menit kemudian, Thalion kembali dengan wajah serius. “Kita diserang,” katanya singkat. “Semuanya tolong jangan panik, segeralah bersiap dan bertarung sekuat kalian dan Lurian, di mana Lurian?”

Semua orang mencari-cari, tetapi Lurian sudah menghilang. Thalion segera memerintahkan semua orang untuk berlindung, tetapi serangan itu terlalu tiba-tiba dan terorganisir. Pasukan Nereval, musuh lama kerajaan Ganfera, menyerbu masuk dengan senjata terhunus.

“Endalast, tetap di belakangku,” kata Thalion sambil menghunus pedangnya. Endalast melihat ayahnya bertarung dengan keberanian luar biasa, tetapi jumlah musuh terlalu banyak. Dia merasakan ibunya menariknya menjauh, mencoba membawanya ke tempat aman.

“Endalast, kita harus pergi!” kata Althea dengan suara putus asa. “Kita tidak bisa tinggal di sini.”

Tetapi sebelum mereka bisa melarikan diri, para prajurit Nereval menemukan mereka. Endalast melihat ayahnya jatuh dengan luka parah, dan ibunya berteriak dengan putus asa saat dia mencoba melindungi Endalast putra sematawayangnya.

“Lari, Endalast! Lari!” teriak Althea sebelum dia juga jatuh di tangan musuh.

"Ta- tapi Ibu.. Ayah.." Kedua mata Endalast mulai merah, dia ketakutan dan dia gemetaran melihat Ayahnya terdesak.

"Lari! Ibu bilang lari! Pergilah!" lagi-lagi Althea berteriak, dia tengah berusaha menghadang musuh bersama suaminya.

Endalast berlari sekuat tenaga, air mata mengalir di wajahnya. Dia tahu bahwa ini adalah akhir dari keluarganya, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain melarikan diri.

Dengan usaha ayah dan ibunya, kini Endalast berhasil keluar dari istana yang telah terbakar hebat, dan dengan bantuan beberapa penjaga setia yang membawanya ke tempat aman di hutan sementara waktu Endalast akan aman.

Dalam persembunyian, Endalast duduk terengah-engah, matanya memandang kosong ke depan. Malam itu, semuanya berubah.

Endalast, yang dulunya pangeran yang lembut dan penyayang, sekarang dihadapkan pada kenyataan pahit kehilangan dan pengkhianatan.

Dia memandang ke arah istana yang kini tinggal puing-puing, dengan api yang masih berkobar di kejauhan. “Aku bersumpah, aku akan membalas dendam,” gumamnya dengan suara yang penuh tekad.

“Aku akan merebut kembali takhta yang menjadi hakku, dan aku akan menghabisi semua yang telah menghancurkan keluargaku. Ini adalah janji Endalast Ganfera!”

Dengan demikian, perjalanan Endalast untuk membalas dendam dan merebut kembali takhta dimulai. Malam pengkhianatan itu adalah awal dari transformasi dirinya dari seorang pangeran muda yang lembut menjadi pemimpin yang tangguh dan tanpa ampun.

Masa depan kerajaan Ganfera kini bergantung pada tekad dan keberanian Endalast, pangeran terakhir dari keluarga Ganfera. Bila nyawa Endalast berakhir sekarang maka perjuangan Raja dan Ratu akan sia-sia. Keduanya rela mati demi memberikan waktu putranya untuk kabur.

Endalast harapan kerajaan Ganfera.

Di dalam aula besar yang terbakar hebat, suara dentuman dan jeritan terdengar di segala penjuru. Raja Thalion berdiri dengan beberapa luka di samping Ratu Althea, yang berusaha melindungi diri dari panas dan serangan musuh. Di tengah kekacauan itu, Lurian muncul dari balik asap dengan senyum licik di wajahnya.

Thalion memandang Lurian dengan mata penuh kekecewaan "Lurian... tidak kusangka. Aku begitu sangat mempercayaimu dan kau ternyata dalang dibalik kehancuran ini? Kau adalah saudaraku sendiri!"

Lurian tertawa kecil "Saudara? Kau sungguh naif, Thalion. Kerajaan ini seharusnya menjadi milikku sejak awal. Kau selalu dianggap sebagai pahlawan, sementara aku hanya bayang-bayangmu."

