NovelToon NovelToon
Bianglala Negeri Impian

Bianglala Negeri Impian

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Mafia / Dikelilingi wanita cantik / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Agung Riyadi

kisah cerita Randu, seorang anak korban musibah tanah longsor di kampungnya dan hanya dia satu satunya yang selamat, kemudian mendapatkan anugerah kesaktian yang tiada taranya dari jiwa leluhur, menjalani liku liku kehidupannya dan berusaha menggapai semua impian dan cintanya.
berhasilkah Randu, please check it out the story

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agung Riyadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Asih awas dek

Randu hanya mengangguk perlahan sambil menatap wajah wanita berhati baik itu yang kini terlihat berkaca kaca kedua matanya, namun sebuah senyuman kebahagiaan juga tersungging dari bibirnya.

Bu Sumitra lantas mengajak kedua anak itu untuk masuk ke dalam dan menyuruh mereka segera menyusul Asih yang telah lebih dulu duduk di meja makan.

"Ndu, kenapa kamu nggak ngajak aku jika mau mengambil madu itu ?" bisik Gandi yang kini telah duduk bersebelahan dengan sahabatnya yang paling baik itu.

"kamu takkan mampu Gan, ibu kamu benar tempat itu sangat berbahaya sekali. Selain tebingnya cukup curam dan licin juga banyak ularnya," ujar Randu.

"Ular Ndu, ular kobra bukan ?" tanya Gandi sambil bergidik mendengar kata ular disebut Randu.

"Bukan kobra tapi kata pamanku jika kita tergigit oleh ular itu kulit yang terkena gigitan akan busuk dan harus di potong," ujar Randu menjelaskan pada temannya yang paling fobia dengan ular itu.

"Memang kamu nggak takut Ndu, kalo ketemu ular itu?"

"Nggak Gan, tapi harus ambil jarak jangan sampai terlalu dekat apalagi menginjaknya,"

"Memang kenapa Ak kalo tak sengaja keinjak ?" tukas Asih yang sudah hampir menyelesaikan makan siangnya ikut menimpali.

"Ya di patuk ularnya atuh onyon," Gandi lah yang menjawab pertanyaan adiknya itu.

"Memang sakit ya Ak kalo di patuk ular ?" tanya Asih lagi.

"Bukan hanya sakit tapi bisa mati kita kena racun ularnya," ujar Gandi.

"Ih ngeri ah..." kata Asih yang kemudian berlalu sambil membawa piring bekas makannya ke belakang.

"Dah Ndu, giliran kita makan !" kata Gandi sambil menatap Randu yang hanya mengangguk saja seolah ada rasa sungkan.

"Ndu, bu guru nanyain kamu terus kapan kamu akan kembali ke sekolah," kata Gandi di sela sela ia mengunyah makanannya.

Randu hanya terdiam sesaat, sebelum kemudian ia berucap, "Mungkin aku nggak akan bersekolah lagi Gan,"

"Kenapa begitu ?" tanya Gandi yang terkejut dengan jawaban temannya itu.

"Kan kamu tau sekarang aku sendirian Gan, aku juga tak mau lebih merepotkan keluarga kamu lagi, di berikan tumpangan hidup ini saja aku sudah sangat bersyukur," ujar Randu.

"Kamu bilang apa seh Ndu ? kan bapak dan mamahku serta kami semua sudah menganggap kamu sebagai bagian dari keluarga ini, aku rasa untuk membayar biaya sekolah kamu mereka masih sanggup kok,"

"Iya Gan, aku percaya kok tapi biarlah aku nggak lanjut sekolah saja,"

"Memang kamu nggak sayang Ndu, sebentar lagi kita akan ujian kenaikan kelas dan setelah kita kelas enam setahun berikutnya kita akan lulus loh,"

Randu hanya diam saja seolah hanya ingin fokus dengan makanan yang di hadapannya, namun Gandi melihat dengan jelas kedua mata sahabatnya itu telah berkaca kaca.

Bu Sumitra yang sengaja mendengar kedua anak itu bercakap cakap hanya bisa terisak menangis sendirian di balik pintu penghubung antara ruang makan dengan ruang keluarga, apalagi jika ia memandang wajah polos Randu yang tampak sedih memilukan itu hatinya terasa bagai teriris iris.

Setelah makan siang, nyaris Gandi selalu menemani Randu kemanapun juga, ia berusaha terus menghiburnya dengan mengajaknya bermain bersama kawan kawannya seperti biasa, meskipun pada akhirnya Randu yang terlihat selalu ingin menyendiri dan memisahkan diri dari kawan kawannya.

"Ak Gandi... Ak...!" ujar Asih sambil berlari lari kecil menghampiri sekumpulan anak lelaki yang sedang asyik bermain kelereng yang diantaranya terdapat Gandi dan Randu.

