Ananda adalah seorang gadis yatim piatu yang tinggal di panti asuhan sejak usianya lima tahun. Setelah lulus SMA ia bertekad untuk mencari pekerjaan serta meninggalkan panti asuhan agar posisinya bisa digantikan oleh anak yatim piatu lain yang bernasib malang sepertinya yang tidak punya orang tua sejak usia masih kecil.
Dengan bermodalkan kemampuannya dalam mengurus pekerjaan rumah, ia akhirnya memberanikan diri untuk melamar pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di sebuah rumah mewah milik seorang pengusaha kaya raya.
Dari sinilah kisah cintanya bermula, menjalin pernikahan dengan seorang duda berhati dingin tanpa berlandaskan cinta dan terpaksa menjadi ibu sambung bagi putri semata wayang sang suami. Akankah Ananda bertahan dalam rumitnya kehidupan pernikahannya?
Bagaimana pula kisah Ayu sang adik angkat yang juga sedang sama-sama berjuang meraih cita dan cintanya? Mungkinkah ia juga bisa menggapai sang CEO pujaan hatinya?
Seri Pertama Novel The Andersons Family.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosi Lombe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan-jalan ke Mall
"Ayo Gaby, jangan lama-lama nanti keburu siang!" Grandma memanggil cucu kesayangannya untuk segera masuk mobil.
"Sebentar Grandma" Gaby berlari kecil menuju mobil yang ditumpangi sang grandma.
"Ananda kau duduk di belakang saja, biar aku yang duduk di depan bersama pak supir!" kata ibu Maya datar.
"Baik Bu" jawab Ananda tanpa bisa memilih.
Nyonya besar dan Maya sengaja mengatur semuanya untuk memulai pendekatan antara nyonya besar dan Ananda.
"Kita mau kemana dulu Grandma?" tanya Gaby saat mereka memasuki pintu mall.
"Terserah Gaby, hari ini kamu boleh melakukan apapun yang diinginkan!" grandma mengelus rambut Gaby dengan lembut.
"Kita boleh ke arena bermain?" Gaby terlihat begitu bersemangat.
"Tentu saja!" Grandma mengangguk dengan yakin.
"Yeeeyyy makasih grandma!" Gaby mengecup pipinya.
Sementara Gaby bermain berkeliling, Ananda, Maya dan Nyonya besar duduk di meja cafe yang letaknya tepat di depan arena, dindingnya pun hanya dibatasi oleh kaca transparan, sehingga semua yang dilakukan anak-anak di dalam arena bermain terlihat jelas dan mempermudah orang tua mengawasi pergerakan anak-anaknya.
"Kau mau pesan apa?" Grandma bertanya kepada Ananda yang hanya diam saja saat disodorkan buku menu.
"Ah tidak usah nyonya, saya cukup air mineral saja" jawab Ananda sungkan.
"Jangan begitu, kau harus pilih sesuatu yang enak!" nyonya besar memaksa.
"Saya sudah makan nyonya, cukup minum saja!" Ananda menolak dengan halus. Ia tau benar posisinya yang hanya seorang pelayan sangat tidak pantas menuntut banyak.
"Kenapa kau sangat sungkan sih? ini kan hanya makanan saja, kalau kau menolak artinya kau tidak menghargai aku!" nyonya besar berpura-pura kecewa.
"Nyonya tidak seperti itu, bukan maksud saya tidak menghargai Anda" Ananda gelagepan karena terkejut.
"Kalau begitu pilihlah yang paling kau suka, jangan lihat harganya, aku tidak suka seperti itu!" titah nyonya besar lagi.
"Baik nyonya" akhirnya Ananda memilih salah satu menu yang ia sukai.
Setelah menyerahkan buku menu dan memesan makanan masing-masing, akhirnya mereka terlibat dalam percakapan yang cukup serius.
"Ananda, terima kasih!" nyonya besar menggenggam tangan Ananda dengan lembut.
"Untuk apa nyonya?" Ananda bingung.
"Terima kasih karena kau sudah merawat cucuku dengan penuh kasih sayang seperti kau merawat putrimu sendiri!" kata nyonya besar.
"Nyonya jangan seperti itu, ini kan memang sudah bagian dari tugas saya!" kata Ananda canggung.
"Tidak, aku sungguh-sungguh, kau tau kan perangai cucuku itu sangat buruk, dia kehilangan figur ibunya sejak usianya lima tahun, ia tumbuh dalam kesepian, meskipun aku dan Maya selalu menemaninya, tapi kami memiliki keterbatasan waktu, sejak kedatanganmu dia sudah mulai sedikit berubah, yang awalnya tertutup kini lebih terbuka, dulu dia sangat pemurung tapi lihatlah sekarang selalu ada senyum di wajahnya, dan itu semua berkat dirimu!" nyonya besar mempererat genggaman tangannya.
"Nyonya!" Ananda kehilangan kata-kata karena sanjungan yang diberikan.
"Aku mohon tetaplah di sisi cucuku, dampingi dia sampai dia tumbuh menjadi pribadi yang dewasa!" nyonya besar menitikkan air mata.
"Nyonya!" lagi-lagi Ananda tidak bisa berkata-kata.
"Mulai sekarang anggaplah aku seperti ibumu, jangan ada jarak diantara kita, sama seperti kau menganggap Gaby seperti putrimu!" nyonya mengelus pipi Ananda dan tersenyum tulus.
Ananda menitikkan air mata, ia terharu dengan segala ucapan yang dilontarkan oleh nyonya besarnya itu. Ia bisa merasakan ketulusan sang nyonya.
Tidak terasa waktu terus bergulir, mereka menikmati waktu jalan-jalan di mall dengan berbelanja semua keperluan masing-masing. Nyonya besar juga membelikan banyak barang untuk Ananda sebagai bentuk rasa terima kasihnya atas semua perbuatan baik yang sudah dilakukan terhadap cucu kesayangannya.
"Terima kasih nyonya Anda sangat baik, aku seperti kembali merasakan memiliki ibu yang sesungguhnya!" batin Ananda di dalam hati.