Althea dengan suara marah dan terluka "Lurian, bagaimana bisa kau melakukan ini? Pengkhianatanmu akan menghancurkan kita semua!"

Lurian mendekat dengan sikap arogan "Kau tidak mengerti, Althea. Ini adalah takdir yang telah lama kutunggu. Aku akan menjadi raja, dan aku akan memimpin dengan tangan besi."

Thalion dengan suara penuh emosi "Aku selalu berusaha adil padamu, Lurian. Mengapa harus begini? Mengapa harus menghancurkan segalanya?"

Lurian menatap Thalion dengan dingin "Karena kekuatan, Thalion. Hanya dengan kekuatan aku bisa mendapatkan penghormatan yang pantas. Dan sekarang, dengan bantuan Nereval, aku akan memastikan bahwa nama Ganfera tidak akan pernah dilupakan."

Althea dengan tatapan penuh dendam "Kau akan dihukum atas perbuatanmu ini, Lurian. Rakyat tidak akan mendukung pengkhianat."

Lurian tersenyum sinis "Rakyat hanya peduli pada siapa yang berkuasa, Althea. Dan sekarang, akulah yang berkuasa."

Thalion berdiri tegak meski terluka "Kau mungkin bisa menghancurkan kami, Lurian, tetapi semangat dan keberanian rakyat Ganfera akan terus hidup. Dan putraku, Endalast, dia akan kembali untuk menuntut balas."

Lurian tertawa keras "Endalast hanyalah anak kecil. Dia tidak akan bisa berbuat apa-apa."

Althea dengan tekad kuat "Jangan meremehkannya, Lurian. Darah Ganfera mengalir kuat dalam dirinya."

Lurian mengangkat bahu "Kita lihat saja. Untuk sekarang, nikmati akhir kalian."

Dengan satu lambaian tangan, Lurian memerintahkan pasukannya untuk menyerang. Thalion dan Althea berusaha melawan sekuat tenaga, tetapi jumlah musuh terlalu banyak.

Di tengah kobaran api dan serangan musuh, Thalion dan Althea terus bertahan sekuat tenaga, memberikan waktu berharga bagi Endalast untuk melarikan diri dan memulai perjalanan panjangnya untuk membalas dendam dan merebut kembali tahtanya.

...——————————...

Istana Ganfera yang megah dalam sekejap kini menjadi medan perang penuh aroma darah. Asap tebal mengepul ke langit malam, diiringi suara dentingan pedang dan teriakan ketakutan.

Endalast Ganfera berlari melalui lorong-lorong yang dulu akrab baginya, dengan napas terengah-engah dan jantung berdegup kencang. Di belakangnya, penjaga setia Raja, Sir Alven, berusaha melindunginya dari serangan musuh.

“Kita harus keluar dari sini, Pangeran!” seru Sir Alven, matanya liar mencari jalan keluar. “Ayo cepat!”

Endalast menoleh ke belakang, melihat istana yang dulu menjadi rumahnya kini terbakar hebat. Teringat akan keluarganya yang terjebak di dalam, air mata mulai mengalir di pipinya.

“Sir Alven, apa yang terjadi pada ayah dan ibu?” tanya Endalast dengan suara bergetar.

Sir Alven menggertakkan giginya, “Mereka berjuang, Pangeran. Kita harus pergi sekarang, atau kita akan berakhir seperti mereka.”

Sementara itu, di tengah aula besar yang telah berubah menjadi ladang pertempuran, Raja Thalion bertarung dengan keberanian yang luar biasa.

Dengan pedang di tangan, dia menangkis setiap serangan yang datang, berusaha melindungi keluarganya dan rakyatnya.

Rambut merahnya yang menyala berkilauan di bawah sinar api, dan matanya yang biru tajam berkilat penuh amarah dan kesedihan serta kekecewaan.

“Bertahanlah! Jangan biarkan mereka masuk lebih jauh!” teriak Thalion kepada para prajurit yang tersisa. Di sampingnya, Ratu Althea berdiri dengan busur di tangan, menembakkan panah dengan ketepatan luar biasa.

“Aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dari kita, Thalion,” kata Althea dengan tegas. Meskipun wajahnya cantik dan halus, ada keteguhan yang jelas dalam sorot matanya. Dia adalah ratu yang selalu berdiri di samping suaminya, mendukungnya dalam setiap keputusan yang diambil.