"Ada apa Sih ?" tanya Gandi yang terlihat kurang suka adiknya mengikutinya saat ia bermain bersama kawan kawannya.

"Aak, kelas tiga di suruh bikin enggrang, bisa nggak Aak bikinin aku enggrang ?" ujar Asih dengan tatap penuh harap.

"Suruh bikinin bapak aza Sih, Aak nggak bisa," kata Gandi terlihat kesal, apalagi saat melihat kelereng yang ia mainkan di matikan temannya.

"Tapi bapak belum pulang Ak, kata mama lagi ke kabupaten,"

"Aku bisa bikin enggrang Asih, mau aku bikinin?" tukas Randu menimpali.

"Iya Ak, mau mau banget.." ujar Asih yang kemudian tersenyum riang.

Mereka kemudian menyisihkan diri dari kumpulan anak lelaki yang terlihat begitu fokus dengan permainan mereka itu. Randu yang memang sedari awal hanya menonton saja tidak terlalu segan untuk meninggalkan tempat itu, lain dengan Gandi yang sejak awal terlibat dengan permainan.

"Sudah ada belum bambunya ?" tanya Randu.

"Belum Ak, tapi di kebun bapak banyak bambu kok Ak. Ak Randu bisa kan tebang pohon bambu ?" jawab Asih dengan sorot mata yang terlihat cemas.

"Bisa kok, ayolah nanti keburu sore ! eh tolong ambil bedog ( parang ) sekalian yah Sih !" kata Randu, Asih hanya mengangguk dengan wajah berseri.

Randu menunggu di depan rumah kediaman lurah desa yang terlihat paling besar dari rumah rumah warga sekitarnya, karena selain lurah Pak Sumitra juga seorang pengusaha beras yang punya penggilingan padi sendiri.

Tak lama kemudian Asih telah keluar lagi dengan sebuah parang berukuran sedang di tangannya. Keduanya lalu berjalan beriringan dengan Asih di depan untuk memandu jalan mereka.

Sampai di kebun milik keluarga Asih itu, Randu terlihat tertegun.

"Asih yang disini hanya ada bambu ori, terlalu besar dan berat kamu nanti nggak akan kuat memakainya," kata Randu.

"Terus gimana Ak ?" jawab Asih mulai terlihat kecewa dan cemas.

"Kita cari di pinggir kali saja yah, kamu berani kan ?"

"Iya Ak,"

Asih kembali berseri seri wajahnya. Randu kemudian bergegas berjalan agak cepat menuju daerah pinggir aliran sungai kecil yang berhulu di bukit Marga Jati itu sampai Asih harus berlari lari kecil agar tidak tertinggal jauh dari Randu.

Setelah menemukan rumpun bambu apus yang ia cari Randu menyuruh Asih untuk menunggunya di atas saja, namun Asih yang ingin melihat Randu memilih untuk berada di dekat Randu dengan duduk di atas batuan kali besar yang berwarna hitam legam itu.

Hanya dengan beberapa tebasan saja Randu sudah mendapatkan dua batang bambu yang sama besar ukurannya dan dengan cepat pula ia bersihkan pelepah pelepahnya dan ranting rantingnya.

Baru saja Randu menoleh ke arah Asih yang sedari tadi fokus memperhatikannya, ia terkejut bukan kepalang ketika melihat seekor ular belang belang tengah melintas di dekat kaki Asih.

"Asih tolong jangan bergerak sebentar dek !" ujar Randu sambil tangannya meraih sebongkah batu kali kecil berukuran sekepalan tangannya.

"Ada apa Ak ?" tanya Asih bingung.

"Diam Asih jangan bergerak !" ujar Randu agak keras dan hanya beberapa detik kemudian ia sudah melemparkan batu yang ia pegang ke arah Asih.

Sontak saja Asih terkejut dan langsung menjerit, namun sedetik kemudian gadis kecil itu merasa bingung karena tak merasakan sakit apapun padanya.

Sekali lagi gadis kecil itu menjerit ketika melihat kebawah, di dekat kakinya seekor ular belang hitam putih segede jempol ibu jari kaki bapaknya tengah bergeliat geliat dengan kepala yang telah hancur.

Dengan hati berdebar penuh ketakutan Asih langsung melompat dan berlari mendekati Randu yang merasa lega luar biasa, karena bisa ia bayangkan seandainya ular belang segede itu berhasil mematuk kaki Asih akibatnya akan seperti apa.

1
Agung Riyadi
luar biasa
Laelia
Ngangenin deh ceritanya.
Agung Riyadi: makasih 🙏🙏
total 1 replies
Phoenix Ikki
Bingung mau baca apa lagi sekarang. 🤷‍♀️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!