Juara 2 YAAW 2024, kategori cinta manis.
Datang ke rumah sahabatnya malah membuat Jeni merasakan kekesalan yang luar biasa, karena ayah dari sahabatnya itu malah mengejar-ngejar dirinya dan meminta dirinya untuk menjadi istrinya.
"Menikahlah denganku, Jeni. Aku jamin kamu pasti akan bahagia."
"Idih! Nggak mau, Om. Jauh-jauh sana, aku masih suka yang muda!"
Akan seperti apa jadinya hubungan Jeni dan juga Josua?
Skuy pantengin kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Jadi Pergi
Akhirnya Juliette dan juga Jeni nampak keluar dari dalam kamar, keduanya nampak melangkahkan kaki mereka menuju ruang keluarga. Keduanya begitu penasaran dengan sosok pria yang hendak masuk ke dalam kamar Juliette.
Saat tiba di dalam ruang keluarga, ternyata di sana tidak ada siapa pun. Pelayan saja bahkan tidak ada, karena memang mereka biasanya akan berkumpul di belakang jika pekerjaan rumah sudah selesai.
"Kalau bokap gue pulang, harusnya dia ada di sini," ujar Juliette.
Memang sudah menjadi kebiasaan, jika Josua ada di kediamannya, pria itu akan menghabiskan waktu bersama dengan putrinya. Hal itu dia lakukan sebagai bentuk perhatiannya terhadap putri semata wayangnya.
Josua akan sibuk dalam setiap harinya, karena dia harus mengurus kerajaan bisnisnya. Maka dari itu, Josua akan memanjakan putrinya dan menuruti semua keinginan dari putrinya ketika dia sedang memiliki waktu untuk bersama.
Bahkan, Josua tidak jarang menemani putrinya sebelum tidur. Jika Juliette sudah tertidur dengan pulas, barulah pria itu akan kembali ke dalam kamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya.
"Coba lihat ke luar, Jul. Kalau ada mobil bokap elu, berarti dia udah pulang," usul Jeni.
"Hem! Elu bener, gue liat ke depan dulu kalau gitu."
Juliette dengan cepat melangkahkan kakinya menuju halaman rumah, benar saja di sana ada mobil ayahnya yang terparkir.
"Mobil bokap gue ada, Jen. Itu artinya dia udah balik," ujar Juliette dengan senang.
Hanya Josua yang dia punya, berdekatan dengan ayahnya itu selalu saja bisa membuat membuat Juliette merasa bahagia.
"Tapi, kenapa dia tidak ada?" tanya Jeni.
"Ayo ke lantai dua, mungkin dia lagi ganti baju."
Juliette menarik tangan sahabatnya dengan lembut, lalu dia mengajak sahabatnya itu untuk naik ke lantai dua. Lantai dua dijadikan tempat pribadi oleh Josua. Dia akan melakukan aktivitas apa pun di lantai dua.
"Daddy!" teriak Juliette ketika dia sudah sampai di lantai dua.
Wanita itu terus saja melangkahkan kakinya menuju kamar utama yang ada di lantai dua, Jeni tidak bisa melakukan apa pun karena wanita itu terus saja menarik tangannya.
"Daddy! Buka pintunya! Juli tau kalau Daddy udah balik, Daddy!" teriak Juliette seraya menggedor pintu kamar utama.
Tidak lama kemudian, pintu kamar utama nampak terbuka. Josua keluar dari dalam kamarnya hanya dengan menggunakan celana bahan saja.
"Ada apa, Sayang?" tanya Josua.
Juliette tidak menjawab pertanyaan dari ayahnya, gadis itu malah memeluk ayahnya tersebut. Wajah gadis itu terlihat begitu riang sekali, karena jika ayahnya ada di rumah, itu artinya pria itu tidak jadi pergi ke manapun.
"Ditanya kok ngga jawab? Ada perlu apa sampai berteriak-teriak?" tanya Josua dengan tatapan matanya yang tertuju kepada Jeni.
Jeni menatap wajah Josua dengan kagum, pria itu benar-benar terlihat masih muda dan sangat tampan. Dia merasa tidak percaya jika pria itu sudah memiliki anak gadis seperti Juliette.
"Daddy ngga jadi pergi?" tanya Juliette seraya mengurai pelukannya.
"Nggak, Daddy khawatir sama kamu. Makanya pekerjaan Daddy langsung dihandle sama Jhon," jawab Josua.
Semenjak ibunda Josua meninggal, pria itu tidak pernah meninggalkan Juliette untuk pergi ke luar kota. Karena dia takut jika putrinya itu tidak akan nyaman tinggal sendirian di rumah besarnya.
Namun, tadi pagi dia nekat ingin pergi ke luar kota. Karena orang kepercayaannya yang mengurus kantor cabang berkata ada kasus yang serius, tetapi dia merasa beruntung karena ternyata asisten pribadinya bisa menghandle perusahaan cabang itu.
"Uuuh! Daddy memang terbaik, kenalin temenku, Dad. Namanya Jeni," ujar Juliette yang langsung menarik lembut tangan Jeni untuk berjabat tangan dengan tangan ayahnya.
Josua langsung membalas uluran tangan Jeni, tidak ada senyum di bibir Joshua. Pria itu hanya terdiam seraya menatap wajah Jeni dengan tatapan yang begitu sulit untuk diartikan.