Namun, di balik semua keberanian itu, ada pengkhianatan yang telah mengakar. Di tengah pertempuran, beberapa pengawal yang seharusnya setia kepada Raja Thalion tiba-tiba berbalik melawan. Sir Gareth, yang selama ini dianggap sebagai salah satu pengawal paling setia, adalah salah satunya.

“Gareth, apa yang kau lakukan!” teriak Thalion saat melihatnya mengarahkan pedang kepada prajurit lain.

“Maafkan saya, Yang Mulia, tapi saya harus memikirkan keselamatan saya sendiri, dalam keadaan seperti ini lebih baik saya tidak membela anda” jawab Gareth dengan nada dingin sebelum menyerang prajurit yang dulu adalah rekannya.

Di sudut lain aula, Lurian berdiri dengan senyuman licik di wajahnya. Dengan jubah hitam yang menambah kesan jahat, Lurian mengamati kekacauan yang dia ciptakan.

Dia telah merencanakan pengkhianatan ini sejak lama, bekerja sama dengan musuh besar kerajaan Ganfera, Raja Norval dari kerajaan Nereval.

“Thalion, saudaraku tercinta, lihatlah hasil dari kepemimpinanmu yang lemah,” kata Lurian dengan nada mengejek. “Sudah saatnya kerajaan ini dipimpin oleh seseorang yang benar-benar mengerti kekuatan.”

Thalion memandang Lurian dengan kebencian yang membara. “Lurian, kau tidak akan pernah menjadi pemimpin yang diinginkan oleh rakyat. Kau hanyalah seorang pengecut yang mengkhianati saudara kandungmu sendiri.”

Lurian tertawa kecil, “Kau salah, Thalion. Aku adalah penyelamat kerajaan ini. Dan dengan bantuan Raja Norval, aku akan membawa Ganfera ke kejayaannya.”

Di belakang Lurian, Raja Norval dari Nereval berdiri dengan senyum lebar di wajahnya. Norval adalah sosok tinggi dan kurus dengan rambut hitam dan mata gelap yang penuh dengan dendam.

Dia tertawa keras, melihat kehancuran yang dia impikan selama ini akhirnya menjadi kenyataan.

“HAHAHA Thalion, aku telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun,” kata Norval dengan suara serak. “Kerajaanmu akan hancur, dan sekarang tidak ada yang bisa menghentikanku.”

Norval mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, dan dengan satu gerakan cepat, dia menebas seorang prajurit Ganfera yang mencoba melindungi Thalion.

ARGHHH

Darah mengalir di lantai marmer, menambah kesan mengerikan pada malam yang sudah penuh dengan kematian.

“Aku bersumpah akan menghancurkanmu, Norval!” teriak Thalion, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. Tetapi jumlah musuh terlalu banyak, dan Thalion akhirnya terjatuh, dia terluka parah.

Althea berlari menuju suaminya, tetapi sebelum dia bisa mencapai Thalion, sebuah anak panah mulai diarahkan pada Althea yang fokusnya terbelah.

Thalion sadar akan arah panah itu "Althea! TIDAKK!"

BRAKKK

Althea terjatuh di samping Thalion, dengan napas yang semakin berat. Nampaknya Althea sangat mengkhawatirkan suaminya sampai-sampai mengabaikan dirinya yang juga diincar nyawanya.

“Thalion... maafkan aku,” kata Althea dengan suara lemah, matanya mulai berkaca-kaca.

“Tidak, Althea... bertahanlah!” Thalion meraih tangan istrinya, air mata mengalir di pipinya.

Namun, semuanya sudah terlambat. Raja Thalion dan Ratu Althea, pasangan yang selalu kuat dan penuh kasih sayang, akhirnya jatuh di medan perang yang kejam ini.

Mereka wafat di samping satu sama lain, mempertahankan kerajaannya sampai nyawa direnggut. Mereka tetap mempertahankan kerajaan dan rakyat yang mereka cintai hingga napas terakhir.

Endalast, yang kini berada di luar istana bersama Sir Alven, merasakan kesedihan yang mendalam. Dia tahu dengan keadaan separah ini pasti keluarganya telah tiada, dan semua kekacauan ini terjadi karena pengkhianatan pamannya dan ambisi jahat Raja Norval.

