Dalam labyrinths pikiran yang penuh misteri, Sophia terjebak di antara kenyataan yang menyiksa dan dunia khayalannya yang menawan. Di rumah sakit jiwa tempatnya terperangkap, Sophia menemukan cinta yang begitu dalam dan memikat dengan seorang pria yang hanya ada dalam imajinasinya. Namun, ketika garis-garis antara realitas dan fantasi mulai samar, Sophia harus mempertaruhkan segalanya: kesehatan mentalnya, keberadaannya, dan cinta yang mungkin lebih nyata daripada yang dia bayangkan. Dalam 'Permainan Bayangan', benang-benang antara kewarasan dan kegilaan terjalin dalam teka-teki yang memikat, memancing pembaca untuk menelusuri jalan keluar dari labirin cinta dan kegelapan pikiran yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimin01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter Lawrence
Sophia terbangun dari mimpinya yang aneh, terhanyut dalam ketidakpastian yang melingkupi dirinya. Cahaya mentari pagi mulai menyusup masuk melalui jendela kamar rawatannya di rumah sakit jiwa. Dia merasa bingung, memperjuangkan pemisahan antara realitas dan dunia imajinasinya yang semakin kabur.
"Dokter Lawrence?" panggil Sophia dengan suara lirih.
Dokter Lawrence, seorang pria paruh baya dengan senyuman hangat, masuk ke dalam kamar. "Selamat pagi, Sophia. Bagaimana perasaanmu hari ini?"
Sophia menggosok-gosok matanya, mencoba memfokuskan pikirannya yang masih kabur. "Saya ... saya tidak yakin. Saya bermimpi tentang Adam dan Tikus Penasehat, tetapi sekarang semuanya terasa begitu ... nyata."
Dokter Lawrence mengangguk, memahami kebingungan yang dirasakan oleh Sophia. "Mimpi seringkali memunculkan perasaan yang rumit. Tetapi ingatlah, Sophia, bahwa kita harus belajar untuk membedakan antara realitas dan imajinasi."
Sophia mengangguk, meskipun hatinya merasa berat dengan perpisahan yang tiba-tiba dengan Adam dan Tikus Penasehat. "Ya, Dokter. Saya akan mencoba."
Dokter Lawrence menawarkan tangannya kepada Sophia. "Bagaimana kalau kita pergi berjalan-jalan pagi ini? Udara segar pasti akan membuatmu merasa lebih baik."
Sophia menerima tawaran dokter dengan senyum kecil. Mereka berdua keluar dari kamar dan memulai perjalanan di sepanjang lorong rumah sakit jiwa yang sunyi. Sophia mencoba menenangkan pikirannya yang terombang-ambing antara realitas dan imajinasi, mencari kekuatan dalam kehadiran dokter yang membantunya.
Mereka berjalan-jalan di sepanjang taman rumah sakit jiwa, menikmati sinar matahari pagi yang lembut dan aroma segar dari bunga-bunga di sekitar mereka. Sophia merasa sedikit tenang, meskipun bayangan Adam dan Tikus Penasehat masih menghantuinya.
Namun, saat mereka melintasi pepohonan yang rimbun, Sophia tiba-tiba merasa seolah-olah sesuatu yang hilang. Dia berhenti dan menatap sekeliling, mencoba mencari tanda-tanda keberadaan Adam atau Tikus Penasehat, tetapi tidak ada yang bisa dia temukan.
"Dokter Lawrence," panggil Sophia dengan gemetar, "di mana Adam? Dan di mana Tikus Penasehat?"
Dokter Lawrence menatap Sophia dengan tatapan heran. "Siapa yang kau maksud, Sophia? Ada seseorang bersamamu?"
Sophia merasa hatinya berdebar kencang. "Adam ... Tikus Penasehat ... Mereka ada di sini, di ruang bawah tanah ... Mereka ..." Namun, ketika dia menengok ke arah dokter, dia terkejut karena melihat ekspresi bingung di wajahnya.
"Sophia, aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," kata dokter dengan suara penuh perhatian. "Tetapi sekarang kita harus kembali ke ruanganmu. Kau tampak terganggu."
Sophia mengikuti dokter dengan langkah-langkah gemetar, hatinya dipenuhi oleh keraguan dan kebingungan. Apakah Adam dan Tikus Penasehat hanyalah produk dari imajinasinya yang terganggu? Atau apakah mereka benar-benar nyata, dan dia sekarang terpisah dari dunia imajinasi yang telah menjadi bagian dari kehidupannya?
Ketika mereka tiba di kamar rawatannya, Sophia duduk di tempat tidur dengan tatapan kosong, merenungkan apa yang baru saja dia alami. Dia merasa seperti dia terjebak dalam labirin antara realitas dan khayalannya yang semakin kabur.
Dokter Lawrence duduk di sampingnya dengan penuh perhatian. "Sophia, saya tahu bahwa hal ini mungkin sulit dipahami, tetapi penting bagi kita untuk membedakan antara realitas dan imajinasi. Jika kau terus merasa terganggu oleh khayalanmu, kita mungkin perlu melakukan beberapa perubahan dalam rencana pengobatanmu."