"Ehm! Saya, Jeni, Om. Maaf karena tadi sudah mengusir Om, habisnya Om asal masuk aja sih." Jeni menunduk setelah mengatakan hal itu.
Jeni terlihat tidak berani menatap wajah Josua, pria itu memang masih terlihat begitu muda dan juga berwibawa. Namun, tatapan mata itu terlihat begitu menyeramkan bagi Jeni.
Selain itu, Josua juga nampak bertelanjang dada. Rasanya Jeni tidak terbiasa melihat akan hal itu, dada pria itu nampak begitu bidang dengan bahunya yang nampak lebar.
Otot tangan pria itu nampak menonjol dan terlihat kuat, belum lagi dengan perutnya yang terlihat membentuk kotak-kotak. Menurut Jeni itu adalah pemandangan yang begitu indah, tetapi dia merasa canggung untuk melihatnya.
"Tidak apa-apa, justru saya yang minta maaf. Karena saya juga salah, saya memang terbiasa asal masuk ke dalam kamar Juli."
Josua terus saja menjabat tangan Jeni, pria itu juga terus saja menatap wajah Jeni. Seperti ada sesuatu yang lain dari wajah gadis itu, melihat akan hal itu Juliette nampak merasa aneh dan langsung berdehem beberapa kali.
"Ehm! Daddy, Jeni. Bisakah kalian melepaskan jabatan tangan kalian? Apa mungkin ada lemnya?" tanya Juliette
Jeni yang mendengar akan hal itu dengan cepat menarik tangannya, tetapi tetap saja wanita itu menunduk tanpa berani menatap wajah Josua.
"Sorry, Om. Jeni ngga maksud apa-apa," ujar Jeni.
"Tidak apa-apa," jawab Josua seraya menolehkan wajahnya ke arah Juliette. "Daddy tadi bawain es krim kesukaan kamu, makanlah dengan Jeni."
"Es krim coklat dengan taburan kacang almond dan juga kacang mede, Dad?" tanya Juliette dengan binar bahagia di wajahnya.
Josua sampai terkekeh dibuatnya, karena hanya dengan dibeliin es krim saja Juliette akan merasa begitu senang. Gadis itu tetap saja selalu terlihat seperti putri kecil baginya, putri kecil yang selalu terlihat begitu lucu dan menggemaskan.
"Hem! Memangnya es krim seperti apalagi yang kamu suka?" jawab Josua dengan pertanyaan.
"Uuuh, Daddy sangat baik. Ayo kita makan sama-sama," ujar Juliette yang langsung menarik lengan ayahnya dengan tidak sabar.
"Tapi, Jeni. Daddy belum pakai--"
"Ck! Nanti saja pakai bajunya," ujar Juliette yang dengan cepat melangkahkan kakinya menuju dapur.
Josua hanya bisa menggelengkan kepalanya mendapatkan perlakuan seperti itu dari putrinya, sedangkan Jeni hanya bisa mengekori langkah keduanya dari belakang.
Sebenarnya Jeni merasa aneh saat melihat wajah Josua, pria itu terlihat begitu tampan dan pastinya sangat kaya. Kenapa hanya itu masih melajang, pikirnya.
Rasanya di luaran sana tidak mungkin ada wanita yang tidak melirik pria seperti Josua, karena dilihat dari sisi manapun pria itu begitu sempurna.
Namun, tanpa Jeni ketahui, Josua begitu mencintai istrinya. Dia juga merasa sangat bersalah karena sudah membuat istrinya hamil di usianya yang masih muda, jika saja Josua bisa bersabar, pasti istrinya itu tidak akan meninggal di usianya yang masih muda, pikir Josua.
"Waah! Daddy! Thanks!" pekik Juliette karena ternyata ayahnya membelikan es krim dalam ukuran yang besar.
Wanita itu dengan lincah mengambil tiga wadah kecil, lalu menyendok es krimnya dan memindahkan es krim tersebut ke dalam tiga wadah yang sudah diambil.
"Ini pasti sangat enak, ayo kita makan." Juliette mengajak ayah dan juga sahabatnya untuk memakan es krim coklat itu.
"Juli, tapi aku---"
"Jangan sungkan, makanlah!" ujar Juliette setengah memaksa.
"Oke," jawab Jeni.
Jeni mengambil sendok kecil, lalu dia memisahkan kacang almond dan juga kacang mede ke pinggiran. Setelah itu, barulah dia menyendok es krim coklatnya dan menyiapkannya ke dalam mulutnya.
Apa yang dilakukan oleh Jeni, tentunya tidak luput dari penglihatan Josua. Karena Juliette begitu asik menikmati es krimnya sampai tidak memperhatikan sekitarnya.
"Kenapa kamu memisahkan es krim dan juga kacangnya?" tanya Josua.
"Ehm! Saya ngga suka kacang almond dan juga kacang mede, Om." Jeni menjawab pertanyaan dari Josua dengan tidak enak.
Pria yang sudah menduda dengan sangat lama itu nampak menatap mata Jeni dengan dalam, pria itu tampak begitu enggan walaupun hanya untuk berkedip.
"Juni," panggil Josua lirih.
"Maaf, Om. Nama saya Jeni, bukan Juni." Jeni tersenyum canggung setelah mengatakan hal itu.