“Kita harus pergi, Pangeran. Mereka akan memburu kita karena berhasil kabur,” kata Sir Alven dengan nada tegas. “Kita harus bertahan hidup untuk melawan mereka suatu hari nanti.”

Endalast mengangguk, meskipun hatinya hancur. Dengan air mata yang mengalir deras, dia berjanji dalam hati untuk membalas dendam atas kematian orang tuanya.

Mereka berdua berlari menuju hutan yang gelap, meninggalkan istana yang kini hanya tinggal reruntuhan.

Sementara itu, di dalam aula besar, Lurian dan Norval berdiri di tengah-tengah kehancuran, dengan senyum kemenangan di wajah mereka. 

“Ini baru awal,” kata Norval, matanya berbinar gila. “Ganfera sekarang milik kita, dan tidak ada yang bisa menghentikan kita.”

Lurian tertawa kecil, “Ya, dan kita akan memastikan tidak ada yang bisa merebutnya kembali.”

Namun, jauh di dalam hati Endalast yang penuh dengan kesedihan dan kemarahan, tumbuh tekad yang tak tergoyahkan. Dia akan kembali, dan dia akan membalas dendam atas pengkhianatan yang menghancurkan keluarganya.

Perjalanan panjang dan penuh bahaya menantinya, tetapi Endalast Ganfera, pangeran terakhir dari Ganfera, siap untuk menghadapi segala rintangan demi mengembalikan kehormatan dan keadilan bagi kerajaannya.

Sir Alven menatap Endalast "Pangeran, kita harus bertahan. Ayah dan ibu Anda telah berjuang keras untuk memberikan Anda kesempatan ini. Kita tidak bisa menyia-nyiakannya."

Endalast dengan mata penuh air mata dan kebencian "Aku tahu, Sir Alven. Aku bersumpah akan membalas dendam. Aku akan merebut kembali kerajaan kita."

Sir Alven mengangguk tegas "Baik, Pangeran. Namun pertama-tama, kita harus bertahan hidup. Mari kita menuju desa terdekat dan mencari bantuan."

Sementara itu, di tengah kehancuran istana, Lurian dan Norval mulai merencanakan langkah mereka berikutnya.

Lurian dengan mata licik "Kita harus memastikan tidak ada yang selamat dari keluarga Ganfera. Jika Endalast masih hidup, dia bisa menjadi ancaman besar di masa depan."

Norval mengangguk setuju "Aku akan mengirim pasukan untuk mencarinya. Kita tidak bisa membiarkan dia berkeliaran dan mengumpulkan kekuatan."

Lurian mengangguk "Baik, kita pastikan Ganfera tidak pernah bangkit kembali."

Di tengah hutan, Endalast dan Sir Alven mulai merencanakan langkah mereka ke depan. Mereka tahu bahwa jalan yang mereka tempuh tidak akan mudah, tetapi tekad mereka untuk mengembalikan kehormatan dan keadilan bagi kerajaan Ganfera tak tergoyahkan.

Endalast berbicara dengan suara penuh tekad "Sir Alven, aku akan berlatih keras. Aku akan menjadi kuat. Suatu hari, kita akan kembali dan mengambil kembali apa yang telah dicuri dari kita."

Sir Alven tersenyum bangga "Aku akan bersamamu, Pangeran. Kita akan berjuang bersama sampai akhir."

Dengan demikian, petualangan baru Endalast dimulai. Perjalanannya untuk membalas dendam dan merebut kembali takhtanya akan penuh dengan rintangan dan bahaya.

Namun, dengan keberanian dan tekad yang diwarisi dari orang tuanya, Endalast akan menjadi pemimpin yang tangguh dan tak kenal takut.

Dan di kejauhan, api yang berkobar di istana Ganfera menjadi simbol dari semangat yang tak pernah padam dalam diri Endalast Ganfera, sang pangeran terakhir yang bertekad untuk mengembalikan kehormatan keluarganya.

Terpopuler

Comments

Cₗₒᵥᵣyₙₑ ... ☠

Cₗₒᵥᵣyₙₑ ... ☠

Kece banget pengenalan karakter nya

2024-07-11

13

Sheeva Lesanry

Sheeva Lesanry

ini harus sering up!

2024-07-11

15

Dinda Evarika

Dinda Evarika

Endalast nomer satu 🤍

2024-07-11

15

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!