"Aku tidak mau menikah dengannya, Bu!"
Ibram tidak mampu menolak keinginan ibunya untuk menikahi gadis pilihannya. Padahal Ibram sudah punya gadis impian yang ia dambakan. Ibu menolak alasannya, terpaksa Ibram menerima pernikahan itu meskipun sang istri berusaha mencintainya namun hatinya masih enggan terbuka.
Bagaimana kelanjutannya? Tetap ikutin cerita baru Mami AL. Jangan lupa like, poin, komentar dan vote. Mohon untuk memberikan komentar yang bijak.
Selamat membaca 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 - Pasca Menikah
Arumi terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara adzan Subuh berkumandang. Ia melihat suaminya sedang bersiap-siap untuk melaksanakan sholat.
"Kenapa Mas tidak membangunkan aku?" tanya Arumi sembari mengikat rambutnya.
"Aku tidak mau mengganggu waktu tidurmu," jawab Ibram seraya memakai peci menatap cermin.
"Kita sholat bareng, Mas?" tanya Arumi menyibak selimutnya.
"Aku mau sholat di masjid," jawab Ibram tersenyum singkat lalu keluar kamar.
Arumi menghela napas kecewa. Dirinya ingin ingin sholat berjamaah dengan suaminya untuk pertama kalinya sebagai sepasang pengantin. Ibram pun berangkat, Arumi juga bersiap-siap melaksanakan sholat seorang diri.
Beberapa menit kemudian, Ibram kembali dari mesjid tampak sang istri sedang mengaji. Melihat suaminya telah pulang, Arumi segera mengakhiri kegiatannya. Arumi bergegas bangkit dan menghampiri Ibram lalu mengecup punggung tangannya.
"Aku akan siapkan sarapan!" kata Arumi.
Ibram mengangguk mengiyakan.
Arumi melangkah ke dapur, menyiapkan keperluan suami dan dirinya. Sejam berlalu, Ibram keluar dari kamar dengan berpakaian rapi.
"Mas Ibram hari ini kerja?" tanya Arumi yang heran melihat penampilan suaminya padahal mereka baru saja menikah.
"Ya, aku harus kerja. Kemarin sudah kebanyakan libur mengurus pernikahan kita," jawab Ibram menarik kursi.
Arumi pun mengangguk paham meskipun hatinya kecewa. Ingin dekat dengan suaminya malah harus terpisah karena urusan pekerjaan. Padahal, mereka baru saja menikah kemarin pagi. Apa salahnya menambah waktu cuti.
Ibram mulai mencicipi masakan istrinya yang menurutnya lumayan enak. Ia melahapnya sampai habis, meraih segelas air putih lalu meneguknya. Selepas sarapan, Ibram bangkit dari kursinya kemudian mendekati Arumi. "Aku berangkat, ya!"
Arumi yang masih sarapan, tersenyum tipis, meraih tangan suaminya dan mengecup punggungnya.
Ibram pun berangkat ke kantor dan Arumi melakukan pekerjaannya sebagai seorang ibu rumah tangga.
-
Malam harinya, Ibram telah berada di rumah. Meskipun ia belum mencintai istrinya tapi baginya Arumi kini adalah tanggung jawabnya, ia tak mungkin meninggalkannya terlalu lama.
Keduanya kembali di pertemukan di meja makan, duduk saling berhadapan dan menikmati hidangan yang dimasak oleh Arumi.
"Bagaimana pekerjaan Mas Ibram hari ini?" tanya Arumi mencoba menghilangkan kecanggungan.
"Berjalan lancar," jawab Ibram tanpa menatap.
"Alhamdulillah," ucap Arumi tersenyum lega.
"Mas, kado pemberian dari para saudara dan kita belum di buka," lanjut Arumi berucap.
"Ya, sudah kamu buka saja," kata Ibram menatap istrinya.
"Tapi, aku mau menunggu Mas Ibram. Kita buka sama-sama," ujar Arumi menjelaskan.
"Kenapa harus menunggu aku? Mereka memberikan semuanya untukmu," ucap Ibram sinis.
"Mas, itu semua kado pernikahan untuk kita. Lancang jika aku membukanya sendiri," kata Arumi beralasan.
"Arumi, aku tidak keberatan kamu membukanya tanpa harus menungguku. Ada aku atau tidak tetap sama saja, pasti semua untuk kita," jelas Ibram tersenyum agar istrinya itu tak perlu sungkan dan segan.
"Terima kasih, Mas!" Arumi balas tersenyum.
-
Menjelang tidur, Arumi menoleh ke kanan. Ia menatap suaminya yang masih asyik membaca buku.
"Mas Ibram, tidak mengantuk?" tanya Arumi.
"Jika aku mengantuk nanti juga akan tidur, Rum." Jawab Ibram sekilas menoleh dan tersenyum lalu kembali menatap bukunya.
"Aku tidur duluan, Mas." Pamit Arumi dengan lembut.
Ibram mengerakkan dagunya pelan.
Arumi perlahan memejamkan matanya. Malam kedua setelah menjadi seorang istri, Ibram sama sekali tak menyentuhnya.
"Kenapa dia memperlakukan aku seperti ini? Jika tak menginginkan aku, mengapa harus menikah denganku?" batin Arumi.
Ibram menoleh ke arah istrinya yang telah tertidur. "Maafkan aku, Rum. Aku belum siap melakukannya," batinnya.
Robi sm Anissa
biar sm² bs memperbaiki diri