Sophia menundukkan kepalanya, merasa putus asa. "Saya mencoba, Dokter. Tapi semuanya terasa begitu ... nyata."
Dokter Lawrence menepuk pelan tangan Sophia dengan penuh pengertian. "Kita akan mencari jalan keluar bersama, Sophia. Jangan ragu untuk berbicara dengan saya jika kau merasa terbebani oleh perasaanmu."
Sophia mengangguk, tetapi hatinya masih dipenuhi oleh keraguan dan kegelisahan. Dia tidak yakin apa yang harus dia percayai lagi - dunia nyata di sekitarnya, atau dunia imajinasinya yang penuh warna dan penuh cinta.
Malam itu, Sophia terbaring di tempat tidurnya, memandangi langit-langit kamar yang gelap. Pikirannya terus melayang ke petualangan yang dia alami bersama Adam dan Tikus Penasehat. Meskipun dia ingin percaya bahwa mereka nyata, dia mulai meragukan dirinya sendiri.
Tiba-tiba, sebuah cahaya samar-samar menyala di sudut kamar. Sophia menoleh ke arahnya dan terkejut melihat siluet yang akrab berdiri di ambang pintu.
"Adam?" panggil Sophia dengan ragu.
Siluet itu melangkah masuk ke dalam cahaya, dan Sophia terkejut melihat bahwa itu bukanlah Adam, tetapi Tikus Penasehat. Tikus itu menatapnya dengan mata yang penuh kebijaksanaan.
"Sophia," ucap Tikus Penasehat dengan suara lembut, "aku datang untuk memberimu jawaban yang kau cari."
Sophia terduduk dengan cepat, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. "Tikus Penasehat ... Apakah kau benar-benar nyata?"
Tikus Penasehat mengangguk. "Kau harus percaya padaku, Sophia. Apa yang kalian alami bersamaku dan Adam bukanlah sekadar khayalan belaka. Kami adalah bagian dari dunia imajinasi yang nyata, yang dapat diakses oleh mereka yang memiliki keberanian untuk mempercayainya."
Sophia merasa hatinya berdesir kencang. "Tapi mengapa dokter dan orang lain di sekitar saya tidak bisa melihat kalian?"
Tikus Penasehat tersenyum misterius. "Kebanyakan orang terlalu sibuk dengan dunia nyata mereka sendiri untuk bisa melihat dunia imajinasi. Tetapi kau, Sophia, memiliki mata hati yang terbuka. Kau memiliki kemampuan langka untuk memasuki dunia imajinasi, dan itu adalah kekuatan yang tidak boleh diabaikan."
Sophia menelan ludah, merasa terharu oleh kata-kata Tikus Penasehat. "Tapi bagaimana dengan Adam? Di mana dia sekarang?"
Tikus Penasehat menggeliat di tempatnya. "Adam telah kembali ke dunia imajinasi, menunggumu di sana. Kalian berdua memiliki perjalanan yang panjang dan menantang yang harus dilalui bersama, tetapi aku yakin kalian akan berhasil."
Sophia merasa haru dan terdorong oleh keberanian Tikus Penasehat. "Terima kasih, Tikus Penasehat. Aku akan menemui Adam, dan kita akan bersama-sama melewati segala rintangan."
Tikus Penasehat mengangguk dengan puas. "Kau memiliki kekuatan di dalam dirimu, Sophia. Jangan pernah ragu untuk menggunakannya. Sekarang, pergilah, dan temui Adam di dunia imajinasi."
Dengan hati yang berdebar-debar, Sophia bangkit dari tempat tidurnya dan mengikuti Tikus Penasehat ke dalam cahaya samar di ujung kamar. Di dalamnya, dia menemukan dirinya terlempar ke dalam dunia imajinasinya yang penuh warna dan keajaiban.
Dan di sana, di tengah-tengah dunia imajinasinya yang indah, Sophia melihat Adam berdiri di bawah sinar matahari yang terang. Dia tersenyum padanya, memancarkan kehangatan dan cinta yang tak terukur.
Sophia berlari ke pelukannya, merasa bahagia bahwa mereka akhirnya bersatu kembali. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih jauh dari selesai, tetapi dengan cinta mereka sebagai panduan, mereka yakin bahwa mereka bisa mengatasi segala rintangan yang mungkin muncul di depan mereka.
Sementara itu, di dunia nyata, dokter Lawrence berdiri di ambang pintu kamar rawatannya, melihat Sophia tertidur dengan tenang di tempat tidurnya. Meskipun dia tidak bisa melihat atau memahami dunia imajinasi yang ada di dalam pikiran Sophia, dia merasa lega melihat senyum kepuasan yang terukir di wajahnya.
"Selamat tidur, Sophia," gumam dokter dengan suara lembut. "Semoga kau menemukan kedamaian di dalam mimpi-mimpimu yang indah."